sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Sri Mulyani beberkan akar masalah defisit BPJS Kesehatan ke DPR

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan masih banyak permasalahan dalam praktik BPJS Kesehatan.

Nanda Aria Putra
Nanda Aria Putra Rabu, 21 Agst 2019 14:17 WIB
Sri Mulyani beberkan akar masalah defisit BPJS Kesehatan ke DPR

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan akar permasalahan penyebab defisit keuangan BPJS Kesehatan. Sri Mulyani memaparkan itu di hadapan Komisi XI DPR.

"Salah satu penyebab utamanya adalah iuran BPJS Kesehatan terlalu kecil dengan menawarkan banyak manfaat, namun risikonya juga terlalu besar," kata Menkeu kepada Komisi XI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (21/8).

Kemudian, katanya, penyebab kedua adalah banyak peserta BPJS Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) yang mendaftarkan pada saat sakit, kemudian setelah sembuh tidak membayarkan lagi iurannya.

Selanjutnya, tingkat peserta PBPU masih cukup rendah, sekitar 54 persen. Sementara tingkat utilitasnya cukup tinggi. Terakhir, beban pembiayaan penyakit katastropik yang sangat besar, yakni lebih dari 20 persen dari total biaya manfaat.

Badan usaha curang

Sementara itu, Sri Mulyani juga menjelaskan banyak badan usaha yang curang dalam melaporkan data kepada BPJS Kesehatan. "Banyak badan usaha yang curang misalnya jumlah karyawan yang dikurangi supaya iurannya sedikit, kemudian ada yang melaporkan gaji dikurang-kurangi," kata Sri Mulyani.

Hal tersebut merupakan salah satu temuan dari audit BPKP, di mana temuan tersebut berkaitan dengan data kepesertaan dan iuran.

Beberapa temuan dari BPJS Kesehatan lainnya adalah masih banyak data yang belum terintegrasi, misalnya dulu dari Jamkesda atau Jamkesmas lainnya.

Sponsored

Menurutnya, integrasi data ini ditargetkan selesai pada 2019. Untuk itu, pemerintah telah memberikan rekomendasi kepada BPJS Kesehatan untuk bekerja sama dengan pemerintah daerah dan dinas terkait agar kepatuhan meningkat.

Sebelumnya, Pemerintah telah memutuskan tiga strategi yang akan dilakukan untuk mengatasi defisit anggaran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.

Wakil Presiden Jusuf Kalla mengungkapkan strategi pertama, pemerintah akan menaikkan premi yang harus dibayarkan oleh peserta jaminan. Nominal kenaikan tersebut, kata Wapres, masih dalam penghitungan oleh tim teknis.

"Kita sudah setuju untuk menaikkan iuran, berapa naiknya itu akan dibahas oleh tim teknis. Masyarakat seharusnya menyadari bahwa iurannya itu (sekarang) rendah, sekitar Rp23.000 itu tidak sanggup sistem kita," kata JK.

Iuran bulanan BPJS Kesehatan saat ini terbagi dalam tiga jenis, yakni Rp25.500 untuk peserta jaminan kelas III, Rp51.000 untuk peserta jaminan kelas II dan tertinggi Rp80.000 untuk peserta jaminan kelas I.

Strategi kedua, lanjut JK, Presiden Joko Widodo menginstruksikan agar lembaga BPJS Kesehatan melakukan perbaikan manajemen dengan menerapkan sistem kendali di internal institusi tersebut.

Strategi ketiga, pemerintah akan kembali menyerahkan wewenang jaminan sosial kesehatan tersebut ke masing-masing pemerintah daerah. Artinya, pengelolaan tagihan fasilitas kesehatan yang ditanggung BPJS Kesehatan akan menjadi tanggung jawab gubernur, bupati dan wali kota masing-masing daerah.

"Karena tidak mungkin satu instansi bisa mengontrol 200 juta lebih pesertanya, maka harus didaerahkan, didesentralisasi, supaya rentang kendalinya tinggi, supaya 2.500 rumah sakit yang melayani BPJS Kesehatan itu dapat dibina oleh gubernur dan bupati setempat," jelas Wapres. (Ant)

Berita Lainnya
×
tekid