sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Pemilu Israel: Netanyahu dan Gantz saling klaim kemenangan

Kelak, jika memang menang, Netanyahu akan melampaui pendiri negara itu, David Ben-Gurion, sebagai PM terlama Israel.

Khairisa Ferida
Khairisa Ferida Rabu, 10 Apr 2019 12:50 WIB
Pemilu Israel: Netanyahu dan Gantz saling klaim kemenangan

Benjamin Netanyahu (69), Perdana Menteri Israel berhaluan konservatif yang telah berkuasa selama empat periode, dan rival utamanya, Benny Gantz (59), yang merupakan mantan kepala staf umum Pasukan Pertahanan Israel (IDF) bersaing ketat dalam pemungutan suara pada Selasa (9/4).

Tetapi pada Rabu (10/4), dengan lebih dari empat juta suara telah dihitung pada pukul 08.00, Likud meraih 26,27% suara atau 35 kursi dari 120 kursi di Knesset. Sementara, aliansi Biru dan Putih memenangkan 25,94% suara, yang juga akan memberikan mereka 35 kursi di Knesset.

Kelak, jika memang menang, Netanyahu akan melampaui pendiri negara itu, David Ben-Gurion, sebagai PM terlama Israel.

Seorang pemain global yang telah membangun stabilitas perekonomian di dalam negeri, Netanyahu secara luas dipuji karena telah menjaga negara itu tetap aman dan memberikan serangkaian kemenangan diplomatik.

Terlepas dari hasilnya, performa Gantz dinilai luar biasa bagi seorang pendatang baru di dunia politik dan juga bagi sebuah partai baru. Gantz terjun ke politik tahun lalu, bersama dengan dua jenderal lainnya dia bertujuan menumpulkan klaim Netanyahu bahwa hanya dia yang dapat menjaga keamanan Israel.

Lebih dari satu juta warga Israel diduga memilih aliansi Biru dan Putih, menempatkan mereka pada posisi sebagai alternatif utama sayap kanan Israel, posisi yang dulu pernah dihuni Partai Buruh.

Penghitungan akhir baru akan diketahui setelah suara dari tentara, tahanan dan pasien rumah sakit selesai dihitung pada akhir minggu ini.

Exit poll dari tiga saluran televisi utama cukup berbeda sehingga kedua belah pihak saling klaim kemenangan.

Sponsored

"Ini adalah malam kemenangan yang luar biasa," kata Netanyahu sekitar pukul 02.00 waktu setempat. "Saya percaya bahwa Tuhan dan sejarah telah memberi rakyat Israel kesempatan lain, sebuah kesempatan emas untuk mengembalikan negara kita menjadi sebuah negara kuat, di antara negara-negara terkuat di dunia."

Netanyahu mengungkapkan harapannya untuk membentuk koalisi baru dengan partai-partai sayap kanan yang dia sebut sebagai mitra alamiahnya, tetapi dia mengklaim bermaksud untuk menjadi PM bagi seluruh rakyat Israel.

Sebelumnya, bertempat di markas besarnya di Tel Aviv, Gantz bersorak sorai dan menyatakan, "Kita adalah pemenangnya." Dia berjanji untuk menjadi perdana menteri bagi semua orang.

Netanyahu mendapat manfaat dari dukungan kuat Trump, yang dalam dua tahun terakhir telah menarik diri dari perjanjian nuklir dengan Iran, mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel, mengakui kedaulatan Israel atas Dataran Tinggi Golan, dan pada Senin (8/4) memasukkan Garda Pengawal Revolusi Iran sebagai organisasi teroris.

Tetapi, upaya Netanyahu untuk kembali berkuasa diprediksi akan menemui jalan terjal, menyusul dakwaan suap dan korupsi yang menerpanya. Bukti-bukti dalam kasus-kasus tersebut, yang sebelumnya diamankan untuk menghindari kebocoran yang dapat memengaruhi pemilu, sekarang harus diungkapkan. Itu berarti, dia dapat diganggu oleh laporan yang merusak ketika tengah membentuk koalisi.

Dinilai akan sulit bagi Netanyahu untuk tetap menjabat begitu dakwaan pidana resmi diajukan.

Netanyahu atau yang akrab disapa Bibi itu menghabiskan sebagian besar waktunya belakangan untuk merongrong para penegak hukum. Dia bahkan mencap media sebagai arus utama berhaluan kiri.

Bibi dilaporkan mencoba membarter kebijakan aneksasi Tepi Barat yang dijanjikannya dengan kekebalan terhadap penuntutan atas kasus-kasus suap dan korupsi yang melibatkannya.

Secara keseluruhan, Israel dipandang telah kehilangan kepercayaan pada solusi dua negara. Saeb Erekat, kepala negosiator Palestina merujuk pada satu jajak pendapat yang menunjukkan bahwa hanya 18 anggota Knesset yang masih mendukung solusi dua negara.

"Apa yang ditunjukkan oleh exit poll adalah bahwa Israel telah memilih untuk mempertahankan status quo," kata Erekat. "Mereka mengatakan 'tidak' untuk perdamaian dan 'ya' untuk pendudukan."

Analisis awal menunjukkan bahwa tingkat partisipasi warga Arab Israel dalam pemilu kali ini rendah, banyak di antara mereka memboikot pemilihan karena kecewa dengan politik dan politikus Israel. (The New York Times dan Haaretz)

Berita Lainnya
×
tekid