sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Start-up dan dukungan pemerintah

Apakah regulasi yang ada di Indonesia saat ini sudah mendukung perusahaan rintisan alias start-up untuk maju?

Cantika Adinda Putri Noveria
Cantika Adinda Putri Noveria Selasa, 04 Des 2018 03:01 WIB
Start-up dan dukungan pemerintah

Industri kreatif di Indonesia terus berkembang di tengah majunya industri teknologi. Namun, apakah regulasi yang ada di Indonesia saat ini sudah mendukung perusahaan rintisan alias start-up untuk maju? 

Pemerintah melalui Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) mendorong start-up di Indonesia untuk memasuki lantai bursa melalui penawaran umum perdana saham (initial public offering/IPO). 

Deputi Akses Permodalan Bekraf Fadjar Hutomo menjelaskan, upaya mendorong start-up untuk melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI) merupakan salah satu alternatif yang mudah untuk mendorong start-up. Dibandingkan dengan menjadikan perusahaan rintisan menjadi unicorn atau start-up bervaluasi di atas US$1 miliar.

Lebih lanjut Fadjar mengatakan, pada tahun ini pihaknya telah menganggarkan Rp6 miliar untuk mengembangkan start-up di Tanah Air

"Tahun ini sudah kita sediakan (anggaran pengembangan start-up) melalui bantuan insentif pemerintah (BIP) untuk empat subsektor, yakni digital dan game, fashion, craft, dan kuliner. Memang jumlahnya belum besar," jelas Fadjar saat ditemui di salah satu hotel di bilangan Jakarta Pusat, Senin (3/12). 

Anggaran senilai Rp6 milliar tersebut, kata Fajar, bisa mendanai untuk sekira 30 start-up. Pemerintah menyediakan plafon maksimum Rp200 juta untuk satu industri start-up

Di samping itu, kata Fadjar, Bekraf juga telah menyiapkan GoStartupIndonesia (GSI), sebuah platform yang menyinergikan berbagai pihak yang terlibat dalam ekosistem start-up

"Kami sempurnakan ekosistem start-up yang ada. Seperti melalui GSI ini, ingin bantu mereka memasuki jalur sumber pendanaan dari pasar modal," tutur Fadjar.

Sponsored

Dari catatan Bekraf, start-up yang tercatat go public kini baru tiga perusahaan. Fadjar berharap bisa semakin banyak perusahaan rintisan mengisi papan akselerasi khusus yang disiapkan BEI. 

Tiga perusahaan start-up yang sudah melantai di BEI di antaranya PT Kiosonn Komersial Indonesia Tbk., PT Mcash Integrasi Tbk., dan PT Yelooo Integra Datanet Tbk. 

Fadjar mengatakan, start-up membutuhkan permodalan di semua fase, mulai dari fase ide, early stage, growth, hingga mature

Di fase ide, modal dibutuhkan dari investor hingga dana pemerintah. Tahap selanjutnya baru didanai oleh investor dilanjutkan dengan venture capital, hingga jalur pasar modal. 

"Ketika dikatakan mau memperbanyak jumlah start-up yang melantai di bursa, harus dimulai dari hulunya," kata dia. 

Peran start-up

Sementara itu, negara ini merupakan pasar terbesar dan tidak bisa diabaikan. Lebih dari 95% bisnis di Indonesia adalah start-up Usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). 

Seperti diketahui, saat ini terdapat tujuh unicorn di Asia Tenggara. Empat di antaranya start-up Indonesia, yakni Tokopedia, Go-Jek, Bukalapak dan Traveloka. Sementara yang lainnya, satu start-up Filipina, satu start-up Vietnam dan dua start-up Singapura.

Kepala Pusat Kebijakan Pendapatan Negara Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Rofyanto Kurniawan, menjelaskan peran start-up dan UMKM sebagai benteng Indonesia dari serbuan barang-barang impor. 

Oleh karena itu, kata Rofyanto, pemerintah siap untuk memberikan insentif untuk para UMKM. 

"Indonesia masih mengalami persoalan Curent Account Defisit (CAD) karena banjirnya barang impor. Harapannya start-up bisa meluas ke sektor perdagangan. Bila memerlukan insentif, perlu di-support," ujarnya pada kesempatan yang sama. 

Saat ini, lanjut dia, melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 74 tahun 2017, telah disusun peta jalan perdagangan nasional berbasisi elektronik (Road Map E-Commerce) yang selanjutnya disebut sebagai Peta Jalan SPNBE 2017-2019. 

Peta Jalan SPNBE 2017-2019 sebagaimana yang dimaksud mencakup program pendanaan, perpajakan, perlindungan konsumen, pendidikan dan sumber daya manusia (SDM). Juga infrastruktur komunikasi, logistik, keamanan siber, dan pembentukan manajemen pelaksana Peta Jalan SPNBE. 

Bahkan, lanjut dia, saat ini pemerintah telah memangkas PPh final 0,5% untuk UMKM. Juga melalui PMK Nomor 150, tahun 2018, industri digital ini bisa mendapatkan insentif pengurangan penghasilan (PPh) atau tax holiday.

Peluang start-up

Dewan Pertimbangan Presiden Suharso Monoarfa menilai, kebijakan-kebijakan yang ada sekarang ini masih dirasa kurang. Kata dia, hanya 5% yang berpeluang untuk sukses. 

Dia beralasan, saat ini belum banyak start-up yang menjadi insiator dan lebih banyak follower (pengikut). Menurut dia, inovator harus lebih dulu dimiliki bangsa ini. 

"Hanya 5% peluang dari semua start-up yang sukes. Dari 5% hanya 25% yang menghasilkan uang. Indonesia sebagai pemula ternyata masih rendah. Sedikit di bawah Vietnam. Jauh ketinggalan di bawah Singapura," paparnya dalam kesempatan yang sama. 

Kuncinya, kata dia adalah inovasi, ide orisinalitas, dan bukan end user

Untuk menjadikan Indonesia sebagai negara yang unggul dalam memajukan start-up kata dia, Indonesia mesti punya instrumen permodalan khusus. Negara harus hadir di dalamnya. 

"Negara harus menyediakan venture capital. Ini sedang dibahas, (untuk mendirikan) Bank Pembangunan Indonesia, yang sifatnya menyediakan likuiditas saja. Supaya start-up bisa bergerak," ujarnya. 

Selain itu, yang diperlukan adalah pembiayaan di bidang teknologi. Kata dia, pemerintah akan menyiapkan Undang-Undang tentang sistem pengetahuan dan teknologi nasional. 

"Bisa research soal ini dan soal teknologinya, sehingga enggak ada sesuatu yang dipertetangkan. Kita juga punya akademi, instrumen yang sediakan dana untuk penelitian. Dana ini sudah kerjasama dengan Inggris, bahkan di Asean mereka ditunjuk sebagai leading sector untuk nilai mengenai hasil dalam negeri," imbuhnya. 

Jika tidak ada instrumen-instrumen itu, kata dia, start-up Indonesia hanya diam di tempat. Karena para pelaku industri start-up sendiri masih sangat sulit untuk mendapatkan permodalan, apalagi dari bank. 

Seperti diketahui, bank memiliki prasyarat yang panjang untuk meminjamkan dananya. Ada akuntabilitas yang harus dipertanggungjawabkan. Oleh karena itu, kata dia, negara perlu adanya venture capital

"Negara enggak bisa serta merta seperti itu. Negara bisa bertindak atas dua hal. Karena aturan dan ada anggarannya. Dua hal ini harus muncul dalam Undang-Undang," tukas Suharso. 

Caleg Pilihan
Berita Lainnya
×
tekid