sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Bubarkan pedemo, polisi Myanmar kembali pakai meriam air

Beberapa demonstran mengalami luka-luka imbas penggunaan meriam air (water cannon). Namun, belum dilaporkan terjadinya kerusuhan.

Valerie Dante
Valerie Dante Selasa, 09 Feb 2021 14:54 WIB
Bubarkan pedemo, polisi Myanmar kembali pakai meriam air

Polisi di Myanmar menembakkan meriam air (water cannon) untuk membubarkan pengunjuk rasa yang turun ke jalan meskipun militer melarang pertemuan publik secara besar-besaran.

Militer Myanmar, yang kerap disebut Tatmadaw, melarang pertemuan lebih dari lima orang di seluruh bagian Yangon dan Mandalay. Mereka juga memberlakukan jam malam.

Demonstrasi pada Selasa (9/2) menandai hari keempat berturut-turut protes massal setelah militer menggulingkan pemimpin de facto, Aung San Suu Kyi, dalam kudeta pada Senin (1/2). Para pengunjuk rasa pun menyerukan pemulihan demokrasi.

Stasiun televisi milik pemerintah sebelumnya memperingatkan, pihak berwenang akan menindak mereka yang melanggar hukum. Meskipun militer memberikan peringatan seperti itu, banyak pengunjuk rasa yang tidak mundur.

Di Kota Bago, kerumunan besar berhadapan dengan polisi yang menembakkan meriam air. Cara serupa digunakan dalam mengatasi pengunjuk rasa di Ibu Kota Naypyitaw. Media lokal, Myanmar Now, melaporkan, sejumlah pedemo terluka akibatnya.

Di kota-kota lain di Myanmar, seperti Yangon dan Mandalay, pengunjuk rasa terus berkumpul dalam kerumunan besar untuk menentang kudeta militer.

"Kami tidak khawatir dengan peringatan mereka. Itu sebabnya kami keluar hari ini. Kami tidak dapat menerima alasan mereka mengklaim adanya penipuan pemilu. Kami tidak ingin ada kediktatoran militer," kata seorang guru, Thein Win Soe, yang turut ikut serta dalam demo pada Selasa.

Polisi menggunakan meriam air untuk pertama kalinya pada Senin (8/2), setelah puluhan ribu orang melakukan demonstrasi di beberapa kota besar dan kecil.

Sponsored

Pemimpin junta, Jenderal Min Aung Hlaing, memperingatkan, tidak ada yang dibolehkan melanggar hukum, meskipun dia belum mengeluarkan ancaman langsung kepada pengunjuk rasa.

Pada Senin, dalam pidato pertamanya di televisi sejak kudeta, Jenderal Min menegaskan, perebutan kekuasaan dibenarkan dengan dalih kecurangan dalam pemilu pada November 2020.

Dia mengatakan, komisi pemilihan telah gagal menyelidiki kecurangan daftar pemilih dalam pemilu tahun lalu.

Sebelumnya, komisi pemilihan mengatakan, tidak ada bukti yang mendukung klaim penipuan yang dituduhkan militer.

Jenderal Min menjanjikan pemilu baru yang diawasi komisi pemilihan yang telah direformasi. Dia mengatakan, militer akan menyerahkan kekuasaan kepada pemenang.

Dirinya menambahkan, pemerintahannya akan berbeda dari junta militer yang sebelumnya, yang memerintah Myanmar selama 49 tahun.

Min mengklaim, Myanmar akan mencapai demokrasi yang benar dan disiplin di bawah pemerintahan militer yang sekarang.

Sejak Senin, ribuan orang berkumpul di ibu kota untuk melakukan pemogokan nasional, dengan kota-kota lain seperti Mandalay dan Yangon juga melaporkan jumlah yang signifikan. Para pengunjuk rasa, termasuk guru, pengacara, pejabat bank, dan pegawai pemerintah.

Beberapa cedera dilaporkan, tetapi tidak ada laporan kerusuhan yang terjadi. (BBC)

Berita Lainnya
×
tekid