Myanmar memanas, AS minta diplomat pulang
Keputusan itu diambil ketika aparat keamanan Myanmar meningkatkan tindakan keras terhadap pengunjuk rasa antikudeta.
Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat pada Selasa (30/3) telah memerintahnkan para diplomat nonesensial mereka untuk pergi dari Myanmar. Keputusan tersebut diambil ketika aparat keamanan Myanmar meningkatkan tindakan keras terhadap para pengunjuk rasa antikudeta militer.
Unjuk rasa harian di seluruh Myanmar oleh demonstran tak bersenjata menuntut pemulihan pemerintah terpilih dan pembebasan pemimpin sipil, Aung San Suu Kyi, telah disambut dengan gas air mata, peluru karet, serta peluru tajam oleh pihak keamanan.
"Militer Burma telah menahan dan menggulingkan pejabat pemerintah terpilih. Protes dan demonstrasi menentang kekuasaan militer telah terjadi dan diperkirakan akan terus berlanjut," kata Kemlu AS dalam sebuah pernyataan, menggunakan nama lama Myanmar, Burma.
Pada pertengahan Februari, Kemlu AS memperbolehkan keberangkatan sukarela pegawai pemerintah AS nondarurat dan anggota keluarga mereka, menambahkan bahwa kementerian telah memperbarui status itu menjadi perintah keberangkatan, tidak lagi sukarela.
Warga sipil yang tewas akibat tindakan keras militer kini telah melampaui 520 orang. Komunitas internasional meningkatkan kecaman mereka terhadap kampanye militer setelah kudeta pada 1 Februari.
"Kemlu AS membuat keputusan untuk mengizinkan perintah keberangkatan dari Burma karena keselamatan dan keamanan personel pemerintah AS dan tanggungan mereka adalah prioritas tertinggi kami," kata seorang juru bicara kementerian.
Juru bicara itu menambahkan, status terkait perintah pergi dari Myanmar akan ditinjau secara bertahap dalam 30 hari ke depan.
AS, Inggris, dan Uni Eropa telah menjatuhkan sanksi sebagai tanggapan atas kudeta dan tindakan keras militer Myanmar. Namun, sejauh ini tekanan diplomatik belum berhasil membuat para jenderal militer meredakan ketegangan.
Sumber : Voice of America