sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Pemimpin Hong Kong larang penggunaan masker saat demo

Larangan itu mengecualikan mereka yang menggunakan masker untuk tujuan medis atau sebagai atribut keagamaan.

Valerie Dante
Valerie Dante Jumat, 04 Okt 2019 17:15 WIB
Pemimpin Hong Kong larang penggunaan masker saat demo

Pada Jumat (4/10), Kepala Eksekutif Hong Kong Carrie mengumumkan bahwa penggunaan masker dalam demonstrasi akan dianggap sebagai tindakan ilegal berdasarkan regulasi baru.

Siapa pun yang melanggar peraturan itu terancam menghadapi hukuman satu tahun penjara dan denda hingga US$3.200. Hukuman penjara enam bulan juga dapat menjerat demonstran yang menolak perintah polisi untuk melepaskan masker mereka agar dapat diidentifikasi.

Lam mengatakan bahwa Hong Kong tidak berada dalam keadaan darurat nasional, tetapi kota itu sedang menghadapi masalah yang sangat serius akibat gelombang protes yang berlangsung sejak Juni.

"Kita harus menghentikan kekerasan ... Yang sekarang telah menjalar ke seluruh Hong Kong," kata dia dalam sebuah konferensi pers.

Lam menyatakan, larangan penggunaan masker itu menargetkan para demonstran dan akan secara efektif mencegah tindakan radikal.

Sebelumnya pada Jumat, pengunjuk rasa prodemokrasi berbaris melewati jalan-jalan di pusat Hong Kong, menjelang konferensi di mana Lam mengumumkan menggunakan Ordonansi Peraturan Darurat untuk melarang orang-orang menggunakan masker dalam aksi unjuk rasa.

Peraturan baru itu melarang pemakaian masker yang menutup sebagian atau seluruh wajah.

Pemerintah Hong Kong membela larangan tersebut, menekankan pentingnya proses identifikasi. Menurut mereka, dengan menggunakan masker, perusuh dapat menyembunyikan identitas dan mempersulit polisi melakukan identifikasi.

Sponsored

Larangan itu mengecualikan mereka yang menggunakan masker untuk tujuan medis atau sebagai atribut keagamaan.

Kontraproduktif

Sejumlah legislator dan aktivis memperingkatkan bahwa larangan baru Lam bisa menjadi kontraproduktif dan sulit diterapkan, terutama ketika kondisi Hong Kong masih bergejolak akibat gerakan antipemerintah.

Pada Jumat, ribuan orang berdemonstrasi menentang apa yang mereka klaim sebagai taktik pemerintah untuk menakut-nakuti pemrotes dan meredam unjuk rasa yang telah berlangsung selama 18 minggu berturut-turut.

Kompak mengenakan masker, para demonstran meneriakkan slogan-slogan yang menyerukan demokrasi dan meminta pertanggungjawaban polisi atas kebrutalan mereka dalam menangani aksi protes selama ini.

"Saya ingin menggunakan masker," teriak mereka.

Seorang demonstran mengatakan bahwa pemerintah tidak akan berhasil mengintimidasi warga Hong Kong.

"Apakah pemerintah akan menangkap 100.000 yang sedang berdemonstrasi? Mereka berusaha mengintimidasi kami, tetapi menurut saya, orang-orang tidak akan takut," kata dia.

Ordonansi Peraturan Darurat

Meski Lam menegaskan Hong Kong tidak mendeklarasikan keadaan darurat nasional, pemimpin itu tetap menerapkan UU darurat era kolonial untuk memberlakukan larangan penggunaan masker.

William Lam, profesor di Chinese University, memperingatkan bahwa penggunaan Ordonansi Peraturan Darurat untuk pertama kalinya dalam lebih dari 50 tahun adalah langkah berbahaya.

UU itu berasal dari pemerintahan Inggris dan sempat diberlakukan pada 1922 dan 1967 untuk memadamkan kerusuhan dan pemogokan di Hong Kong.

Hukum tersebut akan memberikan Lam kekuatan yang lebih luas untuk menerapkan peraturan dalam keadaan darurat.

"Jika UU antimasker tidak efektif, itu bisa mengarah pada langkah-langkah yang lebih kejam seperti penerapan jam malam atau pelanggaran kebebasan sipil lainnya," ujar William.

Hukum era kolonial itu memungkinkan Lam untuk membuat peraturan apa pun selama keadaan darurat, termasuk pemutusan jaringan internet.

Langkah Lam diumumkan menyusul kerusuhan yang bertepatan pada Hari Nasional China, Selasa (1/10). Saat bentrok, seorang petugas polisi menembak demonstran berusia 18 tahun, Tsang Chi-kin.

Awalnya, protes di Hong Kong dipicu oleh RUU ekstradisi yang kini sudah secara resmi ditarik oleh pemerintah. Kini, aksi unjuk rasa berkembang menjadi gerakan antipemerintah yang menyerukan reformasi demokrasi di Hong Kong.

PM Malaysia: Lam harus mundur

Perdana Menteri Malaysia Mahathir Mohamad pada Jumat mengatakan bahwa Lam seharusnya mundur menyusul serangkaian protes prodemokrasi terhadap pemerintahannya.

Tumbuhnya penentangan terhadap pemerintah Hong Kong telah menjerumuskan pusat keuangan Asia itu ke dalam krisis politik terbesarnya dalam beberapa puluh tahun terakhir.

Berbicara dalam sebuah konferensi di Kuala Lumpur, Mahathir menuturkan bahwa Lam perlu mendengarkan hati nuraninya.

"Hati nuraninya mengatakan bahwa warga Hong Kong benar dalam menolak hukum itu, tetapi di sisi lain dia tahu konsekuensi yang akan dihadapinya," kata dia. "Namun, menurut saya ... Hal terbaik yang harus dilakukan adalah mengundurkan diri."

Mahathir menilai, China akan mengambil tindakan terhadap para pemrotes di Hong Kong.

"Iya, China mengizinkan mereka untuk berdemonstrasi, tetapi pada akhirnya, dalam sistem yang otoriter, mereka akan kembali melakukan apa yang seharusnya dilakukan," tutur pria yang akrab disapa Dr M itu. (Deustche Welle dan Channel News Asia)

Berita Lainnya
×
tekid