sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

China dan Rusia klaim pulangkan ribuan pekerja Korea Utara

Amerika Serikat dalam beberapa tahun terakhir mendorong agar sanksi terhadap Korea Utara diperkuat.

Khairisa Ferida
Khairisa Ferida Rabu, 27 Mar 2019 12:14 WIB
China dan Rusia klaim pulangkan ribuan pekerja Korea Utara

China dan Rusia telah mengirim pulang lebih dari setengah dari pekerja Korea Utara mereka yang kemungkinan mencapai puluhan ribu orang. Demikian menurut laporan-laporan yang disampaikan kepada Komite Sanksi DK PBB tentang Korea Utara.

Laporan Rusia menyebutkan bahwa jumlah pekerja Korea Utara dengan izin kerja yang sah menurun dari 30.023 menjadi 11.490 orang.

Dalam laporannya, China, sekutu terkuat Korea Utara mengatakan lebih dari separuh warga Korea Utara yang berpenghasilan telah dipulangkan.

Seorang diplomat PBB mengonfirmasi kepada CNN bahwa laporan satu halaman dari Beijing dan Moskow dikirim ke komite, sebagaimana disyaratkan oleh resolusi DK PBB Desember 2017 yang menuntut pemulangan seluruh pekerja Korea Utara pada akhir tahun ini.

Reuters merupakan pihak yang pertama kali melaporkan hal ini.

Laporan China juga mencatat bahwa mereka tidak ingin rincian mereka dipublikasikan. Juru bicara Kementerian Luar Negeri China Geng Shuang pada Selasa (26/3) menuturkan bahwa Tiongkok dengan setia dan tegas menerapkan sanksi PBB terhadap Korea Utara.

Amerika Serikat dalam beberapa tahun terakhir mendorong agar sanksi terhadap Korea Utara diperkuat.

Pada Kamis (21/3), AS menjatuhkan sanksi kepada dua perusahaan pelayaan Tiongkok yang dituduh membantu Korea Utara menghindari restriksi, meskipun twit Donald Trump kemudian menimbulkan kebingungan seputar isu ini.

Sponsored

Pada 22 Maret, Trump mentwit, "Hari ini diumumkan oleh Kementerian Keuangan AS bahwa sanksi tambahan skala besar akan ditambahkan ke sanksi yang sudah ada bagi Korea Utara. Hari ini saya telah memerintahkan penarikan sanksi tambahan tersebut!."

Sementara itu, Penasihat Keamanan Nasinal AS John Bolton lewat Twitter mengatakan, "Setiap orang harus mencermati dan meninjau tindakan mereka sendiri untuk memastikan mereka tidak terlibat dalam menghindari sanksi terhadap Korea Utara."

AS meyakini bahwa Korea Utara memiliki sekitar 100.000 pekerja di luar negeri, dengan mayoritas berada di China dan Rusia. 

Pekerja Korea Utara yang ada di luar negeri dipandang sebagai sumber pendanaan bagi program nuklir dan rudal negara itu, sehingga memulangkan mereka dianggap memangkas jalur vital bagi rezim.

Kementerian Luar Negeri AS sebelumnya menggambarkan tenaga kerja Korea Utara di Rusia layaknya budak.

Korea Utara telah lama menginginkan penghapusan sanksi PBB yang telah mencekik ekonomi mereka, menggambarkannya sebagai pelanggaran kedaulatan.

Pemerintahan Trump menyalahkan perbedaan sikap atas sanksi sebagai pemicu kegagalan KTT kedua AS-Korea Utara pada 27-28 Februari di Hanoi, Vietnam.

Pada Selasa kemarin, seorang pejabat senior Korea Utara tiba di Beijing, di mana dia kemungkinan akan bertemu dengan Perwakilan Khusus AS Stephen Biegun yang juga ada di kota yang sama.

Jika pertemuan tersebut terjadi, maka itu akan menjadi kontak resmi pertama antara kedua negara sejak KTT Vietnam. 

Pejabat senior Korea Utara itu diyakini adalah Ri Su-yong, wakil ketua Komite Pusat Partai Buruh. Ketibaan delegasi Korea Utara di Bandara Internasional Beijing disambut oleh Dubes Korea Utara untuk China Ji Jae-ryong dan liaison officer Partai Komunis China.

Biegun sendiri pada Rabu (27/3) dilaporkan bertemu dengan Kong Xuanyou, Wakil Menteri Luar Negeri dan juga kepala negosiator, untuk membahas perkembangan sejak runtuhnya KTT kedua AS-Korea Utara. (CNN dan The Chosunilbo)

Caleg Pilihan
Berita Lainnya
×
tekid