sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Netanyahu dan Gantz bersaing ketat di Pemilu Israel

Gantz penuh optimistis, sementara Netanyahu tidak mengklaim kemenangan atau mengakui kekalahan.

Khairisa Ferida
Khairisa Ferida Rabu, 18 Sep 2019 10:12 WIB
Netanyahu dan Gantz bersaing ketat di Pemilu Israel

Benjamin Netanyahu dan Benny Gantz dilaporkan bersaing ketat dalam perolehan suara pemilu Israel yang berlangsung pada Selasa (17/9). Namun, pada Rabu (18/9), Gantz mengatakan bahwa hasil exit poll menunjukkan kekalahan Netanyahu.

Dalam pidatonya di hadapan pendukung Partai Likud yang berhaluan kanan, Netanyahu sendiri tidak mengklaim kemenangan atau mengakui kekalahan, melainkan hanya mengatakan bahwa dia tengah menunggu penghitungan suara.

Kegagalan Netanyahu membentuk pemerintahan setelah pemungutan suara pada pemilu April 2019 adalah pemicu pemilu kemarin. Ketika tampil di markas Likud pada Rabu pukul 03.00, wajah Netanyahu digambarkan jauh dari aura optimistis.

Dalam pidatonya di markas Likud, Netanyahu menyatakan bahwa dia bermaksud untuk mendirikan pemerintahan zionis yang kuat yang akan mencerminkan pandangan rakyat bangsa Yahudi.

Gambarannya tentang pemerintahan masa depan dinilai membuka jalan bagi partai-partai Yahudi yang bukan bagian dari pemerintahannya saat ini untuk bergabung. Ini dapat pula menjadi pukulan keras bagi Gantz.

Tidak menutup kemungkinan Gantz mencoba untuk membentuk koalisi yang memerintah dengan dukungan diam-diam dari partai Arab, yang oleh banyak orang di sayap kanan dipandang tidak loyal terhadap Israel.

Aliansi Joint Arab List membuat pijakan yang kuat pada pemilu kali ini. Mereka diproyeksikan mendapat 13 hingga 15 kursi, dibandingkan 10 kursi pada pemilu April.

Namun Gantz, yang merupakan seorang mantan jenderal, berseri-seri dengan penuh keyakinan mengatakan bahwa "kami berhasil memenuhi misi", dan dia berjanji untuk mengupayakan pembentukan sebuah pemerintah persatuan. 

Sponsored

Netanyahu, menurut Gantz, tampaknya tidak berhasil dalam misinya untuk memenangkan masa jabatan kelima. 

"Kita akan menunggu hasil yang sebenarnya," kata Gantz.

Survei yang direvisi oleh stasiun TV Israel, beberapa jam setelah pemungutan suara selesai, memberi Likud 30 hingga 33 dari 120 kursi di parlemen, sedikit menurun dibandingkan perkiraan sebelumnya. Sementara koalisi Biru dan Putih yang mengusung Gantz, mendapat 32 hingga 34 kursi.

Namun, bagaimanapun, tidak satu pihakpun memenuhi syarat untuk membentuk pemerintahan koalisi yang berarti harus mencapai ambang batas 61 kursi. Karena itulah mantan Menteri Pertahanan Avigdor Lieberman yang merupakan ketua Partai Yisrael Beitenu disebut sebagai penentu atau "kingmaker".

Pembentukan koalisi digambarkan dapat menjadi rumit. Lieberman mengatakan dia tidak akan bergabung dengan aliansi yang mencakup partai ultra-ortodoks, yang merupakan sekutu tradisional Netanyahu. Saat ini Lieberman disebut berada pada platform yang sebagian besar berfokus untuk melemahkan pengaruh partai-partai keagamaan dan politikus dalam kehidupan sehari-hari di Israel.

Adapun Gantz, menyampingkan partisipasinya dalam pemerintahan Netanyahu jika politikus veteran itu didakwa korupsi.

Kekalahan Netanyahu memiliki dampak meluas bukan hanya hilangnya dominasinya atas politik Israel. Bibi, panggilan Netanyahu, berisiko menghadapi penuntutan atas sejumlah kasus korupsi.

Jika menang dia dapat meloloskan RUU yang membuatnya kebal dari penuntutan. 

Di lain sisi, berakhirnya era Netanyahu dinilai tidak akan membawa perubahan signifikan terkait sejumlah isu krusial, termasuk perlawanan terhadap Iran, konflik dengan Palestina, hubungan dengan Amerika Serikat juga kebijakan ekonomi.

Presiden Israel Reuven Rivlin akan memutuskan siapa yang diberi mandat untuk membentuk pemerintahan baru, biasanya pemimpin partai yang memenangkan kursi terbanyak. (Reuters, Al Jazeera dan CNN)

Berita Lainnya
×
tekid