sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Tiga kelompok barang sumbang 60% impor Indonesia

Darmin Nasution menyatakan Indonesia masih ketergantungan terhadap produk impor. Tiga kelompok barang menyumbang 60% total impor.

Cantika Adinda Putri Noveria
Cantika Adinda Putri Noveria Senin, 15 Apr 2019 20:08 WIB
Tiga kelompok barang sumbang 60% impor Indonesia

Pemerintah mengakui Indonesia masih menjadi negara pengimpor untuk tiga jenis kelompok barang. Tiga kelompok jenis barang tersebut menyumbang 60% dari total seluruh impor di Indonesia. 

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan, ketiga kelompok jenis barang tersebut baja dan turunannya, petrochemical dan turunannya, serta kimia dasar. 

"Dari tiga itu saja telah berkontribusi 60% dari total seluruh impor," ujar Darmin dalam Indonesia Industrial Summit 2019, di Serpong, Senin (15/4). 

Padahal, lanjut Darmin, Indonesia telah memiliki PT Krakatau Steel yang memproduksi besi baja dan turunannya. Namun, hingga saat ini, Indonesia belum mampu untuk mengolah biji besi dan hanya mampu mengumpulkan besi bekas untuk diolah lagi. 

Sementara itu, untuk petrokimia, Indonesia juga masih belum mampu memproduksi dalam jumlah yang banyak. Padahal, di dalam negeri, mayoritas masyarakat membutuhaknnya. 

Produk petrokimia yang dimaksud antara lain pipa plastik, poliester pada produk pakaian, hingga produk-produk pada farmasi. Begitu pula produk-produk kimia dasar yang banyak dibutuhkan dalam sektor farmasi. 

Oleh karena itu, untuk menekan laju impor, pemerintah sudah menyiapkan sejumlah insentif bagi investor yang mau membangun pabrik atau mengembangkan tiga jenis barang tersebut di dalam negeri. 

"Pemerintah sudah tawrkan tax holiday yang telah kita rumuskan 197 lebih kegiatan untuk tiga kelompok barang jenis tadi," ujar Darmin. 

Sponsored

Seperti diketahui, berdasarkan catatan Kementerian Perindustrian, lebih dari 90% bahan baku farmasi masih didatangkan dari luar negeri, seperti China dan India. 

Sementara, dari kelompok barang besi, baja, dan turunannya, berdasarkan South East Asia Iron & Steel Institute (SEAISI) yang diolah Krakatau Steel, impor baja pada 2018 berkisar 7,7 juta ton. Jumlah tersebut mencakup 55% dari konsumsi baja nasional pada 2018 yang sebesar 14,2 juta ton.

Realisasi impor baja pada 2018 yang mencapai 7,7 juta ton  tersebut meningkat dibandingkan 2017 dengan impor sebanyak 7,1 juta ton atau 52% dari konsumsi 13,6 juta ton. Adapun, pada 2016 impor baja sebanyak 6,9 juta ton atau 54% dari konsumsi 12,7 juta ton.

Akibat adanya peningkatan tersebut, pemerintah pun berupaya mengendalikannya dengan Peraturan Menteri Perdagangan 110/2018 tentang Ketentuan Impor Besi atau Baja, Baja Paduan, dan Produk Turunannya sejak 20 Januari 2019.

Pada 12 Maret 2019, Presiden Joko Widodo juga telah meminta semua pihak mempercepat pelayanan perizinan untuk investasi yang mengarah pada sektor hilir atau pengolahan industri petrokimia. 

Defisit neraca transaksi berjalan

Sementara itu, Darmin meyakini defisit neraca transaksi berjalan (current account defisit/CAD) pada kuartal I-2019 bisa di bawah 3% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Hal ini disebabkan tren neraca perdagangan yang sudah surplus dalam dua bulan terakhir.

Darmin mengatakan, pada kuartal I-2019 neraca perdagangan memang mengalami defisit US$0,19 miliar atau US$190 juta. Namun jika dilihat secara bulanan, sebenarnya neraca perdagangan bergerak positif. 

"Itu kan bulan Januari defisit, Februari dan Maret dia surplus kan. Artinya tendensinya (positif). Jangan cuma lihat akumulasinya," ujar dia

Seperti diketahui, berdasarkan catatan Badan Pusat Statistik (BPS) nerca perdagangan pada Januari mengalami defisit US$1,16 miliar, lalu pada Februari surplus US$0,33 miliar atau US$330 juta. Lalu Maret 2019, neraca perdagangan kembali surplus sebesar US$540 juta. 

Surplus pada Maret 2019 terjadi karena neraca perdagangan nonmigas masih mengalami surplus, sedangkan neraca perdagangan migasnya masih defisit.

"Kalau kita gabungkan nilai ekspor dan impor, maka neraca perdagangan Maret mengalami surplus sebesar US$0,54 miliar dolar atau US$540 juta," kata Kepala BPS Suhariyanto.

Sementara, mengutip statistik Neraca Pembayaran Indonesia dari Bank Indonesia, CAD Indonesia pada kuartal-IV 2018 mencapai 3,57% terhadap PDB. Angka tersebut lebih tinggi daripada kuartal III-2018 yang sebesar 3,28%. 

Secara kumulatif, laju CAD sepanjang 2018 masih 2,98% dari total Produk Domestik Bruto (PDB) nasional atau senilai US$31,1 miliar.

Caleg Pilihan
Berita Lainnya
×
tekid