sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Cuaca dingin ekstrem tewaskan 16 orang di AS

Cuaca dingin ekstrem sebabkan 11 negara bagian di Amerika Serikat menyentuh suhu yang lebih rendah daripada suhu di Alaska.

Valerie Dante
Valerie Dante Jumat, 01 Feb 2019 15:13 WIB
Cuaca dingin ekstrem tewaskan 16 orang di AS

Musim dingin kali ini di Chicago, Amerika Serikat, membuat rumah sakit sibuk. Dokter menangani 50 korban radang dingin, termasuk beberapa pasien yang terancam kehilangan lengan atau kaki mereka. 

"Ini adalah situasi yang mengerikan," tutur Dr. Stathis Poulakidas, kepala layanan perawatan luka bakar dan cedera di Cook County Health.

Poulakidas bertugas di John H. Stroger Jr. Hospital, yang dapat menangani hingga 150 kasus radang dingin dalam tahun yang buruk. Menurutnya, kondisi sekarang ini adalah salah satu dari tahun buruk itu.

Setengah dari pasien yang datang selama beberapa hari terakhir adalah tunawisma, sementara sisanya merupakan pasien dengan pekerjaan yang mengharuskan mereka beraktivitas di luar.

Poulakidas mengatakan rumah sakit telah melihat cedera mengerikan pada kaki dan tangan pasien, beberapa sangat parah sehingga pasien terancam kehilangan anggota tubuh mereka.

Dalam kondisi ekstrem seperti ini, seseorang dapat terjangkit radang dingin hanya dalam waktu tiga hingga 10 menit, tergantung pada usia atau paparan dingin dan sejumlah faktor seperti sarung tangan dan kaus kaki basah, atau konsumsi alkohol.

Cuaca dingin begitu ekstrem pada Kamis (31/1) pagi hingga suhu di 11 negara bagian di Amerika Serikat menyentuh suhu yang lebih rendah daripada yang tercatat di kota paling utara, Alaska.

Menurut ahli meteorologi, Taylor Ward, suhu di Dakota, Minnesota, Illinois, Iowa, Indiana, Michigan, New Hampshire, Wisconsin, New York, dan Pennsylvania turun hingga -25 derajat Celcius. Suhu itu sama dengan suhu di Utqiagvik, sebuah kota berpopulasi 4.400 orang di Alaska.

Sponsored

Ahli meteorologi, Dave Hennen, menyebut bahwa saat puncak udara dingin pada Kamis sekitar pukul 07.00 waktu setempat, lebih dari 216 juta orang merasakan suhu udara yang turun di bawah titik beku air. Termasuk 84 juta orang yang harus beraktivitas dengan suhu di bawah 0 derajat Celcius.

Menjelang sore, sekitar 30 juta orang masih mendapat peringatan angin dingin. Jumlah ini menurun dari 140 juta orang yang diberi peringatan yang sama di pagi hari.

Untungnya, musim dingin ekstrem itu diperkirakan akan berakhir pada akhir pekan ini. Kesengsaraan perlahan-lahan akan mencair pada Jumat (1/2), dengan adanya tren peningkatan suhu.

"Hari ini adalah hari terakhir dari udara dingin ekstrem," ujar Hennen pada Kamis. "Suhu akan pulih dengan cepat di sebagian besar daerah yang terkena dingin esktrem."

Suhu di Chicago akan mengalami kenaikan hampir 75 derajat dari dingin -28,8 derajat Celcius hingga -31 derajat Celcius bahkan hingga -45 derajat Celcius pada Senin (28/1).

Atlanta, yang telah menggigil dengan suhu -28,8 derajat Celcius pada pekan ini, akan menikmati suhu di sekitar 15 derajat Celcius ketika menjadi tuan rumah Super Bowl pada Minggu (4/2).

Akan tetapi, selain mengkhawatirkan angin dingin -40 derajat Celcius, Windy City juga harus cemas akan gempa es.

Pada Rabu (30/1), beberapa warga Chicago dikejutkan oleh serangkaian ledakan besar.

"Saya pikir saya gila. Saya terjaga sepanjang malam karena terus mendengarnya," jelas warga bernama Chastity Clark melalui unggahan di Facebook. "Saya takut dan mengira suara itu berasal dari perapian. Saya menaruh semua jaket orang rumah di meja, berjaga-jaga kalau kita harus melarikan diri."

Ledakan itu mungkin adalah fenomena cuaca yang dikenal sebagai cryoseism atau gempa es. Fenomena ini terjadi ketika air di bawah tanah membeku dan mengembang, menyebabkan tanah dan batu pecah.

Cuaca dingin ekstrem pekan ini menyebabkan kematian 16 orang. Delapan dari kematian itu terjadi di Iowa pada Kamis, sebanyak empat di antaranya disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas dalam kondisi bersalju.

Menurut keterangan Patroli Iowa State Sersan Nathan Ludwig, dari empat korban jiwa tersebut, tiga orang tewas di jalan tol US 59 di Crawford County ketika sebuah mobil menyeberang ke jalur lain dan menabrak kendaraan lain sekitar pukul 05.00 waktu setempat. Sedangkan seseorang meninggal dalam kecelakaan mobil tunggal pada Kamis sore.

Pihak berwenang menyatakan, kematian terkait badai juga dilaporkan terjadi di Illinois, Michigan, Minnesota, Indiana, dan Wisconsin.

Cuaca dingin bahkan menewaskan seekor zebra di pertanian pribadi dekat Delphi, Indiana, menurut Kantor Sheriff Carroll County.  Zebra itu tersangkut di pagar besi dan setelah berkonsultasi dengan dokter hewan, diketahui bahwa udara dingin kemungkinan membekukan paru-paru zebra, membunuh hewan itu.

Hawa dingin juga melumpuhkan kantor pos dan layanan donor darah. 

Layanan Pos AS menunda pengiriman paket dan surat pada Kamis di beberapa bagian di Illinois, Indiana, Michigan, Ohio, Pennsylvania, dan Wisconsin.

Palang Merah AS mengatakan 370 kegiatan donor darah di seluruh negara itu dibatalkan karena suhu yang dingin.

"Palang Merah saat ini membutuhkan donor darah dan trombosit dari semua jenis untuk membantu memastikan perawatan medis yang menyelamatkan nyawa dan perawatan darurat tidak ditunda atau dibatalkan pada musim dingin ini," tutur juru bicara Palang Merah AS Stephanie Rendon.

Kantor pemerintah Michigan pun ditutup untuk hari kedua pada Kamis karena kondisi cuaca darurat.

Cuaca dingin ekstrem, KJRI Chicago sementara tutup kantor 

Akibat suhu yang menurun drastis, Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) Chicago menutup kantornya pada Kamis. Hal itu mereka umumkan melalui Facebook.

Sebelumnya pada Rabu (30/1), KJRI Chicago juga telah menunda waktu operasional mereka dan memberi imbauan agar WNI di Midwest tidak keluar dari rumah.

"Pastikan cadangan makanan atau minuman tersedia. Selain itu juga, pastikan heater (pemanas) bekerja dengan baik," sebut peringatan itu.

Gelombang panas terjang Australia

Ketika AS menderita cuaca dingin dengan suhu -32 derajat Celcius, Australia justru terik karena dilanda gelombang panas yang esktrem.

Pekan demi pekan, suhu terus meningkat dan menimpa delapan negara bagian. Di seluruh negeri, jalanan meleleh, infrastruktur rusak, serta hewan dan ikan mati mengalami kematian massal.

Kota Adelaide mengalami hari terpanas pada 24 Januari dengan suhu mencapai 46 derajat Celcius. Pada Jumat, Biro Meteorologi Australia mengumumkan bahwa suhu itu merupakan yang terpanas pada Januari, menyatakan cuaca seperti itu belum pernah terjadi sebelumnya.

Pada suhu di atas 40 derajat Celcius, tubuh manusia mulai mengalami kelelahan akibat hawa panas. Setelah suhu melebihi 41 derajat Celcius, tubuh mulai mengalami shut down.

Peringatan kesehatan telah dikeluarkan di seluruh Australia yang menyarankan agar warga tetap tinggal di dalam rumah selama hari itu, meminimalkan aktivitas fisik, dan tetap terhidrasi.

Sementara cuaca panas menyulitkan warga Australia, para ilmuwan memperingatkan fenomena ini bisa menjadi awal dari masalah negara jika tidak ada tindakan yang diambil untuk mencegah perubahan iklim.

Michael Grose, ilmuwan riset senior dari CSIRO Climate Science Centre, mengatakan bahwa pada 2100 suhu di Australia dapat mencapai lebih dari 40 derajat Celcius selama 22 hari per tahun.

"Bahkan di bawah skenario emisi yang sangat rendah, kami memperkirakan akan ada peningkatan dalam jumlah hari-hari panas," jelas Grose.

Dalam sebuah video yang menyebar di seluruh Australia pada Januari, dua petani membuat memohon bantuan sambil berdiri di samping Sungai Darling di New South Wales.

Mereka memegang dua ikan besar yang mati ketika suhu panas melonjak pada awal bulan. Kematian massal ikan di Sungai Darling ini hanya satu dari tiga fenomena kematian massal yang menyebabkan ribuan dari mereka membusuk di permukaan air.

"Ikan ini berumur 100 tahun, ini sungguh memalukan," tutur petani setempat, Rob McBride, dalam rekaman video tersebut.

Pihak berwenang menyalahkan kekeringan yang berkepanjangan dan kondisi cuaca, yang menyebabkan ikan mati lemas karena kekurangan oksigen dalam air. Meski begitu, ada beberapa warga lokal yang mengatakan kematian massal itu akibat pemerintah salah mengelola sistem sungai.

Ikan bukan satu-satunya korban cuaca ekstrem Australia. Di Northern Territory, bangkai puluhan kuda liar ditemukan berserakan di sepanjang lubang air yang mengering.

Di Victoria, lebih dari 2.000 rubah terbang mati karena gelombang panas. Kematian massal rubah terbang juga terjadi di New South Wales dan Queensland.

"Tidak ada hewan yang pantas menderita seperti ini. Kita harus menghentikan dampak buruk dari perubahan iklim sebelum menjadi hal yang biasa," kata Greenpeace Australia dalam pernyataan pada Selasa (29/1).

Pihak berwenang dan infrastruktur telah berjuang untuk mengatasi efek samping cuaca panas ekstrem itu. Lusinan kebakaran hutan terjadi di negara bagian selatan Tasmania, menghancurkan rumah-rumah dan hutan belantara. Menteri Utama Tasmania Will Hodgman pada Rabu memperingatkan bahwa kondisi akan memburuk.

Menghadapi tekanan dari warga Australia yang putus asa untuk menangkal udara panas, jaringan listrik negara itu bahkan mulai rusak. Listrik di ratusan ribu rumah di Victoria dan Australia Selatan terkadang mati di tengah melonjaknya permintaan aliran listrik untuk menghidupkan pendingin udara dan kipas angin.

Di tengah gelombang panas, Organisasi untuk Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan (OECD) merilis laporan berisi kritik tajam terhadap kebijakan lingkungan Australia.

Menyerukan pemerintah untuk lebih melindungi keanekaragaman hayati di negara itu dan mengurangi ketergantungan terhadap bahan bakar fosil. Laporan itu mengatakan Australia dapat kehilangan target emisi yang telah disepakati di bawah perjanjian iklim Paris.

"Negara ini akan gagal mencapai target emisi 2030 jika tidak ada upaya untuk pindah ke model karbon rendah," jelas OECD.

Perdana Menteri Australia Scott Morrison membela kebijakan perubahan iklim pemerintahnya pada Januari, mengatakan dia berkomitmen untuk menangani perubahan iklim secara global. Namun, jajak pendapat Essential Vision pada Desember 2018 menunjukkan sebanyak 53% warga Australia justru menyatakan pemerintah tidak cukup berupaya memerangi memerangi perubahan iklim global.

Ada keluhan berkala dari para pakar dan aktivis perubahan iklim, serta Partai Buruh, yang menyatakan pemerintah tidak pernah melakukan bagiannya dalam menangani persoalan iklim global.

Grose menuturkan bahwa analisis dari gelombang panas Australia yang terjadi sebelumnya menemukan bahwa fenomena itu berhubungan dengan perubahan iklim yang disebabkan oleh manusia.

"Kami memperkirakan akan terjadi lebih banyak cuaca panas ekstrem di masa depan, serta fenomena gelombang panas yang lebih besar," tutur Grose.

Belum ada tanggapan dari Menteri Lingkungan Hidup Australia Melissa Price.

"Harus berapa panas dulu sebelum pemerintah melakukan sesuatu terhadap perubahan iklim?," kata Pemimpin Partai Buruh Bill Shorten.

Shorten kemungkinan akan menjadi Perdana Menteri Australia berikutnya dalam beberapa bulan mendatang, dengan pemilu yang dijadwalkan berlangsung sebelum Mei. Partai Buruh telah berjanji untuk mengambil tindakan lebih nyata untuk menangani perubahan iklim.

Menurut Grose, jika tindakan tidak segera dilakukan, gelombang panas kemungkinan akan datang lebih sering dengan dampak yang lebih parah.

"Saya pikir (perubahan iklim) perlu ditanggapi dengan sangat serius dan dalam beberapa hal dunia mulai melangkah ke sana," katanya.

Sumber : CNN

Berita Lainnya
×
tekid