sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Lima prioritas Indonesia di Dewan Keamanan PBB

Indonesia resmi menjadi anggota tidak tetap Dewan Keamanan (DK) PBB per 1 Januari 2019.

Valerie Dante
Valerie Dante Rabu, 16 Jan 2019 19:34 WIB
Lima prioritas Indonesia di Dewan Keamanan PBB

Resmi duduk sebagai anggota tidak tetap Dewan Keamanan (DK) PBB sejak 1 Januari 2019, Indonesia menetapkan lima prioritas. Hal ini dipaparkan oleh Direktur Jenderal Kerja Sama Multilateral Kementerian Luar Negeri RI Febrian Alphyanto Ruddyard.

Pertama, Indonesia ingin menciptakan ekosistem perdamaian dan stabilitas global. Febrian menegaskan bahwa Indonesia sadar akan pentingnya menjadikan perdamaian sebagai sesuatu yang berkesinambungan.

"Harus ada subsistem yang menjaga ekosistem perdamaian ini. Kita harus bicara mengenai cara mempertahankan perdamaian. Perdamaian yang tidak hanya sejenak saja hadirnya, tetapi juga berkelanjutan," tutur Febrian dalam tatap muka dengan awak media di Jakarta, Rabu (16/1).

Membangun ekosistem ini dapat tercapai melalui sejumlah metode seperti mediasi, rekonsiliasi, konsultasi, atau negosiasi bagi pihak-pihak yang berkonflik. 

"Membangun ekosistem perdamaian dan stabilitas global menjadi hal utama apabila kita ingin menyelesaikan konflik secara bertahap dan berkelanjutan," lanjutnya.

Kedua, melalui keanggotaannya di DK PBB, Indonesia berencana untuk memperkuat sinergi dengan organisasi regional guna memaksimalkan kerja Dewan Keamanan.

Indonesia memandang organisasi regional sebagai pihak yang mengetahui detail kondisi, konflik, dan hubungan antar negara di kawasan masing-masing. Oleh karenanya, Indonesia ingin organisasi regional menjadi perpanjangan tangan DK PBB dalam upaya pencegahan konflik kawasan.

"Sekarang bagaimana kita bisa menyinergikan kerja organisasi regional sehingga berfungsi sebagai responden pertama jika memang ada potensi konflik kawasan," jelas Febrian.

Sponsored

Selanjutnya, prioritas ketiga Indonesia adalah menangani isu terorisme, radikalisme, dan ekstremisme secara komprehensif menggunakan soft power.

Menurut Febrian, Indonesia dipandang cukup memimpin dalam isu ini sehingga diharapkan akan melahirkan cara penanganan dengan mengedepankan pendekatan-pendekatan yang komprehensif dan memberdayakan aparat penegak hukum.

Sebagai upaya menyelesaikan konflik di kawasan, prioritas keempat Indonesia menekankan pembinaan perdamaian menggunakan pasukan penjaga perdamaian PBB. Proses pembinaan ini, jelas Febrian, terjadi pasca-konflik saat pasukan perdamaian berperan untuk memelihara perdamaian yang telah diraih.

Febrian menguraikan, selama 2015 hingga 2019 target nasional Indonesia untuk jumlah pasukan perdamaian adalah 4.000 personel.

"Kalau target 4.000 itu sudah tercapai, kita akan tentukan langkah selanjutnya, misalnya apakah kita harus naikkan menjadi 6.000?," kata Febrian.

Berdasarkan data PBB, per 30 November 2018, Indonesia menduduki peringkat ketujuh sebagai negara yang paling banyak menyumbang personel untuk misi perdamaian PBB dengan total 3.545 personel.

Kelima, Indonesia konsisten mendorong agar isu Palestina berada dalam radar pembahasan DK PBB. Indonesia kini menjadi co-penholder terkait isu Palestina, bersama-sama dengan negara anggota lain yakni Amerika Serikat dan Kuwait.

Dalam DK PBB ada sistem co-penholdership di mana seorang penholder atau pemegang pena adalah anggota dewan yang memimpin proses penyusunan informal keputusan Dewan.

"Artinya, Indonesia akan ikut serta dalam melakukan penyusunan draf dokumen untuk setiap isu terkait Palestina," papar Febrian.

Indonesia, lanjutnya, akan terus berusaha agar pembahasan mengenai Palestina tidak tenggelam dalam kompetisi dengan isu-isu global lainnya.

Febrian menerangkan, setelah terpilih sebagai anggota tidak tetap, pemerintah Indonesia telah melakukan konsultasi bilateral dengan negara anggota tetap dan tidak tetap lainnya.

Salah satu inti dari konsultasi tersebut adalah untuk memaparkan prioritas Indonesia setelah duduk sebagai anggota tidak tetap DK PBB.

"Selama masa konsultasi bilateral, kita selalu tegaskan akan mendorong pembahasan isu Palestina dalam bentuk apapun," ungkapnya. "Kita paham ada perbedaan pandangan dengan beberapa negara anggota, tapi intinya sekarang adalah bagaimana kita bekerja sama untuk menghasilkan solusi." 

Di luar konflik umum seperti pengakuan akan Yerusalem, solusi dua negara, dan penyelesaian konflik dengan Israel, Indonesia juga akan mendorong isu Palestina lainnya.

"Kalau mentok di satu isu misalnya mengenai pengakuan Yerusalem atau konflik dengan Israel, mungkin bisa melakukan pendekatan melalui isu wanita dan perdamaian, isu humanitarian, atau isu pencegahan perdagangan pengungsi," urainya lebih lanjut.

Untuk mencapai agenda prioritasnya, Indonesia membutuhkan dukungan penuh serta kerja sama dengan seluruh negara anggota DK PBB.

"Meski berbeda pandangan, intinya adalah Indonesia akan kerja sama untuk secara efektif menyelesaikan isu yang menyangkut keamanan dan perdamaian dunia," imbuhnya.

Berita Lainnya
×
tekid