sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Akibat Macron, negara Islam ramai-ramai boikot produk Prancis

Langkah ini merespons sikap Presiden Prancis yang membela kartun Nabi Muhammad saw.

Valerie Dante
Valerie Dante Selasa, 27 Okt 2020 18:52 WIB
Akibat Macron, negara Islam ramai-ramai boikot produk Prancis

Seruan memboikot barang-barang Prancis tumbuh di beberapa bagian negara Islam sebagai bentuk protes setelah Presiden Emmanuel Macron secara terbuka membela kartun Nabi Muhammad saw, yang dianggap sebagai penghujatan dalam Islam.

Macron membuat pernyataan itu pekan lalu sebagai penghormatan kepada guru sekolah menengah, Samuel Paty, yang kepalanya dipenggal dalam serangan teror di pinggiran utara Paris, awal Oktober 2020. Paty dibunuh setelah menunjukkan kartun nabi di kelas tentang kebebasan berekspresi.

Macron menegaskan, Prancis tidak akan menghapus karikatur dan berjanji mengatasi Islamisme ekstrem di negaranya. Pernyataannya itu memicu demonstrasi dan memicu boikot di negara-negara mayoritas muslim.

"Saya menyerukan kepada orang-orang, jangan mendekati barang-barang Prancis, jangan membelinya," kata Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan, saat berpidato di Ibu Kota Ankara, Senin (26/10). "Para pemimpin Eropa harus menghentikan Macron dan kampanye kebenciannya."

Di Kuwait, jaringan hipermarket nonpemerintah mengatakan, lebih dari 50 gerainya berencana memboikot produk Prancis. Kampanye serupa juga sedang berlangsung di Yordania, di mana beberapa toko grosir menggantungkan tanda-tanda yang menyatakan mereka tidak menjual barang-barang Prancis.

Berbagai toko di Qatar melakukan hal sama, termasuk jaringan supermarket Al Meera, yang memiliki lebih dari 50 cabang di negara Arab tersebut. Qatar University pun menyatakan, mereka menunda Pekan Budaya Prancis tanpa batas waktu.

Pembunuhan Paty menghidupkan kembali ketegangan seputar sekularisme dan Islamofobia di Prancis, tetapi kemarahan publik di negara-negara Islam atas penanganan serangan oleh Macron mengancam akan menjadikannya masalah diplomatik dan ekonomi.

Dalam sebuah pernyataan yang dikeluarkan pada Minggu (25/10), Kementerian Luar Negeri (Kemlu) Prancis menyebut, boikot produk yang sedang berlangsung sebagai tindakan yang tidak dapat dibenarkan dan menuntut segera diakhiri.

Sponsored

Kemlu Prancis menilai, reaksi tersebut mendistorsi pernyataan Macron untuk tujuan politik dan posisi yang dipertahankan Prancis adalah mendukung kebebasan hati nurani,  berekspresi, beragama, dan penolakan panggilan untuk kebencian.

Pernyataan itu menambahkan, kebijakan Macron ditujukan untuk memerangi Islamisme radikal dan bertujuan melakukannya bersama-sama dengan muslim yang berada di Prancis, yang merupakan bagian integral dari masyarakat dan sejarah "Kota Mode".

"Kami tidak akan menyerah," kata Macron di Twitter, Minggu. "Kami menghormati semua perbedaan dalam semangat perdamaian. Kami tidak menerima perkataan yang mendorong kebencian dan mempertahankan perdebatan yang masuk akal. Kami akan selalu berpihak pada martabat manusia dan nilai-nilai universal."

Kematian Paty memicu tindakan keras keamanan di Prancis, di mana para pejabat menargetkan pidato kebencian di media sosial dan organisasi nirlaba yang kemungkinan terkait dengan Islamisme.

Karikatur Nabi Muhammad saw yang digunakan Paty di kelasnya awalnya muncul di Charlie Hebdo dan menjadi alasan di balik serangan teror terhadap kantor majalah tersebut pada 2015 yang menewaskan 12 orang. Macron dengan keras membela hak menampilkan kartun semacam itu di Prancis pada acara peringatan Paty.

"Prancis akan terus melakukan perdebatan yang penuh kasih, argumen yang masuk akal," katanya. "Kami tidak akan menghapus karikatur, gambar, bahkan jika pihak lain melakukannya."

Yordania, Pakistan, Mesir, dan Iran termasuk di antara negara-negara Islam yang mengutuk Prancis atas penerbitan karikatur tersebut serta atas tanggapan Macron.

"Kami mengutuk publikasi kartun satir yang menggambarkan Nabi Muhammad saw," twit Menteri Luar Negeri Yordania, Ayman Al-Safadi, Sabtu (24/10).

Namun, sesama pemimpin Eropa buka suara dan mendukung Macron, termasuk Kanselir Jerman, Angela Merkel, yang juru bicaranya dengan cepat mengutuk komentar Erdogan pada Senin.

Menteri Luar Negeri Jerman, Heiko Maas, mengatakan, Berlin mendukung Paris. Para pemimpin Yunani dan Austria juga menyatakan dukungannya kepada Macron. (CNN)

Berita Lainnya
×
tekid