sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Kemenangan Netanyahu di pemilu Israel, akhir solusi dua negara?

Ini akan menjadi periode kelima bagi Netanyahu duduk di kursi perdana menteri Israel.

Khairisa Ferida
Khairisa Ferida Kamis, 11 Apr 2019 15:12 WIB
Kemenangan Netanyahu di pemilu Israel, akhir solusi dua negara?

Benjamin Netanyahu telah mengamankan jalan untuk terpilih kembali sebagai Perdana Menteri Israel, setelah partai-partai berhaluan kanan dan agama meraih mayoritas kursi di parlemen. Penantang utama Netanyahu pun telah mengakui kekalahan.

Dengan lebih dari 99% suara telah dihitung, Partai Likud berhaluan konservatif dilaporkan akan mengumpulkan dukungan yang cukup untuk mengendalikan 65 dari 120 kursi Knesset dan pemimpinnya akan ditunjuk untuk memimpin koalisi pemerintahan selanjutnya.

Ini akan menjadi periode kelima bagi Netanyahu duduk di kursi perdana menteri.

Dalam pernyataan yang disiarkan di televisi, Yair Lapid, orang nomor dua di koalisi Biru dan Putih yang dipimpin oleh mantan jenderal Benny Gantz, mengatakan, "Kami tidak menang dalam putaran ini. Ada di pihak oposisi, kami akan membuat hidup Likud bak neraka."

Menurut Netanyahu, Donald Trump yang gambarnya dipakai di papan iklan kampanyenya, telah menelepon untuk memberi selamat kepadanya. Tidak lupa Netanyahu berterima kasih kepada Trump atas dukungan luar biasanya bagi Israel.

Netanyahu mentwit bahwa Trump meneleponnya dari Air Force One saat dalam perjalanannya ke Texas.

Sementara itu, saat berada di Gedung Putih, Trump mengatakan kepada wartawan bahwa terpilihnya kembali Netanyahu meningkatkan peluang damai antara Israel dan Palestina. "Dia sudah menjadi sekutu yang hebat dan dia seorang teman. Saya mengucapkan selamat kepadanya."

Presiden Israel Reuven Rivlin lewat Twitter menuturkan bahwa dia akan memulai pertemuan dengan partai-partai politik yang memenangkan kursi parlemen pada pekan depan untuk mendengarkan siapa yang mereka dukung untuk jadi perdana menteri.

Sponsored

Sesi itu, menurut Rivlin, akan disiarkan langsung untuk memastikan transparansi. Kelak, perdana menteri baru diberikan waktu 28 hari untuk membentuk pemerintahan koalisi, dengan perpanjangan dua minggu jika diperlukan.  

Pemilihan umum kali ini dipandang sebagai referendum atas karakter dan catatan Netanyahu dalam menghadapi tuduhan korupsi. 

Netanyahu kemungkinan menghadapi dakwaan dalam tiga kasus suap, di mana dia telah membantah bersalah sepenuhnya.

"Ini merupakan malam kemenangan kolosal," ungkap Netanyahu di hadapan para pendukungnya di markas Likud di Tel Aviv setelah pemungutan suara.

Indeks utama Bursa Efek Tel Aviv naik hampir 1% pada akhir perdagangan pada Rabu, menunjukkan kepercayaan pada seorang perdana menteri veteran yang telah mengawasi ekonomi yang kuat dan menumpulkan berbagai ancaman keamanan, termasuk dari Suriah.

Ketika dipilih kembali, Netanyahu akan menyalip David Ben-Gurion, pendiri Israel, sebagai PM terlama negara itu. Namun, jika tuntutan pidana diajukan dan muncul desakan untuk menolaknya, langkah pria yang akrab disapa Bibi itu harus terhenti.

Kemenangan Netanyahu mengancam Tepi Barat

Menangnya Netanyahu dalam pemilu telah memicu kekhawatiran bahwa koalisi sayap kanannya dapat menguasai Tepi Barat yang diduduki dan populasi 2,6 juta warga Palestina.

"Ini akan menjadi pemerintah sayap kanan yang sangat kanan," kata Amos Hochstein, seorang mantan diplomat AS dan pejabat pemerintahan Obama. "Ini adalah kemenangan yang menentukan dan masif bagi Netanyahu, sebuah pemilihan yang menentukan bagi sayap kanan di Israel."

Pengamat mencatat rendahnya tingkat partisipasi pemilih Arab Israel, yang terdiri dari sekitar 20% populasi negara itu. Partisipasi mereka sendiri, menurut Hochstein, tidak akan membuat perbedaan besar.

"Persoalannya di sini adalah bahwa identitas negara telah bergeser selama 20 tahun untuk menjadi secara demografi lebih ke kanan dan religius. Dan tren itu kemungkinan akan berlanjut dan bergeser lebih jauh ke kanan. Karena secara demografi, itulah yang tengah tumbuh," terang Hochstein.

Kepala negosiator Palestina Saeb Erekat, pada Selasa (9/4) menuturkan bahwa para pemilih di Israel telah mengatakan "tidak" untuk perdamaian dan "ya" untuk pendudukan.

Kemenangan Netanyahu dinilai menandai kebijakan Israel yang semakin keras di wilayah Palestina yang mereka duduki, memperluas pemukiman Yahudi ke Tepi Barat. PBB telah menetapkan bahwa langkah itu ilegal di bawah hukum internasional.

Berkat dukungan kuat dari pemerintahan Trump, Netanyahu telah berani untuk mengejar kebijakan sayap kanan. Teranyar, Netanyahu menjanjikan akan mencaplok Tepi Barat jika dia menang pemilu. Gantz menyebut janji tersebut tidak bertanggung jawab

Sebagian melihat janji Netanyahu untuk menganeksasi Tepi Barat hanyalah retorika kampanye, namun Jake Walles yang menjabat sebagai konsul jenderal AS di Yerusalem periode 2005-2009 itu bisa menjadi nyata.

"Aneksasi di Tepi Barat, yang bisa jadi mendapatkan dukungan dari pemerintah Trump, mungkin akan menggerakkan serangkaian peristiwa yang akhirnya akan menghancurkan kemungkinan solusi dua negara," papar Walles.

AS di bawah Trump, telah mengakui pencaplokan Israel atas Dataran Tinggi Golan dan status Yerusalem sebagai ibu kota Israel. Keduanya dianggap oleh masyarakat internasional sebagai subyek negosiasi antara Israel dan Palestina.

Saat berpidato di depan Kongres pada Selasa (9/4), Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo menolak merespons bagaimana AS akan bereaksi atas pernyataan Netanyahu soal aneksasi Tepi Barat. Pompeo juga menolak menegaskan kembali dukungan AS bagi solusi dua negara.

"Kombinasi tadi malam (penolakan Pompeo untuk menegaskan) dan pemerintah Trump adalah akhir dari solusi dua negara," tutur Hochsten. "Ini sudah berakhir."

PBB mengklasifikasikan Israel sebagai negara penjajah atas Palestina, yang pendudukannya setelah Perang Enam Hari 1967 masih dinyatakan melanggar hukum internasional. Lebih dari 1,5 juta warga Palestina tinggal di kamp-kamp pengungsi di Timur Tengah hari ini.

Hochstein dan beberapa orang lainnya memperingatkan soal meningkatnya kekerasan ketika ketegangan dengan Hamas meninggi.

"Masalahnya adalah kapan perang berikutnya dimulai, bukan jika. Dan perbedaannya adalah bahwa putaran kekerasan berikutnya tidak akan terbatas pada Gaza saja, itu akan menjadi Gaza plus Tepi Barat sehingga akan menjadi konflik mematikan di mana orang-orang Arab Israel dapat bergabung di beberapa tempat," jelas Hochstein. "Kita tidak tahu kapan putaran kekerasan berikutnya akan dimulai, tetapi itu akan jauh lebih parah." (France24 dan Reuters)

Berita Lainnya
×
tekid