sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Terbaik di Asia, rupiah terus reli hingga Rp14.590 per dollar AS

Penguatan kurs rupiah terhadap dollar Amerika Serikat diproyeksi hanya terjadi sementara seiring terjadinya Pemilu paruh waktu di AS.

Cantika Adinda Putri Noveria
Cantika Adinda Putri Noveria Rabu, 07 Nov 2018 16:33 WIB
Terbaik di Asia, rupiah terus reli hingga Rp14.590 per dollar AS

Penguatan kurs rupiah terhadap dollar Amerika Serikat diproyeksi hanya terjadi sementara seiring terjadinya Pemilu paruh waktu di Negara Donald Trump itu.

Pada perdagangan Selasa (6/7), rupiah melonjak 1,3% ke level Rp14.790 per dollar AS. Lonjakan itu menjadi torehan tertinggi sejak Juni 2016. Padahal, mata uang negara-negara di Asia nyaris tak beranjak.

Rupiah mengalami reli sejak awal November hingga mencapai 2,8%. Bahkan, mata uang Garuda itu bertengger pada posisi jawara terbaik di Asia.

Pada perdagangan Rabu (7/11) di pasar spot seperti dikutip dari Bloomberg, rupiah terus mencatatkan reli dengan penguatan 1,45% sebesar 214 poin ke level Rp14.590 per dollar AS. Apresiasi rupiah telah menipiskan torehan depresiasi sejak awal tahun menjadi 7,64%.

Berdasarjan Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR), posisi rupiah berada pada level Rp14.764 per dollar AS. Namun, apakah penguatan rupiah ini akan bersifat jangka panjang atau temporer? 

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution menjelaskan menguatnya rupiah dikarenakan makret melihat saat ini rupiah telah diharagai murah atau under value

"Juga memang ada yang namanya investment bank yang mengatakan itu, sehingga market sebagian sebelum ini, dia mulai masuk. Sehingga modal asingnya ada yang mulai masuk dan membuat rupiah mulai menguat," kata Darmin di kantornya, Rabu (7/11). 

Menurutnya, penguatan rupiah terhadap dollar AS bakal bergantung pada Bank Sentral AS Federal Reserve, apakah mereka akan menaikkan tingkat suku bunganya atau tidak. 

Sponsored

"Kita belum bisa bilang (temporer). Tapi, bahwa terlihat sekarang bahwa market itu menganggap rupiah sudah terlalu murah. Sehingga dia masuk, beli. Sehingga rupiahnya menguat," urainya.

Untuk itu, sambungnya, semua tergentung proses market. Artinya, masih bisa berkembang di pasar global. Apakah itu berasal dari perang dagang, tingkat bunga di AS, dan sebagainya. 

Dengan begitu, kata dia, untuk menjaga momentum penguatan rupiah ini, pemerintah akan menjalankan kebijakannya dengan lebih baik lagi dan membuat beberapa kebijakan baru. 

Penguatan temporer

Sementara itu, Direktur Riset Core Indonesia Piter Abdullah Redjalam menjelaskan, ada beberapa faktor yang memunculkan sentimen pasar sekaligus yang membuat rupiah kokoh. 

Di antaranya, yield Surat Berharga Negara (SBN) yang sudah cukup tinggi, disertai kenaikan suku bunga acuan Bank Indonesia yang mencapai 150 bps. Sementara kenaikan Fed Fund Rate hanya 100 bps. 

"Menyebabkan spread yield SBN dibandingkan surat berharga di AS melebar. Dengan yield yang lebih tinggi, SBN menjadi lebih menarik," jelas Piter kepada Alinea.id.

Faktor lain, The Fed diperkirakan tidak akan menaikkan suku bunga seperti sebelumnya, dengan pertimbangan proyeksi inflasi AS yang akan tertahan. 

Selanjutnya, terkait perang dagang. Agenda Pertemuan Amerika dan China, memunculkan harapan isu perang dagang akan berakhir. 

"Harapan-harapan ini mendorong sentimen yang lebih baik terhadap negara berkembang, termasuk Indonesia. Dengan yield yang lebih baik, sentimen positif ini mendorong masuknya kembali investor asing ke pasar SBN, sekaligus mempekuat rupiah," tuturnya. 

Piter meyakini penguatan rupiah ini hanya bersifat temporer. Sebab, tekanan di pasar global sudah sedikit berkurang, tapi belum pasti akan berakhir sepenuhnya. 

Sementara dari sisi domestik, persoalan Indonesia masih ada dan besar, yaitu kemungkinan current account defisit (CAD) yang melewati 3% terhadap PDB. 

"Neraca perdagangan diperkirakan masih akan defisit sampai akhir tahun. Kita bisa mengkalkulasikan CAD akan melebihi di atas 2,5% terhadap PDB atau bahkan melewati 3% terhadap PDB," terang Piter. 

Sampai dengan September, poisisi CAD Indonesia, Piter memperkirakan sudah pada kisaran 2,5% tergadap PDB. Sementara selama kuartal IV-2018, CAD dipastikan akan bertambah karena defisit neraca perdagangan barang dan jasa, serta yang lebih besar yakni neraca pendapatan primer. 

Ujian terberat diperkirakan akan terjadi pada akhir bulan November ini. 

"Sejauh mana keyakinan investor terhadap perkokonomian domestik yang sesungguhnya akan terlihat di momentum ada perkiraan The Fed menaikkan suku bunga, yaitu bulan Desember," jelas Piter. 

Penguatan rupiah dari pandangan Piter akan terus menguat selama beberapa hari atau pekan ke depan. Namun, rupiah tidak akan melemah terlalu dalam, masih akan tetap berada di bawah Rp15.000 per dollar AS sampai akhir tahun.

"Kemungkinan rupiah akan kembali melemah, tapi saya yakin rupiah akan bertahan di bawah Rp15.000 per dollar AS, bahkan hingga akhir tahun," jelasnya. 

Senada, Ekonom Indef Bhima Yudhistira juga mengamini bahwa penguatan rupiah hanya bersifat sementara dan akan kembali melemah setelah The Fed menaikkan lagi suku bunga acuan. 

"Sampai Desember kemungkinan kembali melemah saat Fed Rate naik," ujarnya. 

Lebih lanjut, kata dia, dollar AS melemah terhadap mata uang lainnya juga disebabkan adanya pemilihan umum paruh waktu (midterm election) di AS.

Berdasarkan US Dollar index, tertahan di 96,3. Hal itu bisa terjadi karena efek pemilu menimbulkan spekulasi para investor, terkait kemenangan Partai Demokrat AS. 

"Hal ini berimbas pada prospek stimulus fiskal pajak Trump yang terhambat," jelas Bhima. 

Selain itu, kata Bhima, investor asing juga mencatatkan pembelian bersih di pasar modal Indonesia per 6 November 2018 sebesar Rp1,06 triliun.

Hal itu dipengaruhi oleh sentimen rilis data pertumbuhan ekonomi pada kuartal III-2018 yang sebesar 5,17%, pertumbuhan tersebut relatif tinggi, jika dibandingkan dengan kuartal III-2017. 

Bhima memproyeksikan rupiah akan kembali melemah pada kisaran Rp14.900-Rp15.100 per dollar AS. Dalam menghadapi fluktuatif rupiah ini, Bhima meyarankan agar BI untuk memperkuat cadangan devisanya dan menekan CAD. 

"(BI) fokus kuatkan cadev, dorong peningkatan supply valas dan tekan CAD hingga di bawah 3% (terhadap PDB)," jelas Bhima. 
 

Berita Lainnya
×
tekid