sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Lebih dari 100 personel polisi ikut demo antikudeta di Myanmar

Peristiwa ini terjadi menyusul tindakan keras polisi dan tentara terhadap pedemo antikudeta di Myanmar.

Valerie Dante
Valerie Dante Jumat, 05 Mar 2021 13:37 WIB
Lebih dari 100 personel polisi ikut demo antikudeta di Myanmar

Menyusul tindakan keras dan mematikan baru-baru ini terhadap pengunjuk rasa antikudeta di Myanmar, lebih dari 100 petugas polisi telah bergabung dengan Gerakan Pembangkangan Sipil (CDM).

Dikutip dari media lokal, Irrawaddy, pada Kamis (4/3), tindakan keras polisi dan tentara terhadap pedemo antikudeta menewaskan sedikitnya 50 orang di sejumlah kota sejak kudeta militer pada 1 Februari.

Korban tewas termasuk pengunjuk rasa tersebar di berbagai daerah, seperti di Yangon, Mandalay, Monwya, Myinchan, Mawlamyine, dan Dawei.

Setelah bergabung dengan CDM, Penjabat (Pj.) Kolonel Polisi Tin Min Tun (54) dari Departemen Kepolisian Yangon dalam pesan video awal pekan ini, mengatakan, harus berkorban untuk mendukung gerakan prodemokrasi.

Dia merupakan perwira polisi berpangkat tertinggi yang bergabung dengan gerakan pembangkangan sipil.

"Saya tidak ingin mengabdi pada rezim militer," kata Tin Min Tun, yang telah 31 tahun mengabdi di kepolisian. Dia menambahkan, seluruh pasukan polisi kini disalahgunakan oleh rezim militer.

Mengikuti langkah Tin Min Tun, para perwira muda juga bergabung dengan CDM. Petugas polisi, Kyaw Lin Oo, yang menyelesaikan pelatihan polisi pada Agustus 2018, menyatakan, akan menyesal di masa depan jika gagal melakukan sesuatu yang dia tahu harus dilakukannya.

"Memiliki loyalitas kepada masyarakat daripada kepolisian. Masyarakat adalah prioritas utama," ungkapnya dalam sebuah unggahan di Facebook.

Sponsored

Kyaw Lin Oo dan dua temannya, keduanya polisi, dilaporkan telah bergabung dengan CDM, menentang aturan militer setelah diperintahkan menembaki pengunjuk rasa antikudeta yang menjalankan unjuk rasa secara damai.

Mereka kini bersembunyi, sementara atasan mereka memburu dan menekan keluarga mereka.

Awal pekan ini, tujuh personel polisi wanita dari Tanintharyi Region di Myanmar selatan bergabung dengan gerakan tersebut dan mengumumkan akan kembali bekerja ketika pemerintah yang terpilih secara demokratis diizinkan memerintah.

Mereka menuturkan, para petugas polisi diperintahkan rezim militer untuk melanggar hukum terhadap rakyat. Namun, mereka menolak mengikuti perintah junta militer.

Pada Kamis, 17 personel polisi dari Kantor Polisi Putao di Negara Bagian Kachin dan Kantor Polisi Bokpyin di Tanintharyi Region juga bergabung dengan CDM.

Setiap hari sejak awal Februari, personel polisi, termasuk beberapa perwira berpangkat tinggi di kota-kota besar di Myanmar, telah bergabung dengan CDM nasional, dengan jumlahnya kini melebihi 100.

CDM, yang dimulai pada 3 Februari oleh ratusan dokter dan perawat dari rumah sakit pemerintah di banyak kota termasuk Yangon dan Mandalay, mendapatkan momentum setelah diikuti puluhan ribu staf pemerintah dan beberapa ribu staf dari sektor bisnis swasta penting dan bisnis terkait militer.

Sejak itu, personel polisi dari banyak kota besar di Myanmar bergabung dengan CDM, mengambil bagian dalam demonstrasi antimiliter meskipun ada risiko tindakan hukum di bawah UU Disiplin Pemeliharaan Kepolisian Myanmar.

Menurut Asosiasi Pembantu Narapidana Politik (AAPP), sekitar tiga anggota polisi telah ditahan atau dituntut berdasarkan UU tersebut.

Di Naypyitaw, menurut laporan BBC, lebih dari 70 polisi bergabung dengan CDM untuk menentang kekuasaan militer.

Awal pekan ini, sekitar 12 personel militer di Kotapraja Hpapun di Negara Bagian Karen bergabung dengan CDM.

Hingga hari ini, ratusan ribu orang di seluruh Myanmar turun ke jalan setiap harinya untuk mengecam dan menolak rezim militer dan menyerukan pembebasan pemimpin de facto, Aung San Suu Kyi, Presiden U Win Myint, dan pejabat lainnya yang telah ditahan sejak 1 Februari. (Irrawaddy)

Caleg Pilihan
Berita Lainnya
×
tekid