sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

AS peringatkan Iran agar tak kembangkan senjata nuklir

"Kami tidak mengizinkan Iran untuk mengembangkan senjata nuklir."

Gema Trisna Yudha
Gema Trisna Yudha Kamis, 07 Jun 2018 12:23 WIB
AS peringatkan Iran agar tak kembangkan senjata nuklir

Amerika Serikat (AS) yang khawatir Iran melakukan pengembangan senjata nuklir, memperingatkan agar tak meneruskan rencana mereka. Iran memang telah mengumumkan akan kembali membuka aktivitas nuklirnya dengan meningkatkan pengayaan uranium.

Aktivitas nuklir Iran ini dilakukan setelah AS keluar dari kesepakatan nuklir Iran atau Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA) yang ditandatangani pada 2015 lalu. Menyusul langkah tersebut, AS juga telah menjatuhkan sejumlah sanksi terhadap Teheran.

"Kami mendapat laporan Iran berencana meningkatkan kapasitas pengayaan uraniumnya. Kami tidak mengizinkan Iran untuk mengembangkan senjata nuklir. Iran sadar akan tekad kami," kata Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo dikutip Sputniknews, Kamis (7/6).

Adapun upaya Iran untuk kembali mengaktifkan reaktor nuklirnya, dilakukan dengan memulai produksi uranium hexaflouride atau UF6, yang akan menjadi bahan bakar reaktor tersebut. 

Hanya saja, ada laporan yang menyebut hal tersebut merupakan kamuflase Iran untuk menutupi pengembangan senjata nuklir mereka. UF6 juga disebut dapat digunakan sebagai bahan senjata.

Juru bicara Badan Energi Atom Iran (AEOI), Behrouz Kamalvandi mengatakan, aktivasi program nuklir Iran tersebut dilakukan atas perintah Pemimpin Tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei.

"Iran telah mengumumkan proses peningkatan kapasitas (uranium) untuk produksi UF6 pada Badan Energi Atom Internasional, yang akan mulai dilakukan pada Selasa," katanya. 

Namun Kamalvandi menampik upaya ini dilakukan Iran sebagai bagian dari pengembangan senjata nuklir mereka. Hanya saja, ia menegaskan keputusan Iran untuk membatasi diri dalam pengembangan nuklirnya, hanya akan dilakukan jika pihak-pihak lain juga memegang komitmen terhadap kesepakatan JCPOA

Sponsored

Pada 2015 lalu, Iran menandatangani JCPOA bersama enam negara lain, yaitu AS, Rusia, China, Prancis, Inggris, dan Jerman. Namun pada Mei 2018 lalu, AS di bawah kepemimpinan Donald Trump memutuskan keluar dari kesepakatan tersebut. 

AS menilai kesepakatan yang digagas pendahulunya, Barrack Obama, sebagai kesepakatan yang cacat. AS memberi syarat nota kesepakatan diubah dengan tujuan lebih mengekang Iran, tak cuma dari segi kemampuan nuklir. Setelah keluar, AS memberi 12 ultimatum yang mengandung empat butir inti. Pertama, Iran harus benar-benar menghentikan program nuklir yang sempat mereka kembangkan. Kedua, Iran harus menghentikan pengembangan sistem rudal balistik berkemampuan nuklir.

Ketiga, dukungan Iran terhadap sejumlah pasukan yang dicap teroris oleh AS, yang tersebar di Timur Tengah, harus dihentikan. Hizbullah, Hamas, dan Jihad Islam, termasuk dalam pasukan yang dimaksud. Lalu keempat, AS menginginkan gangguan Iran terhadap mitra dekatnya di kawasan juga dihentikan, yaitu terhadap Arab Saudi dan Israel. Caranya adalah dengan menghentikan dukungan terhadap pemberontak Houthi Yaman yang berkonflik dengan Saudi, serta menarik semua pasukan di Suriah, baik militer Iran maupun milisi yang didukung Iran, yang dinilai menjadi ancaman bagi Israel.

AS mengancam akan memberi sanksi berat yang belum pernah ada sebelumnya. Namun Iran tak terima dan tetap mengabaikan ultimatum tersebut. 

Teheran juga mengacuhkan seruan agar mereka menghentikan pengembangan senjata rudal balistik mereka. Ayatollah Ali Khamenei bahkan mengancam siapapun yang mengusik program rudal Iran, akan menerima balasan yang lebih besar. 

Iran memang terus mengembangkan kemampuan rudalnya. Shahab 3, salah satu rudal balistik Iran, dilaporkan telah memiliki daya jangkau hingga 2.000 km. Hal ini memicu kekhawatiran ke sejumlah negara Eropa, karena rudal tersebut dapat secara langsung menghancurkan target di wilayah tersebut.

Berita Lainnya
×
tekid