sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

44 demonstran Hong Kong didakwa lakukan kerusuhan

Persidangan pada Rabu menandai pertama kalinya pihak berwenang menggunakan tuduhan kerusuhan dalam protes menentang RUU ekstradisi.

Valerie Dante
Valerie Dante Rabu, 31 Jul 2019 15:24 WIB
44 demonstran Hong Kong didakwa lakukan kerusuhan

Pada Rabu (31/7), ratusan demonstran berkumpul di luar gedung Pengadilan Magistrasi Timur sejak pukul 09.00 untuk memrotes penangkapan 44 orang yang dituduh melakukan tindak kerusuhan dalam bentrokan dengan polisi pada akhir pekan lalu.

Persidangan pada Rabu menandai pertama kalinya pihak berwenang menggunakan tuduhan kerusuhan dalam serangkaian protes yang menentang RUU ekstradisi. RUU itu akan memungkinkan warga atau orang yang berada di Hong Kong diekstradisi dan diadili di pengadilan China daratan.

Tuduhan itu membuat geram para demonstran yang mendesak pemerintah menghindari penggunaan istilah "kerusuhan" untuk merujuk pada aksi protes yang terjadi.

Di bawah hukum Hong Kong, kerusuhan didefinisikan sebagai perkumpulan tiga orang atau lebih yang melanggar hukum dan perdamaian. Orang yang didakwa melakukan kerusuhan dapat dijatuhi hukuman penjara maksimal 10 tahun.

Meskipun 44 orang didakwa melakukan kerusuhan, hanya 23 demonstran yang disidang pada Rabu. Belum jelas apakah sisanya akan disidang pada lain hari.

Sebagian besar dari mereka yang didakwa merupakan mahasiswa, sisanya termasuk seorang pilot, guru, perawat dan koki.

Hasil dari persidangan pada Rabu menyatakan bahwa sebanyak 23 orang yang didakwa akan dibebaskan dengan jaminan US$175. Beberapa dari mereka tidak diperbolehkan meninggalkan Hong Kong dan harus mematuhi jam malam yang berlaku dari tengah malam hingga pukul 06.00.

Pada Selasa (30/7) malam waktu setempat, ratusan orang mengepung dan melemparkan telur ke kantor polisi di Kwai Chung sambil meneriakkan, "Free the martyrs" dalam aksi protes yang menentang penangkapan tersebut.

Sponsored

Polisi menggunakan semprotan merica untuk mencoba membubarkan massa. Seorang polisi dilaporkan mengacungkan senapan ke arah para pemrotes. 

Dalam pernyataan pada Selasa, polisi mengungkapkan bahwa orang-orang yang menghadapi tuduhan kerusuhan ditangkap karena terlibat dalam pembuatan penghalang jalan, merusak pagar, merusak rambu-rambu jalan dan menyerang petugas polisi menggunakan batu bata dan tongkat besi dalam kerusuhan pada Minggu (28/7).

Pada awalnya sebanyak 49 orang, yakni 32 pria dan 17 wanita, ditangkap pada Minggu. Polisi tidak mengesampingkan kemungkinan akan melakukan penangkapan lebih lanjut. Saat ini mereka sedang menyelidiki empat orang lainnya yang dibebaskan dengan jaminan.

Polisi menembakkan gas air mata dan peluru karet pada Minggu dalam upaya melindungi kantor penghubung China dari amukan pengunjuk rasa yang berusaha merusak bangunan tersebut.

Demonstrasi, yang telah berlangsung sejak dua bulan lalu, awalnya merupakan penentangan atas RUU ekstradisi dan kini telah berkembang menjadi bentuk protes yang lebih luas.

Serangkaian protes yang terjadi secara terus-menerus telah mengganggu bisnis, memberikan tekanan pada pemerintah kota, dan membuat kepolisian kewalahan.

Selain menyerukan agar RUU ekstradisi dicabut secara permanen, pengujuk rasa juga menuntut pengunduran diri Kepala Eksekutif Hong Kong Carrie Lam, penyelidikan independen terhadap dugaan kekerasan berlebihan yang digunakan polisi dalam menangani pemrotes dan pembebasan tanpa syarat bagi semua orang yang ditangkap.

Pemblokiran layanan kereta 

Sebelumnya, pada Selasa, ratusan pengunjuk rasa dilaporkan memblokir layanan kereta pada jam sibuk di pagi hari.

"Kami tidak tahu berapa lama kami akan tinggal di sini, kami tidak punya pemimpin. Seperti yang Anda saksikan, ini adalah gerakan massa sekarang," ungkap Sharon, seorang pemrotes berusia 21 tahun yang mengenakan masker. "Bukan tujuan kami untuk membuat orang tidak nyaman, tetapi kami harus menjadikan pihak berwenang paham mengapa kami melakukan protes. Kami akan melanjutkan ini selama dibutuhkan."

Operator kereta MTR Corp mengakui bahwa sejumlah layanan terganggu dan penumpang didesak untuk menggunakan sarana transportasi lain.

Hong Kong terjerumus ke dalam krisis politik terburuknya dalam beberapa dekade terakhir akibat serangkaian protes yang terjadi.

Pada Senin (29/7), China kembali menegaskan dukungan pemerintahnya untuk Lam dan kepolisian Hong Kong. Beijing juga meminta masyarakat kota itu untuk menentang kekerasan.

Menurut survei yang dirilis Public Opinion Research Institute pada Selasa, popularitas Lam telah merosot ke rekor terendah. Survei yang dilakukan antara 17-19 Juli itu menunjukkan popularitas Lam di angka 30,1, turun dari 33,4 pada awal Juli.

Selama beberapa tahun terakhir, warga Hong Kong semakin khawatir atas semakin tergerusnya kebebasan kota itu. Pasalnya, pada 1997, Hong Kong dikembalikan ke China di bawah kesepakatan "satu negara, dua sistem" yang menjamin kebebasan yang tidak dapat diperoleh di Beijing.

China membantah ikut campur urusan Hong Kong dan menyatakan bahwa serangkaian demonstrasi yang telah terjadi merusak kondisi ekonomi kota itu. (Reuters, The Guardian, dan The Straits Times)

Berita Lainnya
×
tekid