sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Tujuan klaster perpajakan dalam UU Ciptaker

Tujuan pertama klaster perpajakan dalam UU Ciptaker adalah untuk meningkatkan investasi.

Nanda Aria Putra
Nanda Aria Putra Senin, 12 Okt 2020 16:12 WIB
Tujuan klaster perpajakan dalam UU Ciptaker

Direktur Jenderal Pajak, Kementerian Keuangan Suryo Utomo menjelaskan, empat tujuan dari pembentukan klaster perpajakan dalam Undang-Undang Cipta Kerja (UU Ciptaker).

"Bahwa fundamental reformasi perpajakan yang ada saat ini khususnya terkait dengan policy dan bagaimana mengumpulkan penerimaan. Kami harus memperluas basis pajak, dan berusaha meningkatkan tax ratio," katanya dalam video conference, Senin (12/10).

Suryo mengungkapkan, tujuan pertama klaster perpajakan dalam UU Ciptaker adalah untuk meningkatkan investasi, karena akan berdampak pada peningkatan pertumbuhan ekonomi.

Agar hal tersebut tercapai, ada lima kebijakan yang dibentuk dalam klaster perpajakan. Antara lain penghapusan pajak penghasilan (PPh) atas dividen dari dalam negeri serta penghasilan tertentu, termasuk dividen dari luar negeri, sepanjang diinvestasikan di Indonesia.

Kemudian, pemberlakuan untuk nonobjek PPh untuk sisa hasil usaha (SHU) koperasi dan dana haji yang dikelola BPKH. Lalu, memberikan ruang untuk penyesuaian tarif PPh Pasal 26 atas bunga. Selanjutnya, penyertaan modal dalam bentuk aset (imbreng) tidak terutang PPN.

Kedua tujuan klaster perpajakan adalah untuk mendorong kepatuhan wajib pajak dan wajib bayar secara sukarela. Hal ini untuk mendorong peningkatan kepatuhan wajib pajak agar dapat menyetorkan kewajibannya secara sukarela.

“Jadi, enggak perlu kami melakukan pemeriksaan kalau wajib pajak sudah melaporkan dengan benar,” ujarnya.

Dia pun memaparkan dua kebijakan yang akan dilakukan pemerintah dalam meraih tujuan tersebut, yaitu dengan memberikan relaksasi hak pengkreditan pajak masukan bagi pengusaha kena pajak (PKP) serta pengaturan ulang sanksi administratif pajak dan imbalan bunga.

Sponsored

Keberadaan klaster perpajakan diyakini juga untuk meningkatkan kepastian hukum. Yaitu dengan menjalankan tujuh kebijakan, antara lain penentuan subjek pajak di mana WNI dan WNA yang tinggal lebih dari 183 hari di Indonesia menjadi subjek pajak dalam negeri (SPDN).

Kemudian, ada pengenaan PPh bagi WNA yang merupakan SPDN dengan keahlian tertentu hanya atas penghasilan dari Indonesia. Selanjutnya, WNI yang berada di Indonesia kurang dari 183 hari dapat menjadi subjek pajak luar negeri (SPLN) dengan syarat tertentu.

Selanjutnya, batu bara termasuk dalam barang kena pajak (BKP), serta konsinyasi bukan termasuk penyerahan BKP, serta pengaturan nonobjek PPh atas sisa lebih dana badan sosial & badan keagamaan (sebagaimana lembaga pendidikan).

"Klaster perpajakan menciptakan keadilan iklim berusaha di dalam negeri, dengan menjalankan dua kebijakan, yaitu pemajakan transaksi elektronik yang diatur dalam UU No.2/2020 dan pencantuman NIK pembeli yang tidak memiliki NPWP dalam faktur pajak," papar dia.

Berita Lainnya
×
tekid