sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Tergempur baja murah China, 100.000 karyawan terancam PHK

KSPI meminta Kemendag dan KPPI melanjutkan program perlindungan safeguard untuk produk I-H section.

Manda Firmansyah
Manda Firmansyah Kamis, 21 Jan 2021 12:56 WIB
Tergempur baja murah China, 100.000 karyawan terancam PHK

Industri dalam negeri kalah bersaing imbas "banjir" baja impor dari China. Sekitar 100.000 karyawan pun terancama pemutusan hubungan kerja (PHK) apabila tren ini dibiarkan.

"Perekonomian semakin terpuruk. Tenaga kerja yang sebagai besar masyarakat menengah ke bawah semakin menjerit. Efek dominonya luar biasa," ujar Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Said Iqbal, dalam telekonferensi, Kamis (21/1).

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) 2019, jumlah tenaga kerja di sektor baja sekitar 100.000 orang. Mereka tersebar di berbagai perusahaan, seperti Krakatau Steel, Gunung Raja Paksi, Ispatindo, hingga Master Steel. 

Untuk menghindari PHK massal, KSPI pun meminta Kementerian Perdagangan (Kemendag) dan Komite Pengamanan Perdagangan Indonesia (KPPI) melanjutkan program perlindungan safeguard untuk produk I-H section.

Safeguard merupakan bentuk perlindungan terhadap serbuan produk impor murah. Jika produk luar negeri masuk ke Indonesia, maka dikenakan bea masuk (BM) yang tinggi sehingga harganya semakin mahal.

Safeguard berlaku 3 tahun dan dapat diperpanjang. Adapun besaran BM untuk I-H section sebesar 17,25%.

"Safeguard sangat penting guna melindungi produk dalam negeri dari maraknya produk impor murah,” ucapnya. “Pemerintah harus berani mengambil sikap dan terobosan untuk membantu agar industri dalam negeri tetap bertahan."

Dalam sistem perdagangan internasional, menurut Iqbal, perlindungan terhadap industri dalam negeri seperti safeguard dan antidumping dibutuhkan. Apalagi, serbuan baja impor murah dari China dapat menyebabkan unfair trade.

Sponsored

“Padahal di Indonesia, kebijakan lingkungan, termasuk slag B-3 dan scrap tanpa impunitas, harus ditanggung industri baja, sehingga menjadi beban finansial industri dan meningkatkan biaya produksi,” tutupnya.

Berita Lainnya
×
tekid