sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Usai tahun pemilu, bisnis properti masih tertekan

Penjualan hunian vertikal terus merosot serta keterisian gedung perkantoran terus menurun.

Nanda Aria Putra
Nanda Aria Putra Kamis, 09 Jan 2020 13:41 WIB
Usai tahun pemilu, bisnis properti masih tertekan

Bisnis properti masih lesu meskipun tahun pemilihan umum (pemilu) sudah berlalu. Hal ini terlihat dari penjualan hunian vertikal yang merosot serta keterisian gedung perkantoran yang terus menurun.

Colliers International Indonesia mencatat tingkat penyerapan  apartemen pada kuartal IV-2019 hanya mencapai 87,2%, atau turun 0,3% dibandingkan dengan tahun sebelumnya.

Sementara, rata-rata harga penjualan pada kuartal IV-2019 juga mengalami stagnasi di angka Rp34,8 juta per meter persegi, atau hanya 0,02% lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata harga penjualan pada kuartal sebelumnya.

Senior Associate Director Colliers Ferry Salanto mengatakan, penurunan penyerapan tersebut terjadi karena kondisi perekonomian global yang masih berfluktuasi.

Selain itu, konsumen membutuhkan lebih banyak insentif dan diskon dari pemerintah karena tarif sewa yang ada saat ini dinilai masih sangat tinggi.

"Pasar end user, mereka terkendala suku bunga masih relatif tinggi. Walau BI rate rendah. Sebenarnya kalau dilihat konsumen butuh diskon yang lebih besar," kata Ferry di Jakarta, Rabu (8/1).

Sementara itu, pada 2019, pasokan apartemen baru mencapai 2.458 unit atau meningkat 4,8% dibandingkan tahun sebelumnya. Dengan penambahan pasokan ini, total suplai apartemen hingga 2019 menjadi 211.944 unit.

Dengan serapan hanya 87,2% sepanjang 2019, berarti terdapat sisa pasokan sebesar 27.128 unit yang belum terserap pasar. 

Sponsored

Ke depan, Ferry memprediksi serapan pasar apartemen akan terus menurun. Pada tahun ini, serapan pasokan akan turun 2% dibandingkan tahun lalu.

"Kita pakai proyeksi Oxford Economics, perekonomian Indonesia hanya tumbuh 4,9%. Terus konstruksi akan rendah karena suplai masih ada. Serapan juga menurun," ujarnya.

Pasar perkantoran

Sementara itu, para pengembang juga mulai ragu untuk membangun gedung perkantoran. Pasalnya, kata Ferry, dalam tiga bulan terakhir di kawasan Central Business District (CBD) Jakarta tidak ada satupun pembangunan gedung perkantoran baru. 

"Secara umum pengembang sudah mulai hati-hati. Sektor perkantoran sudah mulai menurun. Mereka perlu sesuatu yang meyakinkan, baru pengumuman peluncuran terjadi," ujarnya.


Dia pun mengatakan, para pengembang mulai realistis dalam menawarkan ruang perkantorannya. Di area CBD, terjadi penurunan tarif sewa pada kuartal IV-2019 menjadi Rp272.456/m² atau turun 1% dari kuartal sebelumnya.

"Penurunan tarif ini karena turunnya penyerapan pasar pada kuartal keempat 2019. Apalagi, ketersediaan gedung perkantoran di Jakarta masih sangat banyak.," ucapnya.

Sementara, hingga kuartal IV-2019, tingkat keterisian gedung perkantoran hanya sebesar 83,4% dari total 10,14 juta m² yang tersedia.

"Biasanya pengembang jarang turunkan tarif sewa. Gedung baru sekarang mulai realistis. Tidak harus set tinggi (tarif)," katanya.

Meski demikian, pada 2020 Colliers memperkirakan akan terjadi kenaikan pasokan perkantoran sebesar 2,3%. Bahkan, pada kuartal I-2020 akan terjadi penambahan 230.000 meter persegi area perkantoran baru di Jakarta.

Namun, dia mengatakan kenaikan jumlah pasokan tidak akan terlalu tinggi, dan akan lebih rendah dibandingkan dengan kuartal yang sama tahun sebelumnya.

"2020 memang ada kenaikan sedikit. Tapi karena masih ada tekanan (perekonomian global), kita perkiraan pasokan akan turun (dibandingkan tahun lalu), walau tidak tinggi," jelasnya.

Dilihat dari sisi lokasi, gedung perkantoran di luar CBD akan mengalami penurunan yang lebih tajam dibandingkan dengan kawasan CBD pada kuartal pertama 2020. 

"Kalau dilihat antara supply dan ekspansi yang tidak seimbang membuat proyeksi menurun juga. Itu juga terlihat pada tarif sewa," tambahnya.

Berita Lainnya
×
tekid