sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Militer Myanmar umumkan ambil alih kekuasaan negara

Pihak militer menuduh adanya kecurangan suara besar-besaran dalam pemilu.

Valerie Dante
Valerie Dante Senin, 01 Feb 2021 12:33 WIB
Militer Myanmar umumkan ambil alih kekuasaan negara

Televisi militer Myanmar pada Senin (1/2) menyatakan,  militer mengambil kendali negara selama satu tahun.

Sebelumnya, sejumlah laporan menyatakan, sejumlah besar politikus senior negara itu, termasuk pemimpin de facto, Aung San Suu Kyi, telah ditahan.

Seorang presenter di Myawaddy, TV milik militer menyampaikan pengumuman itu, dan mengutip bagian dari konstitusi yang dirancang militer yang memungkinkan militer untuk mengambil kendali pada saat-saat darurat nasional.

Alasan pengambilalihan tersebut sebagian karena kegagalan pemerintah untuk bertindak terkait klaim militer atas penipuan dalam pemilu pada November 2020 dan kegagalannya untuk menunda pemilu di tengah pandemik Covid-19..

Pengumuman tersebut menyusul kekhawatiran selama beberapa hari belakangan terkait ancaman kudeta militer dan datang pada pagi hari sebelum sesi baru parlemen dijadwalkan untuk berlangsung.

Penahanan para politikus dan pemotongan layanan komunikasi pada Senin adalah sinyal pertama bahwa rencana untuk merebut kekuasaan sedang berjalan. Akses telepon dan internet ke Naypyitaw hilang dan Partai Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) tidak dapat dihubungi.

The Irrawaddy, sebuah layanan berita online mapan, melaporkan bahwa Suu Kyi dan Presiden Win Myint ditahan pada Senin dini hari. Layanan berita tersebut mengutip Myo Nyunt, juru bicara NLD.

Laporan tersebut menuturkan,  anggota Komite Eksekutif Pusat NLD, anggota parlemen, dan anggota kabinet daerah juga telah ditahan.

Sponsored

Amerika Serikat, Australia, dan sejumlah negara lainnya telah mengeluarkan pernyataan yang mengungkapkan laporan keprihatinan. Mereka mendesak militer Myanmar untuk menghormati aturan hukum yang berlaku.

"AS khawatir dengan laporan bahwa militer Burma telah mengambil langkah-langkah untuk merusak transisi demokrasi negara itu, termasuk penangkapan Penasihat Negara Aung San Suu Kyi dan pejabat sipil lainnya di Burma," tutur juru bicara Gedung Putih Jen Psaki dalam sebuah pernyataan dari Washington.

Dia mengatakan, Presiden Joe Biden telah mengetahui perkembangan yang dilaporkan.

"AS menentang segala upaya untuk mengubah hasil pemilu baru-baru ini atau menghalangi transisi demokrasi Myanmar dan kami akan mengambil tindakan terhadap mereka yang bertanggung jawab jika langkah-langkah ini tidak dibatalkan," kata pernyataan itu. Burma adalah sebutan lama Myanmar.

Menteri Luar Negeri Australia Marise Payne menyerukan pembebasan Suu Kyi dan pejabat lainnya yang dilaporkan ditahan.

"Kami sangat mendukung berkumpulnya kembali Majelis Nasional secara damai, sesuai dengan hasil pemilihan umum November 2020," tutur dia.

Anggota parlemen Myanmar akan berkumpul Senin di Ibu Kota Naypyitaw untuk sesi pertama parlemen sejak pemilihan tahun lalu.

Suu Kyi yang berusia 75 tahun sejauh ini adalah politikus paling dominan di negara itu, dan menjadi pemimpin negara setelah memimpin perjuangan tanpa kekerasan selama puluhan tahun melawan pemerintahan militer.

Partai yang dipimpin Suu Kyi, NLD, meraih 396 dari 476 kursi di gabungan majelis rendah dan atas parlemen dalam pemungutan suara pada November. Namun, militer memegang 25% dari total kursi di bawah konstitusi yang dirancang militer pada 2008 dan beberapa posisi kementerian penting juga dicadangkan untuk orang yang ditunjuk militer.

Pihak militer yang disebut Tatmadaw, menuduh adanya kecurangan suara besar-besaran dalam pemilu, meski gagal memberikan bukti. Komisi Pemilihan Umum negara bagian pekan lalu menolak tuduhan tersebut.

Di tengah pertengkaran atas tuduhan tersebut, pekan lalu militer meningkatkan ketegangan politik ketika seorang juru bicara pada konferensi pers mingguannya menanggapi pertanyaan seorang reporter, menolak untuk mengesampingkan kemungkinan kudeta.

Mayor Jenderal Zaw Min Tun menjelaskan dengan mengatakan militer akan mengikuti hukum sesuai dengan konstitusi.

Dengan menggunakan bahasa serupa, Panglima Tertinggi Tatmadaw Jenderal Min Aung Hlaing mengatakan kepada pejabat senior dalam pidatonya pekan lalu bahwa konstitusi dapat dicabut jika undang-undang tidak ditegakkan dengan benar.

Selain itu, Tatmadaw juga mengerahkan sejumlah besar tank untuk berjaga-jaga di sejumlah kota besar.

Namun, pada Sabtu (30/1), militer membantah telah mengancam kudeta, menuduh organisasi dan media yang tidak disebutkan namanya salah mengartikan posisinya dan mengambil kata-kata jenderal di luar konteks.

Pada Minggu (31/1), Tatmadaw mengulangi penyangkalannya, kali ini menyalahkan kedutaan asing yang tidak ditentukan karena salah menafsirkan posisi militer dan menyerukan mereka "untuk tidak membuat asumsi yang tidak beralasan tentang situasi tersebut." 

Sumber : Associated Press

Berita Lainnya
×
tekid