sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Demonstrasi menentang RUU ekstradisi kembali pecah di Hong Kong

Seharusnya pembahasan kedua RUU ekstradisi berlangsung hari ini, namun Dewan Legislatif Hong Kong menundanya.

Khairisa Ferida
Khairisa Ferida Rabu, 12 Jun 2019 11:10 WIB
Demonstrasi menentang RUU ekstradisi kembali pecah di Hong Kong

Ribuan pengunjuk rasa dan polisi di Hong Kong terlibat dalam kebuntuan menyusul kemarahan yang tumbuh atas RUU yang memungkinkan ekstradisi ke China.

Pada Rabu (12/6), dalam adegan yang menyerupai gerakan Payung pro-demokrasi 2014, ribuan demonstran yang kebanyakan anak muda dan mahasiswa turun ke jalan-jalan dan berusaha memblokir akses ke gedung-gedung pemerintah sebelum debat RUU yang dijadwalkan. Beberapa mengenakan masker dan helm.

Polisi dengan pakaian anti huru hara merespons dengan menggunakan semprotan merica untuk membubarkan para demonstran. Mereka mengatakan siap untuk menggunakan kekuatan.

"Perilaku ini telah melampaui ruang lingkup pertemuan damai," kata Kepolisian Hong Kong dalam sebuah twit pada Rabu.

"Kami minta (pengunjuk rasa) untuk bubar sesegera mungkin ... kalau tidak kami akan menggunakan kekuatan yang sesuai."

Dewan Legislatif (LegCo) telah menunda pembahasan kedua RUU tersebut yang sebelumnya dijadwalkan berlangsung hari ini.

LegCo pro-Beijing mengeluarkan pernyataan pada Rabu yang mengatakan bahwa pertemuan yang direncanakan berlangsung pada pukul 11:00 waktu setempat akan dijadwal ulang dan pemberitahuannya akan diumumkan kemudian.

Meskipun ada tentangan luas, pemerintah mengatakan akan terus mendorong RUU ekstradisi.

Sponsored

Media Hong Kong melaporkan bahwa pemungutan suara final diharapkan akan berlangsung pada 20 Juni, di mana LegCo diperkirakan akan meloloskan RUU tersebut.

Kemarahan massa atas RUU hingga memicu lahirnya aksi unjuk rasa terbesar di Hong Kong sejak kota itu dikembalikan ke China oleh Inggris pada 1997.

Polisi mengatakan mereka juga sedang menyelidiki ancaman pembunuhan yang dilakukan terhadap Kepala Eksekutif Hong Kong Carrie Lam dan anggota departemen kehakiman atas RUU tersebut.

Segala lapisan bersuara

Berbagai kelompok telah berbicara menentang ekstradisi ke China dalam beberapa hari terakhir termasuk lingkungan sekolah, pengacara dan bisnis.

Lebih dari 100 bisnis termasuk sebuah majalah mengatakan mereka akan tutup untuk memungkinkan staf mereka ambil bagian dalam aksi protes. Sementara itu, hampir 4.000 guru mengatakan mereka akan mogok.

Sejumlah perusahaan keuangan, termasuk HSBC, telah membuat pengaturan kerja yang fleksibel untuk hari ini.

Pada Minggu (9/6), penyelenggara mengatakan lebih dari satu juta orang turun ke jalan membawa spanduk dan menuntut pemerintah mengabaikan RUU tersebut. Adapun polisi mengklaim angka pendemo jauh lebih rendah, yaitu 240.000 orang.

Setelah protes sebagian besar damai, sejumlah pengunjuk rasa bentrok dengan polisi di luar gedung LegCo, yang mengarah ke cedera dan penangkapan.

Terkait dengan protes dan pemogokan lebih lanjut, Lam telah memperingatkan dengan mengatakan: "Saya menyerukan kepada sekolah, orang tua, lembaga, perusahaan, serikat pekerja untuk mempertimbangkan secara serius jika mereka mengadvokasi aksi radikal ini."

Dipicu kasus pembunuhan

RUU mengizinkan permintaan ekstradisi dari pihak berwenang di China, Taiwan dan Makau bagi tersangka yang dituduh melakukan kejahatan seperti pembunuhan dan pemerkosaan. Permintaan kemudian akan diputuskan berdasarkan kasus per kasus.

Pengajuan RUU ini dilakukan setelah seorang pria Hong Kong berusia 19 tahun diduga membunuh pacarnya yang berusia 20 tahun saat mereka berlibur di Taiwan bersama pada Februari tahun lalu.

Pria itu melarikan diri ke Hong Kong dan tidak dapat diekstradisi ke Taiwan karena tidak ada perjanjian ekstradisi di antara keduanya.

Para pejabat Hong Kong mengatakan pengadilan di wilayah tersebut akan memiliki keputusan akhir mengenai apakah akan memberikan permintaan ekstradisi. Mereka menekankan tersangka yang dituduh melakukan kejahatan politik dan agama tidak akan diekstradisi.

Adapun kritikus khawatir bahwa orang-orang akan dikenakan penahanan sewenang-wenang, pengadilan yang tidak adil dan penyiksaan di bawah sistem peradilan China.

Pemerintah telah berusaha meyakinkan publik dengan beberapa konsesi, termasuk berjanji untuk hanya menyerahkan buron atas pelanggaran yang membawa hukuman maksimum setidaknya tujuh tahun.

Hong Kong sendiri telah menandatangani perjanjian ekstradisi dengan 20 negara, termasuk Inggris dan AS.

Hubungan Hong Kong dan China

Hong Kong adalah koloni Inggris dari 1841 sampai kedaulatannya dikembalikan ke China pada 1997. Inti dari serah terima ini adalah persetujuan dari Undang-Undang Dasar, sebuah konstitusi mini yang memberikan otonomi luas kepada Hong Kong dan menetapkan hak-hak tertentu.

Di bawah prinsip "satu negara, dua sistem", Hong Kong mempertahankan independensi peradilannya, legislatifnya sendiri, sistem ekonominya, dan dolar Hong Kong.

Penduduknya juga diberi perlindungan hak asasi manusia dan kebebasan tertentu, termasuk kebebasan berbicara dan berkumpul.

China tetap memegang kendali atas urusan luar negeri dan pertahanan, serta visa atau izin yang diperlukan untuk perjalanan antara Hong Kong dan China.

Namun, Undang-Undang Dasar itu akan berakhir pada 2047 dan apa yang terjadi pada otonomi Hong Kong setelah itu tidak jelas.

Juru bicara kementerian luar negeri China Geng Shuang pada Senin mengatakan bahwa China akan terus mendukung pemerintah Hong Kong, menambahkan: "Kami dengan tegas menentang campur tangan pihak luar dalam urusan legislatif di wilayah tersebut."

Sumber : BBC

Caleg Pilihan
Berita Lainnya
×
tekid