sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Panglima militer Myanmar: PBB tak punya hak campur tangan

PBB belum lama ini merilis laporan penyelidikan setebal 444 halaman yang memuat rincian tentang kekejaman militer Myanmar terhadap Rohingya.

Khairisa Ferida
Khairisa Ferida Senin, 24 Sep 2018 15:50 WIB
Panglima militer Myanmar: PBB tak punya hak campur tangan

Panglima militer Myanmar Min Aung Hlaing mengatakan, PBB tidak punya hak untuk ikut campur dalam kedaulatan negaranya. Pernyataan tersebut disampaikannya sepekan setelah penyelidik PBB menyerukan agar dia dan sejumlah jenderal lainnya dituntut dakwaan genosida atas krisis Rohingya.

Respons Min Aung Hlaing merupakan reaksi publik pertamanya sejak misi pencarian fakta PBB mendesak Dewan Keamanan untuk mengadili para jenderal Myanmar ke Pengadilan Pidana Internasional (ICC).

Tidak ada negara, organisasi atau kelompok yang memiliki hak untuk campur tangan dan membuat keputusan atas kedaulatan sebuah negara, tulis surat kabar yang dikelola militer, Myawady, yang mengutip pidato Min Aung Hlaing di hadapan para prajurit pada Minggu (23/9).

Laporan penyelidikan PBB setebal 444 halaman, yang disusun selama 18 bulan, memuat penjelasan rinci tentang kekejaman terhadap warga Rohingya. 

Dalam laporan PBB itu disebutkan bahwa pasukan militer, yang terkadang dibantu oleh massa etnis Rakhine melakukan pembunuhan, pemerkosaan, pembakaran, dan penyiksaan terhadap masyarakat Rohingya dengan menggunakan tingkat kekerasan tak terduga dan secara total mengabaikan kehidupan manusia.

Lebih dari 700.000 warga Rohingya telah melarikan diri dari Rakhine ke Bangladesh sejak Agustus tahun lalu, tepatnya setelah militer melancarkan kampanye kekerasan dengan dalih untuk memerangi kelompok militan Arakan Rohingya Salvation Army (ARSA). Mereka takut kembali meskipun ada kesepakatan repatriasi antar kedua negara.

Militer membantah melakukan kesalahan, mereka mengklaim tindakan keras di Rakhine sebagai upaya sah untuk membasmi ARSA. 

Namun, kelompok-kelompok pemantau HAM dan PBB menyatakan bahwa operasi militer tersebut sangat tidak proporsional dan militer telah datang ke Rakhine jauh sebelum kelompok ARSA menyerang pos polisi.

Sponsored

ICC sendiri telah memutuskan bahwa mereka memiliki yurisdiksi untuk membuka penyelidikan awal, meski Myanmar bukan anggota ICC.

Analis mengatakan, bagaimanapun, setiap jalan menuju penuntutan akan panjang dan penuh dengan hambatan-hambatan politik.

Bulan lalu, Facebook menghapus akun sejumlah jenderal Myanmar, termasuk milik Min Aung Hlaing. Platform media sosial itu menuding mereka menyebarkan kebencian dan informasi yang salah.

Sebelumnya, pemerintah sipil Aung San Suu Kyi telah menolak temuan PBB tersebut. Dia menilainya subjektif dan cacat. Peraih Nobel Perdamaian pada 1991 itu malah menegaskan bahwa pihaknya dapat menangani krisis Rakhine dengan lebih baik.

Laporan PBB itu juga turut mengkritik Suu Kyi, yang tindakannya dan kelalaiannya telah berkontribusi terhadap kejahatan yang kejam.

Militer tolak keluar dari dunia politik

Jenderal Min Aung Hlaing juga tidak menghiraukan tuntutan agar militer atau disebut Tatmadaw oleh masyarakat lokal, keluar dari kehidupan politik di Myanmar. Saat ini, militer masih sangat berpengaruh, meski pada 2011 telah terjadi transisi kekuasaan ke pemerintahan sipil.

"Negara perlu mengakhiri konflik bersenjata dalam upaya menuju demokrasi multipartai yang sesungguhnya ... Tatmadaw akan melanjutkan upayanya untuk mencapai perdamaian abadi," katanya.

Dalam pidatonya, Jenderal Min Aung Hlaing menggandakan narasi yang dipegang secara luas di Myanmar bahwa minoritas adalah orang luar. Dia juga menyebut Rohingya sebagai Bengali dan bersikeras bahwa hukum yang tidak mengakui etnis itu akan tetap dipertahankan.

UU Kewarganegaraan 1982 Myanmar mendefinisikan bahwa warga negara adalah kelompok etnis yang secara permanen telah menetap dalam batas-batas modern Myanmar sebelum tahun 1823. Itu adalah tahun sebelum perang pertama antara Inggris-Myanmar.

Pemerintahan diktator Jenderal Ne Win memasukkan 135 kelompok etnis yang telah memenuhi persyaratan dalam daftar ini. Dan tidak ada Rohingya di antaranya. Data inilah yang masih digunakan pemerintah sipil Myanmar hingga saat ini. (AFP)

Caleg Pilihan
Berita Lainnya
×
tekid