sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Menlu RI dorong pemberdayaan perempuan bagi perdamaian

Menlu RI Retno Marsudi menegaskan, berinvestasi pada perempuan sama dengan berinvestasi pada perdamaian.

Valerie Dante
Valerie Dante Jumat, 25 Jan 2019 15:17 WIB
Menlu RI dorong pemberdayaan perempuan bagi perdamaian

Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi menjadi pembicara kunci dalam pertemuan Arria-Formula Dewan Keamanan (DK) PBB mengenai isu 'What's Next for Women, Peace, and Security in the Middle East and North Africa: The Potential of National Action Plans' di Markas Besar PBB, New York, Amerika Serikat, Kamis (24/1).

"Saya ingin melihat pemberdayaan perempuan di seluruh dunia untuk menjadi agen perdamaian, agen toleransi, dan agen kesejahteraan," demikian ditegaskan Menlu Retno seperti dikutip dari keterangan tertulis yang diterima Alinea.id pada Jumat (25/1).

Retno menuturkan bahwa politik luar negeri Indonesia memberikan perhatian khusus terhadap isu pemberdayaan perempuan bagi perdamaian. Dia menyampaikan rasa bangga karena dalam 15 tahun terakhir, sekitar 50% diplomat baru Indonesia merupakan perempuan.

Di tingkat nasional, peran perempuan dalam pemerintahan juga terus meningkat. Sebanyak 25% menteri kabinet Indonesia adalah perempuan dan memegang posisi strategis.

"Sebagai menlu perempuan, saya sangat suportif terhadap isu perempuan. Oleh karena itu, undangan untuk menjadi pembicara kunci langsung saya konfirmasi," tutur Menlu Retno.

Menlu menyambut baik peningkatan kesadaran dunia akan pentingnya isu 'Wanita, Perdamaian, dan Keamanan', termasuk di Timur Tengah dan Afrika Utara. Namun, menurutnya, peningkatan tersebut tidak terjadi secara merata.

Di beberapa belahan dunia, lanjutnya, perempuan masih menghadapi tantangan besar akibat dari terus berlangsungnya konflik, kekerasan, dan ketidakstabilan kawasan. Seringkali, perempuan dan anak-anak harus menanggung beban konflik yang besar.

"Perempuan memegang peranan penting di dalam pencegahan konflik, manajemen konfik, dan bina damai pascakonflik. Karenanya, masyarakat internasional perlu terus mendorong penguatan peran perempuan dalam penanganan perdamaian dan keamanan internasional," tegas Menlu Retno.

Sponsored

Lebih lanjut, menlu menyoroti tiga poin yang perlu diutamakan untuk mendorong penguatan peran perempuan dalam penanganan perdamaian dan keamanan.

Pertama, setiap negara perlu membentuk Rencana Aksi Sosial (NAPs), sebagai upaya awal bersama seluruh pemangku kepentingan. NAPs tersebut perlu meliputi pemberdayaan serta pemberian hak politik, ekonomi, dan sosial bagi perempuan.

Kedua, perlu menjalin kemitraan untuk meningkatkan kapasitas implementasi NAPs. Dalam proses implementasinya, dibutuhkan kepemimpinan yang kuat, proses yang inklusif, koordinasi yang efektif, serta peningkatan kapasitas hukum dan institusi.

Ketiga, diperlukan komitmen politik yang kuat untuk berinvestasi pada hal-hal yang dapat meningkatkan peranan perempuan dalam pengambilan keputusan nasional dan setiap tahap proses perdamaian.

"Investing in women equals investing in peace", demikian ditekankan Menlu Retno. 

Dalam konteks ini, mantan Duta Besar RI untuk Belanda tersebut menyampaikan rencana Indonesia untuk menjadi tuan rumah penyelenggara lokakarya internasional guna meningkatkan kapasitas diplomat perempuan ASEAN di sektor negosiasi perdamaian.

Indonesia, lanjut Menlu Retno, juga terus meningkatkan kapasitas dan jumlah peacekeepers atau pasukan perdamaian perempuan. Langkah ini diambil karena perempuan dinilai memiliki kemampuan alami dalam memenangkan hati dan pikiran komunitas lokal, kualitas yang sangat diperlukan bagi keberhasilan Misi Pemeliharaan Perdamaian (MPP).

Berdasarkan data per 31 Desember 2018, dari total 3.062 pasukan perdamaian Indonesia, sebanyak 77 pasukan perdamaian perempuan sedang bertugas di berbagai MPP PBB.

"Indonesia akan terus meningkatkan jumlah ini, seperti dengan 20 personel polisi perempuan yang telah siap ditempatkan di Republik Afrika Tengah (MINUSCA) sebagai Formed Police Units (FPUs), dan 26 polisi perempuan Indonesia juga siap untuk dikirim ke berbagai MPP sebagai Individual Police Officers (IPO)," ujar menlu.

Pertemuan DK PBB mengenai isu 'Wanita, Perdamaian, dan Keamanan di Wilayah Timur Tengah dan Afrika Utara' itu diselenggarakan oleh pemerintah Jerman, Peru, dan Inggris, dengan dukungan Indonesia. 

Pertemuan mengambil format 'Arria-Formula', yaitu diskusi informal DK PBB untuk bertukar pandang secara lebih bebas, interaktif, dan terbuka, dengan menghadirkan pula pandangan negara-negara non-anggota DK PBB serta berbagai pakar, akademisi, dan masyarakat sipil.

Berita Lainnya
×
tekid