sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Malaysia akan hapus hukuman mati untuk 32 jenis kejahatan

Menurut Menteri Hukum Malaysia Liew Vui Keong, kabinet telah secara kolektif sepakat untuk menghapus hukuman mati bagi 32 pelanggaran.

Valerie Dante
Valerie Dante Kamis, 15 Nov 2018 17:15 WIB
Malaysia akan hapus hukuman mati untuk 32 jenis kejahatan

Pada Rabu (14/11), Menteri Hukum Malaysia Liew Vui Keong mengatakan kepada Dewan Rakyat bahwa pemerintah setuju untuk menghapus hukuman mati bagi sejumlah pelanggaran, termasuk kejahatan pembunuhan yang diatur dalam pasal 302 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana tentang pembunuhan.

Namun, Wakil Perdana Menteri Wan Azizah Wan Ismail mengatakan bahwa rencana penghapusan hukuman mati bagi terpidana kasus pembunuhan akan ditinjau.

Saat dikonfirmasi ulang, Liew bersikeras mengatakan, "32 pelanggaran hukuman mati yang diatur dalam delapan undang-undang akan ditiadakan."

Menurut keterangan Liew pada Dewan Rakyat, kabinet secara kolektif sudah sepakat untuk menghapus hukuman mati bagi pelanggaran dalam Undang-Undang Senjata Api 1971, UU Senjata Api 1960, UU Penculikan 1961, UU Angkatan Bersenjata 1972, UU Industri Jasa Air 2006, UU Perdagangan Strategis 2010, dan UU Obat-Obatan Berbahaya 1952.

"Menindaklanjuti keputusan tersebut, sebuah memorandum kabinet telah diedarkan ke kementerian-kementerian terkait untuk mendapatkan respons publik," jelas Liew.

Jika disetujui oleh Dewan Rakyat, hukuman tersebut akan diganti dengan minimal 30 tahun penjara.

Kalangan konservatif menentang rencana penghapusan ini. Dari pemungutan suara daring yang diadakan oleh The Strait Times, sebanyak 82% dari 22.000 responden menyatakan ketidaksetujuan mereka.

Perdebatan mengenai isu ini memanas setelah adanya kasus kematian bayi sembilan bulan yang disiksa secara fisik dan seksual oleh seorang pengasuh anak.

Sponsored

Anggota parlemen dari Partai Aksi Demokratis (DAP) Ramkarpal Singh menyebut, hukuman mati seharusnya tetap diberlakukan bagi kejahatan pembunuhan yang melibatkan korban anak.

"Saya selalu mendorong penghapusan hukuman mati. Tapi dalam kasus seperti ini, menurut saya tetap perlu menjatuhkan hukuman mati. Demikian juga dalam kasus-kasus istimewa, terutama pembunuhan sadis, asalkan bukti terhadap pelanggar tidak diragukan lagi," jelasnya pada Minggu (11/11).

Gerakan untuk meniadakan hukuman mati sudah ada sejak 2012, saat koalisi Barisan Nasional masih duduk di kursi pemerintahan. 

Beberapa lembaga swadaya masyarakat (LSM) dan aktivis HAM juga telah meminta bantuan oposisi untuk mendukung rencana penghapusan hukuman mati.

Presiden Persatuan Hak Asasi Manusia Nasional (HAKAM) Gurdial Singh Nijar mengatakan bahwa "Sebuah hukuman mati tidak dapat ditarik kembali. Ada kasus-kasus di mana orang yang tidak bersalah dijatuhi hukuman mati. Hidup mereka yang tak bersalah jadi berisiko."

Gurdial berpendapat, meski keluarga korban pembunuhan menderita rasa kehilangan yang besar dan mungkin mengalami trauma, tetapi eksekusi mati tidak akan membantu proses penyembuhan atau pun menghilangkan rasa sakit mereka.

"Mungkin ada cara lain negara dapat membantu para keluarga terutama keluarga korban pembunuhan, seperti penyediaan dana yang sekarang digunakan untuk proses eksekusi yang mahal," lanjutnya.

Tetapi bagi Ramkarpal, kekhawatiran keluarga korban pembunuhan juga perlu dipertimbangkan. Dia mengatakan, penghapusan hukuman mati ini dapat memberi kesan yang salah bahwa kejahatan tersebut tidak dianggap serius oleh negara. 

Wakil Menteri Pertahanan Liew Chin Tong menyebut, hingga bulan Oktober lalu terdapat 1.279 tahanan hukuman mati, dari jumlah tersebut sebanyak 932 dihukum karena perdagangan narkoba, 317 karena pembunuhan, 13 karena kepemilikan senjata ilegal, dan lima karena penculikan. Ada pula sembilan sisanya dihukum karena diduga berkhianat terhadap negara dan sisanya terlibat dalam perampokan dan pembunuhan. (The Straits Times)

Berita Lainnya
×
tekid