sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

100 pria bersenjata bantai 41 orang di Mali

Serangan yang terjadi pada Senin (17/6) malam waktu setempat di Desa Yoro dan Desa Gangfani 2, Mali tengah.

Valerie Dante
Valerie Dante Rabu, 19 Jun 2019 09:57 WIB
100 pria bersenjata bantai 41 orang di Mali

Sekitar 100 pria bersenjata yang mengendarai sepeda motor menyerang dua desa di Mali tengah. Setidaknya 41 orang tewas di wilayah ini, tempat ketegangan antaretnis melonjak dalam beberapa bulan terakhir.

Serangan pada Senin (17/6) malam waktu setempat di Desa Yoro dan Desa Gangfani 2 memperburuk situasi keamanan di Mali tengah.

Pasalnya, selain ada milisi etnis yang membantai warga sipil dari kelompok etnis berbeda, kelompok ekstremis agama pun aktif beroperasi di sana.

Wali Kota Yoro Issiaka Ganame menyatakan serangan pada Senin menewaskan 24 warga etnis Dogon. Sedangkan 17 orang lainnya tewas di Gangfani 2.

"Sekitar 100 pria bersenjata yang tidak dikenal berkeliling menggunakan sepeda motor, mereka tiba-tiba menyerang Yoro dan menembaki penduduk," kata Ganame. "Kemudian mereka pergi ke Gangfani 2 yang berjarak sekitar 15 kilometer dari Yoro."

Dalam beberapa bulan terakhir, kekerasan antara etnis Dogon dan Fulani meningkat. Penyerang yang diyakini beretnis Fulani menyerbu sebuah desa yang dihuni mayoritas etnis Dogon pekan lalu. Insiden itu menewaskan sedikitnya 35 orang.

Pada Maret, tersangka anggota milisi Dogon membunuh lebih dari 150 warga etnis Fulani di dua desa di Mali bagian tengah. Pembunuhan itu merupakan salah satu tindakan pertumpahan darah terburuk dalam sejarah negara itu.

Presiden Mali Ibrahim Boubacar Keita telah bersumpah untuk melucuti senjata para milisi, tetapi hingga kini pemerintah kesulitan melakukannya. Kelompok-kelompok etnis tersebut dipandang sebagai pelindung bagi sejumlah komunitas lokal yang tidak percaya pemerintah.

Sponsored

Pada Selasa (11/6), karena ada ancaman pembunuhan, dua serikat buruh yang mewakili para pegawai negeri menyerukan para administrator negara di Mopti untuk meninggalkan pos mereka dan turun ke ibu kota, Bamako.

"Presiden Keita mengatakan dia akan melucuti semua milisi. Kami mencatat itu dan menunggu pelucutan senjata milisi dan implementasi langkah-langkah perlindungan," ujar Sekretaris Jenderal Sindikat Nasional Administrasi Sipil Ousmane Christian Diarra.

Pada 2013, pasukan Prancis melakukan intervensi di Mali, yang merupakan bekas koloni negara itu. Intervensi Prancis bertujuan untuk mendorong mundur gerakan ekstremis agama dari wilayah utara Mali.

Namun, sejak intervensi itu, para militan berkumpul kembali dan melakukan penyerangan di sejumlah wilayah utara dan tengah Mali dan memicu ketegangan di antara berbagai komunitas.

Sumber : Reuters

Berita Lainnya
×
tekid