Subsidi rumah kurang Rp18 triliun, pengembang tawarkan solusi
Anggaran subsidi rumah murah dalam APBN 2020 hanya Rp11 triliun.
Pemerintah hanya mengalokasikan subsidi lewat fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan (FLPP) bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) sebesar Rp11 triliun dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2020. Padahal kebutuhan anggaran subsidi untuk membiayai 260.000 unit rumah MBR mencapai Rp29 triliun.
Ketua Umum Real Estate Indonesia (REI) Totok Lusida mengatakan untuk menutupi gap sebesar Rp18 triliun tersebut, pengembang menawarkan sejumlah solusi.
"Dana yang dianggarkan di APBN 2020 hanya Rp11 triliun ekuivalen dengan 97.700 unit. Sehingga masih dibutuhkan dana sebesar Rp18 triliun," katanya di Menara Kadin, Jakarta, Kamis (23/1).
Totok mengusulkan pengkategorian konsumen menjadi dua bagian. Pertama, masyarakat yang berpenghasilan di bawah Rp4 juta. Bagi mereka, disalurkan dana sebesar Rp1 triliun dengan bunga 5% selama 20 tahun setara 8.888 unit rumah.
Kedua, untuk konsumen berpenghasilan antara Rp4 hingga Rp5 juta disalurkan anggaran sebesar Rp10 triliun dengan bunga 8% selama 20 tahun untuk mengcover 141.300 unit rumah.
"Sehingga anggaran Rp11 triliun dapat meng-cover hingga 150.188 unit rumah,” ujarnya.
Sementara, lanjut Totok, sisa kekurangan dana dapat dicairkan melalui alternatif substitusi pengalihan dana subsidi selisih bunga (SSB), dana bantuan prasarana, sarana dan utilitas (PSU), dan subsidi bantuan uang muka (SBUM).
"Pengalihan ini akan menambah bantuan sebesar 128.125 unit," ucapnya.
Dalam kesempatan yang sama, Ketua Umum Kadin Bidang Properti Setyo Maharso mengatakan, selain mengambil dari aliran dana subsidi di atas, pemerintah juga dapat memanfaatkan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) yang mengendap.
"Dana pemerintah pusat yang mengendap di rekening pemerintah daerah hingga Rp186 triliun bila ditarik ke pusat 10%, yakni Rp18,6 triliun bisa dialihkan ke perumahan sederhana," katanya.
Setyo pun menuturkan kekurangan dana FLPP ini bisa membahayakan industri properti secara keseluruhan. Padahal, industri ini merupakan salah satu sektor yang bisa menggerakkan perekonomian nasional secara masif.
“Keberlangsungan stabilitas industri properti perlu dijaga. Salah satunya dengan penambahan kuota FLPP dan alternatif subtitusinya,” ujar Setyo.