sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Pemimpin tertinggi Iran: Selama 40 tahun mereka gagal mengalahkan kami

Pemimpin tertinggi Iran Ayatullah Ali Khamenei menggambarkan permintaan negosiasi oleh AS sebagai upaya menipu.

Khairisa Ferida
Khairisa Ferida Kamis, 27 Jun 2019 11:21 WIB
Pemimpin tertinggi Iran: Selama 40 tahun mereka gagal mengalahkan kami

Dalam komentar publik pertamanya sejak Donald Trump membatalkan serangan ke Iran pekan lalu, pemimpin tertinggi Iran Ayatullah Ali Khamenei menyebut bahwa tekanan "Front Arogansi" terhadap negaranya sia-sia.

"Sudah 40 tahun mereka gagal membuat bangsa Iran bertekuk lutut," demikian disampaikan Khamenei seperti dilansir dalam situs resminya english.khamenei.ir pada Rabu (26/6).

Khamenei memuji martabat dan kedaulatan sejati yang ditunjukkan bangsa Iran yang menurutnya tidak hanya sesuai dengan peristiwa baru-baru ini, melainkan sudah demikian selama 40 tahun terakhir.

Pemimpin tertinggi Iran itu menyebut perlawanan negaranya dalam menghadapi musuh sebagai upaya memutus rantai eksploitasi. "Bangsa Iran memutuskan rantai eksploitasi dengan Korps Pengawal Revolusi Islam, dan identitas Iran dengan karakteristik Islam-nya yang membawa kemajuan."

Khamenei menegaskan bahwa kemerdekaan dan martabat bangsa Iran merupakan benteng untuk melawan agresi.

"Bangsa ini menginginkan martabat, kemerdekaan dan kemajuan. Dengan demikian, tidak peduli berapa banyak musuh yang menekan, bangsa ini tidak terpengaruh," tutur Khamenei.

Dalam pernyataannya, Khamenei mengecam AS karena menjatuhkan sanksi terhadap Iran.

"Sekarang, negara yang hebat, berani dan terkemuka ini dituduh oleh pemerintah yang paling ganas, yaitu AS, sumber perang, pertumpahan darah, konflik, dan penjarahan bangsa-bangsa sepanjang sejarah manusia. Tokoh yang paling dibenci dari pemerintahan semacam itu menuduh dan meremehkan bangsa Iran dan kita tidak akan menyerah serta tidak akan mundur atas penghinaan ini," ungkap Khamenei.

Sponsored

Khamenei menggambarkan permintaan negosiasi oleh AS sebagai upaya menipu. "Negosiasi adalah upaya untuk menipu Iran agar melakukan apapun yang diinginkan AS ... Jika Anda menerima permintaan mereka, Anda akan menderita hal-hal terburuk dan jika Anda tidak menerimanya, Anda akan mendapat kemarahan atas alasan HAM."

"Mereka mengklaim dengan kebohongan melakukan advokasi untuk HAM: HAM versi AS! Mereka menembak jatuh 300 orang di dalam satu pesawat, mereka membantu Arab Saudi untuk mengebom Yaman, di pasar, acara-acara dan rumah sakit," sebut orang nomor satu di Negeri Para Mullah.

Menurut Khamenei, AS mulai putus asa untuk menekan Iran. "Sekarang AS gagal mencapai tujuan mereka melalui tekanan, berasumsi bahwa Iran naif. Mereka mengatakan 'bernegosiasilah dengan kami sehingga Anda dapat maju'. Ya, kami akan maju, tetapi tanpa Anda."

"Dengan kehadiran Anda, tidak akan ada kemajuan. Selama periode kedua dinasti Pahlavi, Anda (AS) bertanggung jawab atas segalanya, namun dinasti itu mengalami kemunduran hari demi hari. Anda bertanggung jawab atas ketertinggalan bangsa Iran. Jadi bangsa Iran akan maju, asalkan Anda tidak terlibat," imbuhnya.

Sebagai pembuat keputusan terpenting dalam sistem politik Iran, persetujuan Khamenei diperlukan untuk menjalin pembicaraan diplomatik atau aksi militer.

Tuduhan AS bahwa Iran mengejar senjata nuklir dan terlibat dalam sejumlah aktivitas jahat di kawasan merupakan jantung dari kebuntuan saat ini. Tahun lalu, Trump menarik AS keluar dari kesepakatan nuklir 2015 karena menilai pakta tersebut gagal memblokir ambisi nuklir Iran secara permanen atau membatasi aktivitas militer Iran lainnya.

Tahun lalu pula Trump menerapkan kembali sejumlah sanksi terhadap Iran, memicu rasa sakit parah pada perekonomian negara itu.

Belakangan, Iran mengurangi komitmennya pada kesepakatan nuklir 2015. Beberapa waktu lalu mereka mengumumkan bahwa jumlah uranium tingkat rendah yang diperkaya akan melebihi yang diizinkan di bawah kesepakatan nuklir 2015.

Iran mencap sanksi-sanksi AS sebagai perang ekonomi. Pejabat Iran menegaskan bahwa jika mereka tidak mendapat bantuan atas sanksi pada 7 Juli maka kepatuhan atas komitmen lain di bawah kesepakatan nuklir 2015 dipertaruhkan. Demikian seperti dilansir The New York Times.

Pemerintah Eropa yang masih berharap pada kesepakatan nuklir 2015 telah mendorong Iran untuk tetap pada kewajibannya sementara mereka berusaha mencari cara untuk menghindari sanksi AS.

Di bawah ketentuan resolusi 2231 Dewan Keamanan PBB 2015 yang mendukung kesepakatan nuklir, setiap pelanggaran yang dilakukan Iran dapat memicu hukuman ekonomi multilateral, yang semakin mencekik perekonomian Teheran dan meningkatkan ketegangan.

Caleg Pilihan
Berita Lainnya
×
tekid