sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Hong Kong bersiap hadapi protes akhir pekan

Diperkirakan gelombang demonstrasi akan meningkat menjelang peringatan 70 tahun berdirinya China pada 1 Oktober.

Valerie Dante
Valerie Dante Jumat, 27 Sep 2019 18:25 WIB
Hong Kong bersiap hadapi protes akhir pekan

Hong Kong bersiap untuk menghadapi protes prodemokrasi yang akan berlangsung pada akhir pekan. Diperkirakan gelombang demonstrasi akan meningkat menjelang peringatan 70 tahun berdirinya China pada 1 Oktober.

Ribuan orang diperkirakan akan berkumpul di pusat kota pada Sabtu (28/9) malam setelah pihak berwenang memberikan izin untuk mengadakan aksi unjuk rasa di Tamar Park yang terletak di sebelah markas Dewan Legislatif Hong Kong.

Pekan ini, pusat keuangan Asia itu memperingati ulang tahun kelima dari Gerakan Payung prodemokrasi pada 2014.

Benny Tai, aktivis ternama yang dipenjara karena perannya dalam Gerakan Payung, mengatakan bahwa gerakan itu merevolusi anak-anak muda dan menjadi inspirasi bagi protes antipemerintah yang berjalan hingga saat ini.

Unjuk rasa juga diperkirakan akan berlanjut pada Minggu (29/9), menandai Hari Anti-Totaliterisme Global dengan gerakan solidaritas yang direncanakan di sejumlah kota termasuk Paris, Berlin, Taipei, New York, Kiev dan London.

Aksi protes terbesar kemungkinan akan terjadi pada 1 Oktober. Demonstran mengatakan mereka berencana menggunakan hari besar itu untuk mendorong seruan reformasi demokrasi dan mempermalukan penguasa politik di Beijing.

Pada 1 Oktober, pengunjuk rasa berencana akan menggelar pawai dari Victoria Park di Causeway Bay menuju Chater Garden yang berada dekat kantor-kantor pemerintah.

Pihak berwenang Hong Kong telah menurunkan tingkat perayaan 1 Oktober, mereka ingin menghindari mempermalukan China, terutama di saat Presiden Xi Jinping berusaha memproyeksikan citra kekuatan dan persatuan nasional.

Sponsored

Demonstrasi pro-Beijing juga direncanakan akan terjadi di Hong Kong pada akhir pekan, meningkatkan prospek terjadinya bentrokan.

Hong Kong telah dilanda gelombang demonstrasi sejak Juni. Sebagian besar aksi unjuk rasa diwarnai kekerasan dengan pemrotes memblokir jalan dan merusak stasiun kereta bawah tanah. Polisi antihuru-hara menanggapi dengan menembakkan gas air mata, semprotan merica dan meriam air untuk memukul mundur massa.

Awalnya, unjuk rasa dipicu oleh RUU ekstradisi yang kini sudah ditarik oleh pemerintah. Di bawah RUU tersebut, tersangka di Hong Kong dapat diekstradisi untuk diadili di China daratan. Sejak itu, protes berkembang menjadi gerakan prodemokrasi yang lebih luas.

Pengunjuk rasa menentang apa yang mereka lihat sebagai campur tangan China di Hong Kong dan erosi dari formula "Satu Negara, Dua Sistem" yang menjamin kebebasan yang tidak dapat dinikmati di Tiongkok.

China berulang kali menegaskan mereka berkomitmen pada formula itu dan menyangkal campur tangan. Beijing menuduh pemerintah asing, termasuk Amerika Serikat dan Inggris, sebagai pihak yang mengobarkan api kerusuhan.

Hong Kong berada di ambang resesi ekonomi pertamanya dalam satu dekade terakhir. Pada Jumat (27/9), Menteri Perdagangan Yau Tang-wah menyatakan, jumlah kedatangan wisatawan pada Agustus turun hampir setengah dari periode yang sama pada 2018.

"Jumlah kedatangan pada Agustus turun 49,6%," kata dia. "Pada awal September, turun sebesar 40%. Situasinya sangat parah."

Kerumunan yang meneriakkan slogan-slogan antipemerintah menjebak Kepala Eksekutif Hong Kong Carrie Lam di sebuah stadion pada Kamis (26/9). Hal itu terjadi setelah Lam mengadakan dialog terbuka dengan masyarakat dalam upaya meredakan kerusuhan.

Lebih dari empat jam setelah dialog terbuka itu berakhir, Lam dan sejumlah pejabat senior meninggalkan area dengan pengawalan polisi.

"Ada banyak orang di luar stadion yang ingin saya keluar dan berbicara dengan mereka. Saya mengerti bahwa setiap orang memiliki pendapat berbeda. Saya berjanji dialog ini akan berlanjut," kata Lam di Facebook.

Sumber : Reuters

Berita Lainnya
×
tekid