sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Coronavirus: AS pertimbangkan larang terbang ke China

AS belum menyampingkan opsi apa pun, termasuk penangguhan penerbangan ke China.

Valerie Dante
Valerie Dante Rabu, 29 Jan 2020 11:00 WIB
Coronavirus: AS pertimbangkan larang terbang ke China

Pada Rabu (29/1), Komisi Kesehatan Nasional China menyatakan bahwa korban jiwa dari coronavirus jenis baru naik menjadi 132 dengan total 5.974 kasus yang terkonfirmasi. Peningkatan tersebut menambah tekanan bagi Beijing untuk mengendalikan penyebaran wabah itu.

Sumber pemerintahan AS yang dekat dengan persoalan ini menyebut bahwa Gedung Putih mengadakan pertemuan harian untuk membahas situasi terbaru penyebaran wabah. Mereka juga memantau penerbangan China-AS.

Gedung Putih disebut tengah mempertimbangkan apakah akan menangguhkan seluruh penerbangan ke Tiongkok. Sebelumnya pada Selasa (28/1), Washington menyatakan tidak akan menangguhkan lalu lintas udara antara kedua negara.

Namun, dua pejabat AS menuturkan bahwa pemerintah belum menyampingkan opsi apa pun, termasuk penangguhan penerbangan, jika data lapangan mendukung untuk mengambil langkah tersebut.

AS menyatakan pihaknya sedang memperluas screening bagi seluruh kedatangan dari China dari lima menjadi 20 bandara.

"Seluruh opsi untuk menangani penyebaran penyakit menular tetap berada di atas meja, termasuk pembatasan perjalanan," kata Menteri Kesehatan AS Alex Azar.

Kekhawatiran akan penyebaran coronavirus jenis baru telah mendorong sejumlah maskapai penerbangan di seluruh dunia untuk mengurangi penerbangan ke China. Selain itu, beberapa perusahaan global juga membatasi perjalanan karyawan mereka ke negara itu.

United Airlines mengatakan pihaknya menangguhkan sejumlah penerbangan antara AS-China selama satu minggu mulai 1 Februari karena penurunan pembelian tiket yang signifikan.

Sponsored

Coronavirus yang pertama kali terdeteksi di Kota Wuhan, Provinsi Hubei, tersebut juga telah menyebar ke sejumlah negara antara lain Thailand, Singapura, Taiwan, AS, Australia, Jepang, Korea Selatan, Malaysia, Prancis, Vietnam, Kamboja, Kanada, Nepal, Jerman, dan Sri Lanka.

Di Jerman, empat orang dari perusahaan yang sama terinfeksi setelah salah satu dari mereka terjangkit usai mengunjungi China. Kasus-kasus tersebut meningkatkan kekhawatiran tentang penyebaran virus dari manusia ke manusia yang dapat ditularkan melalui batuk atau bersin.

Pemerintah sejumlah negara, seperti Prancis dan Jepang, sedang mengatur evakuasi warganya. Ada pun Hong Kong telah menutup perbatasannya dengan China untuk mencegah penyebaran coronavirus.

Kedutaan Besar AS di Beijing mengatakan bahwa sebuah pesawat sewaan akan menjemput staf konsulernya pada Rabu. Sementara itu, Komisi Eropa menjelaskan, mereka akan membantu mendanai dua pesawat untuk memulangkan warga Eropa, dengan 250 warga Perancis berangkat pada penerbangan pertama.

Dikenal sebagai 2019-nCoV, coronavirus jenis baru muncul di Wuhan pada akhir 2019. Kota itu merupakan rumah bagi 11 juta orang.

Otoritas China mengarantina 15 kota di Provinsi Hubei untuk menahan penyebaran epidemi tersebut. Sebagian besar kematian dan pasien coronavirus dilaporkan berada di provinsi itu.

Coronavirus diyakini berasal dari hewan. Komisi Kesehatan China mengatakan, pasar makanan laut di Wuhan, di mana satwa liar diperdagangkan secara ilegal, menjadi pusat penyebaran virus.

Para ahli menilai, masih terlalu dini untuk memprediksi total angka kematian yang dapat dicapai virus tersebut karena masih banyak kasus yang belum terdeteksi.

Menurut media pemerintah China, dalam pertemuan dengan Direktur Jenderal Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Tedros Adhanom Ghebreyesus di Beijing pada Selasa, Presiden Xi Jinping menyebut virus itu sebagai "iblis".

"China akan memperkuat kerja sama internasional dan menyambut partisipasi WHO dalam pencegahan penyebaran virus ... China yakin akan memenangkan pertempuran melawan virus tersebut," jelas media pemerintah Tiongkok. (Reuters dan CNBC)

Berita Lainnya
×
tekid