sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Indonesia, Australia, dan Belanda diskusi aturan berperilaku di Indo-Pasifik

Di tengah ketidakpastian global, Indonesia, Belanda, dan Australia melihat kesempatan untuk menjalin kerja sama trilateral.

Valerie Dante
Valerie Dante Rabu, 19 Des 2018 10:28 WIB
Indonesia, Australia, dan Belanda diskusi aturan berperilaku di Indo-Pasifik

Geopolitik Asia Tenggara dan Indo-Pasifik mengalami perubahan. Keagresifan China dan keraguan atas komitmen Amerika Serikat menciptakan ketidakpastian di seluruh kawasan.

Pemerintah yang berada di kawasan tengah mengkaji ulang kebijakan luar negerinya. Pergeseran keseimbangan kekuatan di Asia memiliki dampak global, mengancam melemahkan rules based order atau aturan internasional berbasis aturan umum.

Meski demikian, setiap perubahan menciptakan peluang untuk membentuk kerja sama baru. Hal inilah yang coba dibangun oleh Indonesia, Belanda, dan Australia.

"Ada aturan yang telah disepakati secara internasional namun kini berada di bawah tekanan. Kami mengkhawatirkan hal itu," jelas penasihat strategis regional Asia Tenggara bagi Kedutaan Belanda di Singapura Ernesto H. Braam di Kedutaan Besar Belanda, Jakarta, Selasa (18/12).

Sementara Wakil Duta Besar Australia untuk Indonesia Allastar Cox menuturkan bahwa dialog ini penting untuk menekankan peran hukum dan norma internasional dalam tatanan global.

"Dengan banyaknya kekacauan dan ketidakpastian di dunia, hukum dan norma internasional menjadi penting. Kami ingin bekerja sama untuk melestarikan hukum dan norma ini dalam berbagai bidang," tuturnya.

Dialog tertutup ini telah diselenggarakan melalui kerja sama Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Pusat Studi Strategis dan Internasional (CSIS), Kedutaan Besar Australia di Jakarta, serta Kedutaan Besar Belanda di Jakarta dan Singapura. Dialog diadakan dari 17-18 Desember 2018 di markas LIPI.

Setelah dua hari penyelenggaraannya, dialog ini menghasilkan enam topik atau tema yang menjadi fokus pembahasan ketiga negara. 

Sponsored

Salah satunya adalah tentang dukungan kedua negara terhadap persoalan sentralitas ASEAN.

"Kami mendukung sentralitas ASEAN yang berarti Anda adalah penguasa halaman belakang Anda sendiri. Tidak ada negara besar yang dapat mengganggu apa yang Anda lakukan di Asia Tenggara," jelas Braam.

Menurut peneliti Pusat Penelitian Politik (P2P) Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Dewi Fortuna Anwar, dialog ini dapat membawa kemajuan bagi sentralitas ASEAN. Berbeda dari dialog bilateral yang umumnya hanya menaruh perhatian pada hubungan kedua negara, diskusi trilateral ini menyadari pentingnya sentralitas ASEAN dan peran Indonesia dalamnya.

"Penting bahwa mitra dialog kami sepakat mendukung sentralitas ASEAN dan menyadari bahwa Indonesia berperan besar di ASEAN.  Diskusi ini krusial untuk berbicara tentang isu-isu yang begitu dekat dengan kita, namun dengan cara pandang baru dan ide segar dari negara yang terbilang jarang dijadikan mitra dialog yakni Australia dan Belanda," lanjut Dewi. 

Selain itu, dialog trilateral ini juga membahas permasalahan maritim yakni Konvensi PBB tentang Hukum Laut (UNCLOS), peningkatan keamanan siber, konsultasi strategis, serta pelatihan diplomatik.

Lebih lanjut lagi, Braam mengungkapkan bahwa dialog ini ingin melahirkan sebuah sistem atau perencanaan yang mengamati aturan internasional. Sistem observatorium ini nantinya diharapkan dapat mengamati apakah negara benar-benar menerapkan aturan yang dijanjikan.

"Kami belum yakin seperti apa bentuknya nanti, tetapi sistem ini nanti akan membantu kami mengamati dan memantau negara yang melanggar peraturan, hukum, atau norma internasional yang telah disepakati," jelas Braam.

Diskusi ini bertujuan untuk mengembangkan proposal kerja sama trilateral yang ditulis sebagai rekomendasi kebijakan bagi Indonesia, Australia, dan Belanda. Baik Braam maupun Wadubes Cox menyatakan akan menindaklanjuti diskusi ini dengan mengadakan pertemuan selanjutnya di tahun depan.

"Kami akan mengerjakan beberapa penelitian konkret atas enam topik tersebut, dan kemudian penelitian itu akan kami bagikan dan sempurnakan. Jadi, saya pikir pertemuan selanjutnya di 2019 adalah ide yang bagus untuk meninjau perkembangan pekerjaan ini," tutur Wadubes Cox.

Berita Lainnya
×
tekid