sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Guterres: PBB ingin pastikan kudeta Myanmar gagal

Guterres menyesalkan, DK PBB tidak dapat menyetujui pernyataan bersama tentang kudeta Myanmar.

Valerie Dante
Valerie Dante Kamis, 04 Feb 2021 18:08 WIB
Guterres: PBB ingin pastikan kudeta Myanmar gagal

Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres mengatakan bahwa dia akan melakukan seluruh upaya untuk menekan Myanmar dan memastikan kegagalan kudeta militer yang sedang terjadi.

Myanmar jatuh kembali ke pemerintahan militer pada Senin (1/2) ketika tentara menahan pemimpin de facto, Aung San Suu Kyi, dan para petinggi sipil lainnya dalam serangkaian penangkapan pada dini hari.

"Kami akan melakukan segala yang kami bisa untuk menggerakan semua aktor kunci dan komunitas internasional untuk memberikan tekanan pada Myanmar untuk memastikan bahwa kudeta ini gagal," kata Guterres dalam percakapan dengan Washington Post, Rabu (3/2).

Sekjen PBB menyatakan, bahwa setelah pemilu pada November 2020 yang dimenangkan oleh partai pimpinan Suu Kyi, Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD), tidak dapat diterima bahwa militer berupaya menggagalkan hasil pemilu dan mengabaikan keinginan rakyat.

"Saya berharap demokrasi bisa maju lagi di Myanmar tapi untuk itu semua tahanan politik harus dibebaskan, tatanan konstitusi harus ditegakkan kembali," tambahnya.

Guterres juga menyesalkan, bahwa Dewan Keamanan PBB (DK PBB) tidak dapat menyetujui pernyataan bersama tentang kudeta Myanmar, setelah pertemuan darurat yang diprakarsai oleh Inggris.

Menurut draf teks yang diusulkan pada awal minggu untuk dinegosiasikan, DK PBB akan menyatakan keprihatinannya yang mendalam dan mengutuk kudeta tersebut.

Draf yang bocor ke media itu juga menyatakan bahwa DK PBB akan menuntut militer untuk segera membebaskan mereka yang ditahan secara tidak sah.

Sponsored

Selain itu, DK PBB juga akan menuntut agar keadaan darurat satu tahun dicabut.

Namun, hingga Rabu malam, para diplomat mengatakan bahwa negosiasi terus berlanjut antara 15 negara anggota DK PBB, terutama dengan China dan Rusia, yang pada Selasa (2/2) menolak pernyataan itu. (Channel News Asia)

Berita Lainnya
×
tekid