sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Bayang-bayang Putin di tengah ketegangan Trump dan NATO

Trump dan Putin akan bertemu pada Senin (16/7). Tatap muka keduanya memicu kecemasan bagi NATO.

Khairisa Ferida
Khairisa Ferida Jumat, 13 Jul 2018 15:55 WIB
Bayang-bayang Putin di tengah ketegangan Trump dan NATO

Vladimir Putin ditengarai ingin memecah belah Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO). Dan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump dianggap mewujudkan keinginan orang nomor satu Rusia itu.

Anggapan tersebut dinilai berdasar jika menyimak apa saja yang dilakukan Trump saat presiden ke-45 AS itu menghadiri KTT NATO di Brussels, Belgia, pada Rabu (11/7) dan Kamis (12/7).

Seperti dikutip dari Vox, Jumat (13/7), Trump mengecam negara-negara anggota NATO karena tidak menyetor anggaran belanja pertahanan yang memadai. Dia menyebut sekutu AS di NATO "nakal", bahkan mendesak mereka meningkatkan anggaran belanja pertahanan hingga 4% dari PDB, dua kali lebih tinggi dari target sebelumnya.

Trump berulang kali menyela Sekretaris Jenderal NATO Jens Stoltenberg. Dan ayah lima anak itu juga menghina Jerman dengan menyebut negara itu "tawanan Rusia" karena mengimpor energi dari Negeri Beruang Merah.

Semua perilaku kontroversial itu terjadi saat momen sarapan, yang menandai pembukaan KTT NATO. Sungguh, bukan awal yang baik di tengah kekhawatiran NATO atas meningkatnya upaya Rusia untuk memperluas pengaruhnya.

Trump terlambat 30 menit saat datang ke pertemuan yang khusus membahas agresi Rusia, dia melewatkan setidaknya dua tatap muka lainnya yang dijadwalkan dengan para pemimpin NATO, dan mengancam akan membawa AS keluar dari NATO jika sekutu Washington di Eropa tidak memenuhi desakannya terkait setoran anggaran belanja pertahanan.

Suasana di KTT NATO dilaporkan semakin buruk, memaksa Stoltenberg membatalkan pertemuan pada Kamis sore. Seharusnya itu menjadi sesi darurat untuk mendiskusikan kekhawatiran Trump.

Dan tiba-tiba saja, melalui sebuah konferensi pers, Trump mengklaim bahwa dia berhasil "memaksa" sekutu AS di NATO untuk memenuhi permintaannya. Trump mengklaim, dia adalah "seorang jenius yang sangat stabil."

Sponsored

Namun Presiden Prancis Emmanuel Macron membantah pernyataan Trump yang menyebutkan bahwa anggota NATO menyetujui tuntutannya.

Rachel Rizzo, seorang ahli keamanan Eropa di think tank New American Security menyatakan bahwa, "Kerusakan telah terjadi."

Sekutu dekat AS dihina, stabilitas aliansi pertahanan itu goyah, dan komitmen AS untuk membela Uni Eropa tidak jelas.

Melemahkan dan memecah belah NATO

NATO dibentuk pada tahun 1949 oleh AS, Kanada, Inggris, Prancis dan sejumlah negara Eropa lainnya dengan tujuan untuk menciptakan aliansi militer yang kuat demi membendung ekspansi Uni Soviet pasca-Perang Dunia II.

Kini, usai Uni Soviet bubar, NATO masih tetap berdiri. Mungkin para pemimpinnya tidak akan mengatakan ini secara gamblang, namun eksistensi NATO hari ini memiliki tujuan utama untuk menghalangi agresi Rusia di benua Eropa.

Pasal 5 yang terkandung dalam penandatanganan NATO menyatakan bahwa serangan terhadap satu anggota merupakan serangan bagi seluruhnya. Inilah yang dinilai membantu mencegah Moskow menyerang 29 anggota NATO, terutama di Eropa Timur. Sebutlah jika Putin memerintahkan invasi ke Estonia, maka AS terikat perjanjian untuk mengirim bantuan ke sana. 

Jadi, alih-alih terlibat dalam perang habis-habisan, Putin dinilai telah lama berupaya untuk memecah belah dan mengacaukan aliansi NATO. 

Di lain sisi, Trump juga melakukan beberapa hal untuk memperkuat NATO, meminimalisir kabar keberpihakannya dengan Rusia. Ia meningkatkan jumlah pasukan AS di Eropa Timur dan meningkatkan bantuan keuangan bagi pertahanan Eropa. Meski demikian, perilaku Trump tetap dinilai masih sangat buruk bagi aliansi ini karena dia terus menyerang sekutu AS.

"Putin ingin menemukan celah dalam aliansi ini, dan dia ingin merangkak ke celah-celah tersebut dan tinggal di sana untuk membuatnya lebih besar," ungkap pensiunan Angkatan Udara Philip Breedlove, komandan militer NATO 2013-2016.

Trump bisa membuatnya lebih buruk?

Trump akan terbang ke Helsinki, Finlandia, pada Senin (16/7) untuk melakukan pertemuan bilateral dengan Putin. 

Sekutu AS di NATO dan para ahli khawatir bahwa dalam tatap muka tersebut Trump akan menyetujui hal-hal yang baik bagi Rusia, namun petaka bagi AS dan NATO. Misalnya, Putin dapat memanfaatkan kemarahan Trump atas banyaknya anggaran yang disetor AS ke NATO dengan menyarankan agar aliansi itu menangguhkan latihan militernya yang terlalu mahal dan memicu permusuhan terhadap Rusia.

"Putin tidak harus bermain terlalu jauh. Dia cukup bersimpati pada Trump tentang bagaimana tidak bergunanya NATO, sebuah peninggalan Perang Dingin ... Dan dia (Putin) akan duduk dan menyaksikan Trump merobek-robek aliansi itu," tutur Jill Dougherty, seorang ahli Rusia di University of Washington.

Hal buruk lain yang mungkin terjadi dalam pertemuan Trump dan Putin adalah pengakuan Crimea sebagai bagian dari Rusia. Crimea dicaplok secara ilegal oleh Rusia pada tahun 2014.

Pada Juni lalu, Trump dilaporkan mengatakan kepada para pemimpin KTT G7 di Quebec bahwa Crimea mungkin saja milik Rusia, mengingat mayoritas warga di sana berbicara bahasa Rusia.

Bila itu pengakuan semacam itu terlontar dari Trump, maka Putin akan menang besar. Sementara pengkhianatan mutlak akan dirasakan oleh sekutu AS di Eropa. Lebih jauh, mendorong mereka bertanya-tanya bagaimana komitmen Trump untuk keamanan Eropa yang lebih luas.

Belum jelas apakah Trump akan menyetujui hal-hal tersebut. Namun kemungkinannya nyata.

Pada hari Kamis, bertempat di KTT NATO bertanya pada Trump soal kemungkinan dia membatalkan latihan militer NATO jika Putin memintanya. Trump menolak memberikan jawaban pasti, ia hanya mengatakan, "Mungkin, kami akan membicarakan itu."

Berita Lainnya
×
tekid