sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Kontrol ujaran kebencian, Facebook hapus ratusan akun di Myanmar

Facebook telah lama dikritik karena dinilai mendiamkan unggahan berisi ujaran kebencian, terutama terkait muslim Rohingya.

Valerie Dante
Valerie Dante Rabu, 19 Des 2018 18:37 WIB
Kontrol ujaran kebencian, Facebook hapus ratusan akun di Myanmar

Pada Rabu (19/12), Facebook menghapus ratusan laman dan akun orang Myanmar yang diduga terkait dengan militer. Tindakan ini merupakan tanggapan atas kritik yang mengatakan Facebook telah gagal mengendalikan ujaran kebencian dan disinformasi.

Raksasa media sosial ini telah lama dicerca karena dinilai tidak efektif dalam mengurangi unggahan berisi ujaran kebencian, terutama yang menyasar muslim Rohingya di Myanmar.

Persoalan ini mencapai tingkat urgensi baru pada tahun lalu ketika militer Myanmar mendorong lebih dari 720.000 Rohingya ke Bangladesh. Selagi hal ini terjadi, materi-materi tidak manusiawi mengenai kelompok Rohingya tersebar di Facebook.

Facebook menyatakan telah menghapus 425 laman, 17 grup, 135 akun, serta 15 akun Instagram. Akun-akun ini menyamar sebagai laman berita, hiburan, kecantikan, dan gaya hidup tetapi kenyataannya diduga memiliki keterkaitan dengan militer.

Ini adalah tindakan penghapusan ketiga dari Facebook bagi akun-akun yang mereka lihat memiliki "perilaku terkoordinasi tidak autentik". 

Sebelumnya, Facebook telah mengambil langkah serupa pada Agustus dan Oktober.

Sejumlah biksu nasionalis garis keras dan beberapa jenderal tertinggi Angkatan Darat termasuk dalam daftar pengguna Facebook yang masuk daftar hitam tahun ini.

Dalam sebuah unggahan berita, Facebook menyatakan bahwa mereka tidak ingin orang atau organisasi "membuat jaringan akun untuk menyesatkan pengguna lain tentang siapa mereka atau apa yang mereka lakukan". 

Sponsored

Beberapa laman yang dihapus bernama "Down for Anything", "Let's Laugh Casually", dan "We Love Myanmar". Mereka menambahkan, satu laman memiliki hingga 2,5 juta pengikut.

Facebook telah berupaya memperbaiki reputasinya yang rusak dengan meningkatkan kecepatan penghapusan ujaran kebencian. Selain itu mereka berjanji akan menambah staf peninjau bahasa Myanmar menjadi 100 orang pada akhir 2018.

Meski begitu, kritikus mengatakan usaha ini tidak cukup untuk mengawasi sekitar 20 juta akun Facebook di Myanmar yang sebagian besar unggahannya menggunakan bahasa daerah.

Sebuah laporan independen milik Facebook pada bulan lalu menerangkan bahwa Myanmar bertanggung jawab atas penganiayaan hak, tetapi perusahaan seharusnya lebih berusaha untuk mencegah agar media sosial mereka tidak dijadikan alat penggerak dan penghasut kekerasan.

Laporan tersebut juga mengkhawatirkan bahwa pemilu Myanmar 2020 nanti akan menjadi titik nyala penyalahgunaan dan disinformasi.

Sebagian besar orang Myanmar baru aktif di internet dalam beberapa tahun terakhir, ketika penggunaan ponsel pintar melonjak setelah negara itu membuka diri. (Channel News Asia)

Berita Lainnya
×
tekid