sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Meski tersandung krisis Rohingya, Nobel Perdamaian Suu Kyi tak bisa dicabut

Pemimpin de facto Myanmar Aung San Suu Kyi diganjar Nobel Perdamaian pada 1991.

Khairisa Ferida
Khairisa Ferida Rabu, 29 Agst 2018 20:11 WIB
Meski tersandung krisis Rohingya, Nobel Perdamaian Suu Kyi tak bisa dicabut

Nobel Perdamaian yang diberikan kepada Aung San Suu Kyi yang kini menjadi pemimpin de facto Myanmar tidak dapat dicabut, meski PBB menuduh pemerintahannya melakukan genosida.

Sebuah tim penyelidikan independen PBB pada Senin (27/8) merekomendasikan agar enam jenderal Myanmar diselidiki dan dituntut atas dugaan genosida terhadap etnis minoritas Rohingya.

Dugaan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang dilaporkan tim investigasi PBB tersebut termasuk pembunuhan tidak pandang bulu, pemerkosaan berkelompok, penyerangan terhadap anak-anak, dan penghancuran seluruh desa.

Bagaimanapun, tidak ada ketentuan dalam undang-undang Nobel untuk mencabut penghargaan, ungkap Direktur Institut Nobel Norwegia Olav Njostad.

"Kami terus menyerukan agar semua yang terlibat di Myanmar untuk meringankan penderitaan warga Rohingya dan menghentikan penganiayaan dan penindasan terhadap mereka," tutur Njolstad.

Suu Kyi dianugerahi Nobel Perdamaian pada tahun 1991, ketika dia masih menjadi tokoh oposisi Myanmar. Dalam situs resminya, Instistut Nobel Norwegia menulis bahwa perempuan yang merupakan putri dari pejuang kemerdekaan Myanmar Aung San itu diganjar Nobel Perdamaian "atas perjuangan tanpa kekerasan bagi demokrasi dan HAM."

Seruan agar Nobel Perdamaian terhadap Suu Kyi dicabut, telah mengalir deras sejak krisis Rohingya pecah kembali pada tahun lalu. Peristiwa itu memaksa ratusan ribu orang melarikan diri ke Bangladesh.

Maret 2018, penghargaan Elie Wiesel yang dianugerahkan Museum Peringatan Holocaust AS terhadap Suu Kyi telah dicabut. Menanggapi hal tersebut, Kedutaan Besar Myanmar di Washington dalam pernyataannya menyebutkan, pihak museum telah "disesatkan dan dieksploitasi oleh orang-orang yang gagal melihat situasi sebenarnya dalam membuat penilaian yang adil atas situasi di negara bagian Rakhine."

Sponsored

Suu Kyi 'diam'

Dengan klaim memerangi gerilyawan Arakan Rohingya Salvation Army (ARSA), militer Myanmar memulai kampanye panjang dan berdarah di Rakhine pada Agustus 2017. Hanya sedikit wartawan atau pengamat luar yang diizinkan masuk ke Rakhine saat itu.

Di lain sisi, para pengungsi Rohingya berupaya keluar dari Rakhine dengan membawa kisah-kisah pemerkosaan, pembunuhan, dan perusakan yang telah digambarkan oleh mantan Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Rex Tillerson sebagai "pembersihan etnis."

Laporan teranyar tim penyelidik PBB, untuk pertama kalinya menyinggung langsung enam jenderal Myanmar, termasuk salah satunya Panglima Tertinggi Jenderal Min Aung Hlaing.
 
Ada pun menurut laporan PBB, Suu Kyi dan pemerintah sipilnya telah "berkontribusi terhadap kejahatan kejam" melalui "tindakan dan kelalaian" mereka.

"Penasihat Negara Aung San Suu Kyi tidak menggunakan posisi de facto-nya sebagai kepala pemerintahan, atau otoritas moralnya, untuk menghentikan atau mencegah peristiwa yang berlangsung di negara bagian Rakhine," sebut laporan itu.

 

 

Sumber: CNN

Berita Lainnya
×
tekid