sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Pengadilan Korea Selatan perintahkan Mitsubishi ganti rugi romusa

Mitsubishi diminta untuk memberikan ganti rugi kepada 10 warga Korea Selatan yang dipaksa menjadi romusa selama Perang Dunia II.

Khairisa Ferida
Khairisa Ferida Jumat, 30 Nov 2018 14:41 WIB
Pengadilan Korea Selatan perintahkan Mitsubishi ganti rugi romusa

Pengadilan tertinggi Korea Selatan pada Kamis (29/11) memutuskan bahwa perusahaan Jepang Mitsubishi Heavy Industries Ltd harus memberikan ganti rugi kepada 10 warga Korea Selatan atas kerja paksa selama Perang Dunia II. Keputusan ini langsung membuat marah Tokyo.

Keputusan itu menggemakan amar penting Mahkamah Agung pada bulan lalu, yang mendukung warga Korea Selatan meminta ganti rugi dari Nippon Steel & Sumitomo Metal Corp. atas kerja paksa pada masa perang.

Putusan itu mengukuhkan keputusan pengadilan banding pada 2013, yang mengharuskan Mitsubishi membayar 80 juta won atau sekitar Rp1 miliar lebih kepada masing-masing lima pekerja atau keluarga mereka sebagai ganti rugi.

Dalam putusan terpisah, pengadilan itu juga memerintahkan Mitsubishi membayar hingga 150 juta won kepada masing-masing dari lima penggugat lain atau keluarga mereka.

Mitsubishi menyebut putusan itu "sangat disesalkan". Mereka mengatakan akan membahas respons atas putusan tersebut dengan pemerintah Jepang.

Jepang dan Korea Selatan berbagi sejarah pahit, yang mencakup penjajahan Jepang pada 1910-1945 atas Semenanjung Korea dan penggunaan wanita penghibur, penghalusan Jepang untuk gadis dan wanita. Banyak dari mereka orang Korea, yang dipaksa bekerja di rumah bordil Jepang semasa perang.

Sengketa sejarah perang sejak lama menjadi batu sandungan hubungan di antara tetangga Asia Timur tersebut, yang memicu kekhawatiran bahwa itu dapat membahayakan upaya bersama untuk mengendalikan kegiatan nuklir Korea Utara.

Menteri Luar Negeri Jepang Taro Kono mengeluarkan pernyataan menyebut putusan pengadilan itu "betul-betul tidak dapat diterima". Kementerian itu memanggil duta besar Korea Selatan untuk menyampaikan keluhan.

Sponsored

"Keputusan betul-betul menjungkirkan landasan hukum hubungan ramah dan kerja sama di antara kedua negara itu," kata Taro.

Taro mendesak Seoul segera mengambil tindakan untuk memperbaiki "kerusakan dan biaya tidak benar", yang menimpa perusahaan Jepang atau Tokyo akan mempertimbangkan pilihan lainnya, termasuk merujuk perkara tersebut ke mahkamah dunia.

Kementerian Luar Negeri Korea Selatan menyatakan penyesalan atas yang disebutnya "tanggapan berlebihan" Jepang. Mereka juga memanggil duta besar Jepang dan mendesak menahan diri.

"Kami akan menyusun tanggapan dengan cara yang dapat menyembuhkan rasa sakit dan luka korban, tapi pada saat sama memupuk hubungan ke depan dengan Jepang," kata juru bicara kementerian itu, Roh Kyu-deok, dalam jumpa pers.

"Tapi, pemerintah harus menghormati keputusan pengadilan di bawah asas pemisahan kekuasaan," katanya.

Perkara sebelumnya, yang diadukan kelompok lima mantan buruh, yang dibawa di Jepang, ditolak dengan alasan bahwa hak pemulihan mereka berakhir dengan perjanjian pemulihan hubungan diplomatik Seoul dengan Tokyo pada 1965.

Tapi, Mahkamah Agung Korea Selatan memperkuat putusan pada bulan lalu bahwa pendudukan atas semenanjung itu oleh Jepang tidak sah.

"Perjanjian itu tidak mencakup hak korban kerja paksa atas ganti rugi kejahatan terhadap kemanusiaan oleh perusahaan Jepang, yang berhubungan langsung dengan kekuasaan jajahan tidak sah pemerintah Jepang dan serbuan terhadap Semenanjung Korea," sebut pernyataan pengadilan tersebut.

Kim Seong-ju, penggugat berusia 90 tahun dalam perkara kedua, menyatakan dikirim ke Jepang ketika berusia 15 tahun atas saran gurunya, yang berkebangsaan Jepang.

"Saya diberitahu bahwa saya bisa ke sekolah menengah dan tinggi dan belajar lebih banyak, tapi ternyata harus bekerja di pabrik sepanjang waktu," kata Kim dalam jumpa pers sesudah putusan itu, dengan menunjukkan tangannya yang memiliki bekas luka. "Saya sekarang merasa luar biasa."

Sumber : Antara

Caleg Pilihan
Berita Lainnya
×
tekid