sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Iran tolak bernegosiasi kecuali AS tunjukkan rasa hormat

Iran menegaskan tidak akan tunduk pada ancaman Amerika Serikat.

Khairisa Ferida
Khairisa Ferida Senin, 27 Mei 2019 18:20 WIB
Iran tolak bernegosiasi kecuali AS tunjukkan rasa hormat

Menteri Luar Negeri Iran Mohammad Javad Zarif mengatakan, negaranya tidak akan bernegosiasi dengan Donald Trump kecuali Amerika Serikat menunjukkan rasa hormatnya atas komitmen yang ada dalam kesepakatan nuklir 2015.

Mengkritik kehadiran kapal induk USS Abraham Lincoln dan gugus tugas pengebom di Teluk, Zarif mengatakan, "Menempatkan seluruh aset-aset militer di area kecil dengan sendirinya rawan kecelakaan. Diperlukan kehati-hatian yang ekstrem dan AS memainkan permainan yang sangat, sangat berbahaya."

Kesepakatan nuklir 2015 atau yang memiliki nama resmi Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA) diteken oleh Iran, AS, China, Jerman, Rusia, Prancis dan Inggris. Pakta ini bertujuan untuk mengekang ambisi nuklir Iran dengan imbalan pencabutan sanksi.

Trump menarik AS keluar dari JCPOA pada Mei 2018.

"Kami bertindak dengan itikad baik," kata Zarif. "Kami tidak mau berbicara dengan orang yang telah melanggar janji mereka."

Pada awal bulan ini, Trump mengatakan Iran seharusnya menghubunginya. Namun hari Minggu kemarin, nadanya berubah. 

"Jika Iran ingin bertarung, itu akan menjadi akhir resmi bagi Iran. Jangan pernah mengancam Amerika Serikat lagi!," twit Trump.

Zarif menegaskan bahwa pihaknya tidak akan tunduk pada ancaman. "Iran tidak pernah bernegosiasi dengan paksaan. Anda tidak bisa mengancam warga Iran lalu berharap mereka mau terlibat. Cara melakukannya adalah lewat rasa hormat, bukan ancaman."

Sponsored

"Akan ada konsekuensi yang menyakitkan jika ada eskalasi," ujar Zarif seraya menegaskan bahwa Iran tidak tertarik dengan eskalasi.

Zarif menyerukan agar AS mengakhiri perang ekonominya terhadap negaranya, dengan mengatakan bahwa sanksi telah merampas mata pencaharian rakyat Iran.

"Yang ingin kami lakukan adalah menjual minyak," kata Zarif, menambahkan bahwa AS hanya hanya penganggu yang mencegah orang membeli minyak Iran.

Menlu Iran itu mengakui bahwa sanksi AS telah menghantam ekonomi Iran dengan keras.

Pada peringatan satu tahun hengkangnya AS dari kesepakatan nuklir 2015, Iran mengumumkan penarikan parsial dari perjanjian yang sama. Eropa pun diperingatkan bahwa waktu yang tersisa adalah sampai 7 Juli untuk menghapus pembatasan pada sektor perbankan dan minyak Iran atau akan ada pembalasan.

Eropa dilaporkan dalam posisi sulit, baik karena pemerintah Trump meninggalkan kesepakatan atau memilih mempertahankan pakta dengan mengalah pada tuntutan Iran untuk menghapus pembatasan, sementara sanksi AS mengancam.

Zarif sendiri menjelaskan bahwa Iran bukan bermaksud memberi ultimatum bagi para penandatangan kesepakatan nuklir 2015 yang tersisa. Sebaliknya, dia mengarahkan jari ke AS karena meninggalkan meja perundingan.

Diplomat Iran itu mencatat bahwa sepanjang berkuasa Trump telah membawa AS keluar dari Perjanjian Iklim Paris, Perjanjian Perdagangan Bebas Amerika Utara (NAFTA), dan Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan dan Kebudayaan PBB (UNESCO).

Menteri Luar Negeri Inggris Jeremy Hunt, yang pemerintahnya telah berulang kali menjanjikan dukungan bagi kesepakatan nuklir 2015, memperingatkan Iran tentang konsekuensi jika mereka tidak mematuhi pakta tersebut.

Media pemerintah Iran pada Senin (20/5) melaporkan bahwa negara itu telah meningkatkan produksi uranium tingkat rendah empat kali lipat. Dalam kesepakatan nuklir 2015, cadangan uranium tingkat rendah dibatasi 300 kg.

Juru bicara Organisasi Energi Atom Iran (AEOI) Behrouz Kamalvandi mengatakan, Iran akan melampaui batas 300 kg dalam waktu yang tidak terlalu lama. "Jika mereka ingin mempertahankan batas ini, akan lebih baik bagi negara-negara Eropa untuk mengambil tindakan sesegera mungkin," kata Kamalvandi.

Berita Lainnya
×
tekid