sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Pemilu paruh waktu Taiwan, momentum kebangkitan partai pro-China

Partai Kuomintang yang pro-China berhasil mengalahkan DPP dalam pemilu paruh waktu Taiwan pada Sabtu (24/11).

Khairisa Ferida
Khairisa Ferida Senin, 26 Nov 2018 18:59 WIB
Pemilu paruh waktu Taiwan, momentum kebangkitan partai pro-China

Tsai Ing-wen memiliki waktu kurang lebih dari satu tahun untuk memenangkan kembali dukungan publik jika dirinya ingin kembali memenangkan pilpres pada Januari 2020.

Nasib Tsai Ing-wen berubah setelah Partai Demokratik Progresif (DPP) menderita kekalahan dari Kuomintang dalam pemilihan paruh waktu pada Sabtu (24/11). Skala kekalahan itu jauh lebih besar dari perkiraan, di mana DPP kehilangan tujuh kota dan county dari 13 yang sebelumnya mereka kuasai, termasuk di benteng tradisionalnya di Kaohsiung dan Yilan.

Imbas dari kekalahan DPP, Tsai Ing-wen sendiri telah menyatakan mundur sebagai ketua partai. Namun, presiden wanita pertama Taiwan itu sejatinya tidak memiliki penantang internal yang jelas untuk menghentikannya mencalonkan diri kembali.

"Hasil (pemilu) ini menuntut tanggapan dari Tsai Ing-wen, dan perubahan yang jelas adalah untuk mempertegas kekuatan DPP dan hal-hal yang membantu Tsai Ing-wen," ungkap Jonathan Sullivan, direktur China Policy Institute di Nottingham University. "Tsai Ing-wen membuat masyarakat liberal dan progresif sebagai bagian besar dari daya tariknya ke seluruh dunia untuk mendukung Taiwan mensejajarkan diri dengan China yang semakin represif."

Pemilu paruh waktu pada Sabtu lalu dinilai sebagai momentum kebangkitan Kuomintang setelah Tsai Ing-wen menggulingkan partai tersebut pada tahun 2016.

Kuomintang mempromosikan hubungan yang lebih baik hingga akhirnya penyatuan dengan China. Berkuasanya kembali partai itu akan disambut baik Beijing, yang telah membekukan seluruh kontak langsung dengan Tsai Ing-wen setelah presiden Taiwan itu menolak kebijakan 'Satu China'.

Kebijakan Tsai Ing-wen terhadap sejumlah isu domestik utama seperti reformasi tenaga kerja dan pernikahan sesama jenis dipandang sebagai penyebab utama kekalahan DPP, bukan sikapnya terkait hubungan Taiwan-China.

Dalam sejumlah referendum yang diadakan pada saat yang sama dengan pemilu paruh waktu, para pemilih juga menolak mengakui pernikahan sesama jenis dan proposal agar atlet berkompetisi di bawah nama Taiwan. Selama ini mereka bertanding di bawah bendera China Taipei.

Sponsored

"Pemilihan kali ini tidak ada hubungannya dengan penyatuan dengan China atau kemerdekaan Taiwan," papar Austin Wang, seorang ilmuwan politik di University of Nevada, Las Vegas. 

Ada pun bintang kebangkitan Kuomintang adalah Han Kuo-yu, yang terpilih sebagai wali kota Kaohsiung, kota yang telah dipimpin DPP sejak 1998. Han Kuo-yu dinilai mencuri perhatian lewat bahasa kampanyenya yang sederhana, analisis tajamnya atas berbagai 'penyakit' yang diderita Kaohsiung, serta janjinya untuk membawa kondisi ekonomi yang lebih baik melalui relasi lebih bagus dengan China.

Merapat ke AS, tapi jangan berkonflik dengan China

Sejumlah pendukung Tsai Ing-wen mengaitkan kekalahan DPP dengan ketidakpuasan kepemimpinan sang presiden. Upayanya untuk memangkas pensiun pegawai negeri memicu kemarahan pendukung Kuomintang, yang menjadi bagian besar dari layanan sipil negara itu. 

Pendukung DPP juga menilai bahwa Tsai Ing-wen tidak melakukan cukup untuk mengejar reformasi yang dijanjikan atau mendukung proposal referendum progresif.

"Hasil pemilu tidak berarti bahwa orang Taiwan telah memilih untuk menjadi lebih dekat dengan China," tutur Lai Chung-chiang, kepala kelompok sipil Economic Democracy Union, yang sangat terlibat dalam protes tahun 2014 yang menggagalkan upaya mantan Presiden Ma Ying-jeou memperdalam relasi dengan dengan Tiongkok. "Sebaliknya, hasilnya menandai ketidakpuasan pemilih dengan pemerintahan Tsai Ing-wen."

Untuk memenangkan kembali dukungan publik, sejumlah analis mengatakan, Tsai Ing-wen harus bergerak lebih dekat ke Amerika Serikat. Itu untuk mempertahankan diri dari penyatuan secara paksa oleh China.

"Tsai Ing-wen perlu mengungkapkan dengan jelas bahwa Taiwan senang untuk meningkatkan kerja sama dengan AS, sementara dia juga perlu memperjelas bahwa Taiwan tidak berusaha terlibat konflik dengan China," kata Jou Yi-cheng, yang pernah menjadi penulis pidato untuk mantan Presiden Chen Shui-bian. (the Japan Times)

Berita Lainnya
×
tekid