CPJ: China penjarakan 48 jurnalis pada 2019

Laporan Committee to Protect Journalists (CPJ) yang terbit pada Rabu (11/12) menyatakan bahwa China memenjarakan sedikitnya 48 jurnalis pada 2019, jumlah itu lebih tinggi dari negara mana pun.

Menurut laporan tahunan itu, secara total, setidaknya ada 250 jurnalis yang dipenjara pada 2019. Angka itu merupakan penurunan dari laporan yang mencatat sebanyak 255 jurnalis dipenjara pada 2018.

Laporan tersebut menyatakan bahwa jumlah penangkapan jurnalis terus meningkat sejak Presiden Xi Jinping memimpin China.

"Tindakan keras di Provinsi Xinjiang, di mana jutaan warga muslim telah dikirim ke kamp-kamp pengasingan, telah menyebabkan penangkapan puluhan wartawan, termasuk beberapa yang dipenjara akibat kegiatan jurnalistik yang dilakukan bertahun-tahun sebelumnya," jelas laporan itu.

Ketika diminta tanggapan dalam pengarahan media di Beijing pada Rabu, juru bicara Kementerian Luar Negeri China Hua Chunying mengatakan lembaga yang berbasis di Amerika Serikat itu tidak memiliki kredibilitas.

Hua menyebut, dia tidak dapat mengonfirmasi jumlah jurnalis yang ditahan. Dia kemudian menegaskan bahwa China adalah negara di mana aturan hukum berlaku dan tidak ada pihak yang berada di atas hukum.

"Anda seharusnya merasa beruntung kerja di Beijing dan bukan di Washington," kata dia kepada para wartawan.

Lebih lanjut, laporan CPJ mencatat, pada 2019, Turki memenjarakan 47 jurnalis, Arab Saudi dan Mesir masing-masing 26 jurnalis, Eritrea 16 jurnalis, Vietnam 12 jurnalis, dan Iran dengan 11 jurnalis.

CPJ menyatakan bahwa otoritarianisme, instabilitas, dan maraknya protes pada tahun ini telah menyebabkan kenaikan jumlah jurnalis yang dipenjara di Timur Tengah.

Sekitar 8% dari total yang dipenjara adalah wanita, turun dari 13% pada 2018. Menurut CPJ, politik, hak asasi manusia, dan korupsi adalah subjek yang paling mungkin menjatuhkan wartawan ke penjara.

Temuan CPJ tidak termasuk wartawan yang telah dibebaskan lebih awal atau jurnalis yang diculik oleh entitas non-negara seperti kelompok militan.

Sumber : Reuters