sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Maduro tolak ultimatum Eropa yang serukan Pilpres bebas

Minggu (3/2) merupakan tenggat dari ultimatum Uni Eropa yang mendesak rezim Maduro menyelenggarakan Pilpres yang bebas.

Khairisa Ferida
Khairisa Ferida Senin, 04 Feb 2019 14:19 WIB
Maduro tolak ultimatum Eropa yang serukan Pilpres bebas

Presiden Venezuela Nicolas Maduro menolak menerima ultimatum dari negara-negara Eropa yang menyerukan pemilihan yang bebas.

Pekan lalu, Inggris, Prancis, Jerman, dan Spanyol memberi Maduro tenggat hingga Minggu (3/2) untuk mengadakan pemilihan baru atau mereka akan mengakui pemimpin oposisi Juan Guaido sebagai presiden sementara.

"Kami tidka menerima ultimatum dari siapa pun," tegas Maduro dalam sebuah wawancara dengan saluran televisi swasta LaSexta pada Minggu. "Seolah-olah saya pergi ke Uni Eropa dan berkata, 'Saya memberi Anda waktu tujuh hari untuk mengakui republik Catalonia atau jika tidak, kami akan mengambil tindakan.' Politik internasional tidak dapat mendasari dirinya pada ultimatum. Itu adalah zaman imperialisme atau koloni."

Maduro kemudian mempertanyakan mengapa Uni Eropa harus mendikte norma-norma politik ke negaranya.

"Mengapa Uni Eropa memberi tahu sebuah negara di dunia yang sudah menjalankan Pilpres sesuai konstitusi, undang-undang, lembaganya, dengan pengawasan pengamat internasional bahwa mereka harus mengulang Pilpres mereka? Mengapa? Apa karena sekutu mereka di Venezuela tidak menang," kata Maduro.

Presiden berusia 56 tahun itu juga menolak untuk mengakui bahwa negaranya mengalami krisis kemanusiaan.

"Venezuela tidak memiliki krisis kemanusiaan. Yang dialami Venezuela adalah krisis politik, krisis ekonomi. Kita punya perang ekonomi yang sangat besar," ujar Maduro.

Menyusul pilihan Maduro untuk tetap berkuasa, pada Minggu kemarin, Guaido menguraikan peta jalan oposisi.

Sponsored

Poin utama dari rencana Guaido menyangkut dengan bantuan kemanusiaan dan aset Venezuela.

Para kritikus Maduro mengklaim bahwa dia telah mengantarkan negara minyak yang tadinya kaya ke dalam keruntuhan ekonomi dan bencana kemanusiaan. Krisis itu diduga diperburuk oleh penolakannya untuk mengizinkan bantuan masuk ke Venezuela.

Melalui serangkaian twitnya pada Minggu, Guaido meletakkan tiga langkah ke peta jalannya. Pertama, membuat koalisi kepentingan nasional dan internasional untuk memfasilitasi bantuan kemanusiaan ke tiga titik pengumpulan.

Kedua, meminta izin bantuan ke militer negara itu. Dan ketuga, mendesak Uni Eropa untuk melindungi aset Venezuela di luar negeri.

Guaido pada Sabtu (2/1), mengatakan bahwa bantuan kemanusiaan akan dikirim ke tempat pengumpulan di Cucuta, Kolombia, Brasil, dan sebuah pulau Karibia yang tidak ditentukan.

Sebelumnya, Guaido menuduh loyalis Maduro berusaha menjual cadangan emas asing Venezuela dalam updaya untuk memindahkannya ke bank sentral negara yang 'terkepung'. Dia telah meminta pejabat Inggris untuk menghentikan transaksi, dengan mengatakan kekayaan yang ditransfer akan digunakan oleh rezim tidak sah dan kleptokratis.

UE, yang parlemennya bersama dengan Amerika Serikat serta sejumlah negara Latin, telah mengakui kepemimpinan sementara Guaido, dijadwalkan akan menjadi tuan rumah sebuah pertemuan bersama untuk menciptakan munculnya kondisi bagi proses politik dan damai.

Grup Kontak Internasional tentang Venezuela akan bertemu di Montevideo, Uruguay, pada Kamis (7/2) untuk mengupayakan Pilpres yang bebas, transparan, dan kredibel.

Kelompol ini termasuk Bolivia, Kosta Rika, Ekuador, Prancis, Jerman, Italia, Belanda, Portugal, Spanyol, Swedia, Inggris, dan Uruguay.

Trump: Opsi militer di atas meja 

Donald Trump kepada CBS pada Minggu mengatakan, aksi militer tetap menjadi pilihan dalam merespons krisis politik di Venezuela. Pernyataannya keluar sehari setelah Maduro meminta anggota militan dan generasi muda untuk bergabung dengan angkatan bersenjata jelang latihan militer bulan ini, yang disebutnya sebagai yang terpenting di sejarah negara itu.

"Kami tengah bersiap untuk mempertahankan ibu pertiwi, kalau-kalau suatu hari mereka berani mengacaukan Venezuela kita yang tercinta," sebutnya di hadapan para pendukungnya.

Para pendukung Guaido juga turun ke jalan secara massal di Caracas untuk mendukung klaimnya atas kekuasaan. 

"Kita akan bertemu lagi di jalan untuk menunjukkan rasa terima kasih kita atas dukungan yang telah diberikan Parlemen Eropa kepada kita, untuk terus mendesak masuknya bantuan kemanusiaan dan untuk melanjutkan jalan kami menuju kebebasan," twit Guaido pada Sabtu.

Sementara itu, pawai pro-Maduro bertepatan dengan peringatan 20 tahun pelantikan mentor dan pendahulu Maduro, mendiang Hugo Chavez.

Menjamin para pendukungnya bahwa tidak akan ada kediktatoran di Venezuela dan menegaskan kembali seruannya untuk berdialog, Maduro mengatakan Majelis Konstitusi pro-pemerintah sedang mempelajari kemungkinan pemilihan awal parlemen tahun ini juga.

Namun, dia tetap menolak permintaan nasional dan internasional agar Venezuela mengadakan pemilihan presiden. 

Maduro terpilih kembali sebagai presiden pada Mei, lewat pemilihan yang tidak diakui sah oleh Amerika Serikat dan beberapa negara Latin. Dia memulai masa enam tahun keduanya bulan lalu.

Pembelotan menandai keretakan pada kubu Maduro?

Dalam sebuah video, seorang pria yang mengidentifikasi dirinya sebagai Jonathan Velasco, Duta Besar Venezuela untuk Irak, menyatakan dukungannya untuk Guaido, yang dia puji karena berada di "sisi sejarah, rakyat, dan konstitusi yang benar."

Pernyataan lain di depan kamera datang pada Sabtu dari seorang pria yang memperkenalkan dirinya sebagai Jenderal Esteban Yanez Rodriguez, kepala perencanaan strategis untuk angkatan udara Venezuela. Menjelaskan bahwa dia adalah bagian dari komando tinggi angkatan udara, pria itu mengatakan dia membelot dari militer Maduro dan mendukung Guaido.

Dia juga mengatakan bahwa 90% dari angkatan bersenjata menentang Maduro. Yanez juga memperingatkan, memerintahkan angkatan bersenjata untuk menekan orang-orang berarti akan memicu lebih banyak kelaparan dan penyakit.

Pembelotan terakhir, yang mengikuti jejek atase militer Venezuela di Washington Kolonel Jose Luis Silva Silva, sangat penting karena para pengamat mengatakan militer menjadi kunci bagi segala upaya untuk memaksa Pilpres baru.

Komando angkatan udara Venezuela bereaksi terhadap pembelotan di Twitter, menyebut Yanez seorang pengkhianat.

China, Kuba, Rusia, dan Turki adalah beberapa negara yang menyuarakan dukungan untuk Maduro.

Sumber : CNN

Caleg Pilihan
Berita Lainnya
×
tekid