sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Krisis AS-Iran: Trump kecam pernyataan Presiden Rouhani

Donald Trump menyatakan, setiap serangan oleh Iran akan disambut dengan kekuatan yang besar dan luar biasa.

Khairisa Ferida
Khairisa Ferida Rabu, 26 Jun 2019 09:33 WIB
Krisis AS-Iran: Trump kecam pernyataan Presiden Rouhani

Donald Trump mengecam pernyataan Presiden Iran Hassan Rouhani yang dilontarkan setelah Amerika Serikat mengumumkan sanksi baru terhadap negara itu.

"Pernyataan Iran yang sangat bodoh dan menghina, yang dikeluarkan hari ini, hanya menunjukkan bahwa mereka tidak memahami realitas. Setiap serangan oleh Iran terhadap AS akan disambut dengan kekuatan yang besar dan luar biasa," twit Trump.

Dalam twit sebelumnya, Trump menulis bahwa kepemimpinan Iran tidak memahami perkataan yang baik atau kasih sayang.

"Yang mereka pahami adalah kekuatan dan kekuatan, dan sejauh ini AS merupakan kekuatan militer terkuat di dunia, dengan US$1,5 triliun yang diinvestasikan selama dua tahun terakhir," twit Trump.

AS mengumumkan sanksi baru terhadap Iran pada Senin (24/6). Mereka menyebutnya sebagai respons terhadap perilaku agresif baru-baru ini oleh Iran.

Sanksi, menargetkan sejumlah individu, terutama pemimpin tertinggi Iran Ayatullah Ali Khamenei. Menurut Trump, pada akhirnya, Khemenei bertanggung jawab atas perilaku bermusuhan rezim Iran.

AS menuduh Khamenei memiliki akses ke kekayaan dalam jumlah besar yang membantu mendanai Korps Pengawal Revolusi Islam (IRCG). Tahun lalu, Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo menyebutkan jumlahnya sebanyak US$95 miliar dan digunakan sebagai cadangan khusus untuk IRGC.

Sponsored

Dalam pernyataannya, Presiden Rouhani mempertanyakan mengapa AS menargetkan Khamenei yang bahkan hanya memiliki Hoseyniyyeh atau tempat berdoa dan rumah sederhana. Dia menyebut sanksi AS keterlaluan dan idiot.

Presiden Rouhani juga menyatakan bahwa AS berbohong soal ingin melakukan dialog.

Beberapa analis berpendapat, sanksi baru AS sebagian besar simbolis walaupun Kementerian Keuangan AS mengklaim langkah tersebut akan mengunci aset bernilai miliaran dolar.

Sanksi akan mencegah Khamenei, kantornya serta mereka yang berafiliasi erat dengannya akses ke sumber daya keuangan dan dukungan utama. Delapan komandan senior angkatan laut, angkatan udara dan pasukan darat IRGC termasuk kepala unit angkatan udara yang diklaim AS memerintahkan penembakan pesawat pengintainya juga masuk dalam daftar sasaran sanksi.

Menteri Luar Negeri Iran Mohammad Javad Zarif, yang merupakan negosiator utama mengenai kesepakatan nuklir, juga akan dijatuhi sanksi pada akhir pekan ini.

Zarif sendiri sudah menegaskan bahwa Iran tidak akan pernah mengejar senjata nuklir, sesuatu yang sejak lama menjadi ketakutan utama AS. Diplomat Iran itu juga menyoroti keputusan Trump untuk membatalkan serangan ke Iran karena mempertimbangkan jumlah korban jiwa yang akan berjatuhan.

"Anda sungguh-sungguh mengkhawatirkan tentang 150 orang? Berapa banyak yang sudah Anda bunuh dengan satu senjata nuklir? Berapa banyak generasi yang telah Anda musnahkan dengan senjata ini? Kami, yang memiliki pandangan religius, tidak akan pernah mengejar senjata nuklir," kata Zarif pada Selasa (25/6).

Tensi tinggi

Ketegangan telah meningkat secara stabil sejak Mei 2018, ketika AS hengkang dari kesepakatan nuklir 2015 antara Iran dan enam kekuatan dunia. Tidak lama, AS mulai menerapkan kembali sanksi untuk memaksa Iran menegosiasikan kembali perjanjian itu.

Bulan lalu, Iran mengurangi beberapa komitmennya di dalam kesepakatan nuklir 2015, termasuk jumlah uranium tingkat rendah yang diperkaya yang diizinkan untuk ditimbun. Kebijakan Teheran itu diumumkan setelah Trump mengakhiri pengecualian sejumlah negara yang masih membeli minyak Iran dari sanksi AS.

Iran mengumumkan batas persediaan akan dilanggar pada 27 Juni. Teheran berencana mengumumkan pengurangan komitmennya lebih lanjut pada 7 Juli.

Keputusan Iran menempatkan Uni Eropa, yang terlibat dalam kesepakatan nuklir 2015, dalam dilema. Inggris, Prancis dan Jerman sangat ingin mempertahankan pakta tersebut tetapi mereka tidak menemukan jalan untuk melemahkan eskalasi krisis antara Teheran dan Washington.

Meski demikian, ketiga negara itu tetap mendesak Iran mematuhi kesepakatan nuklir. "Adalah kepentingan semua orang untuk menahan diri dan menghindari setiap tindakan yang akan merusak pilar vital rezim nonproliferasi dan keamanan kolektif kita."

Menteri Luar Negeri Inggris Jeremy Hunt menyampingkan keterlibatan Inggris dalam aksi militer terhadap Iran.

"AS adalah sekutu terdekat kami. Kami bicara dengan mereka sepanjang waktu tetapi saya tidak dapat membayangkan situasi di mana mereka meminta atau kami setuju atas setiap langkah untuk berperang," tutur Hunt.

Hunt menyerukan deeskalasi dengan mengatakan, "Tidak ada yang menginginkan perang, tetapi sangat penting untuk menurunkan emosi sehingga diskusi dapat terjadi."

Penembakan pesawat pengintai AS merupakan merupakan titik didih baru setelah sebelumnya AS menuduh Iran mendalangi serangan terhadap tanker minyak di kawasan Teluk.

Trump dilaporkan akan mengangkat isu pengetatan keamanan maritim di Teluk dalam KTT G20 yang akan berlangsung di Osaka, Jepang. Dia menginginkan negara-negara Asia, termasuk Korea Selatan dan Jepang, berkontribusi lebih banyak soal keamanan pengiriman di Teluk, terutama di Selat Hormuz.

Meski sudah menyatakan bersedia melakukan dialog dengan Iran tanpa prasyarat, namun sanksi telah membuat kemungkinan pembicaraan semakin kecil.

Duta Besar Iran untuk PBB Majid Takht-Ravanchi menegaskan, "Tidak seorang pun yang berpikiran jernih dapat melakukan dialog dengan seseorang yang mengancam dengan sanksi; selama sanksi masih ada, tidak mungkin kita bisa bicara." (BBC dan The Guardian)

Berita Lainnya
×
tekid