sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

PM Irak: Kerusuhan picu kerugian besar

PM Abdul Mahdi menyerukan agar pasar, pabrik, sekolah dan kampus-kampus kembali dibuka.

Khairisa Ferida
Khairisa Ferida Senin, 04 Nov 2019 19:51 WIB
PM Irak: Kerusuhan picu kerugian besar

Perdana Menteri Irak Adel Abdul Mahdi meminta para demonstran untuk menghentikan aksinya dan membantu memulihkan situasi normal di seluruh negeri di tengah protes besar yang menuntut reformasi ekonomi dan politik.

Demonstrasi, yang dimulai pada awal Oktober dan mengguncang sistem politik negara itu, menurut Abdul Mahdi telah mencapai tujuannya dan harus berhenti memengaruhi aktivitas perdagangan dan ekonomi.

"Mengancam kepentingan minyak dan memblokir jalan menuju pelabuhan Irak menyebabkan kerugian besar melampaui miliaran dolar," kata Abdul Mahdi pada Minggu (3/11) malam, memperingatkan bahwa kerusuhan akan mendorong harga-harga barang.

PM Abdul Mahdi menyerukan agar pasar, pabrik, sekolah dan kampus-kampus kembali dibuka.

Pada hari Minggu, pengunjuk rasa memblokir jalan-jalan di sekitar lokasi aksi mereka di Baghdad dengan membakar ban dan kawat berduri, membentangkan spanduk di salah satu jalan yang diblokir: "Jalan-jalan ditutup atas perintah rakyat".

Di selatan Basra, para pemrotes memblokir jalan raya menuju Pelabuhan Umm Qasr.

Terlepas dari kekayaan minyak negara itu, banyak warga Irak hidup dalam kemiskinan dengan akses terbatas ke air bersih, listrik, peratawan kesehatan atau pendidikan.

Pada Minggu malam, puluhan pengunjuk rasa menyerang konsulat Iran di kota suci syiah, Karbala, menyingkirkan penghalang beton di sekitar gedung, menurunkan bendera Iran dan menggantinya dengan bendera Irak.

Sponsored

Setidaknya tiga pemrotes dilaporkan tewas dalam serangan itu ketika pasukan keamanan melepaskan tembakan. Demikian diungkapkan sumber keamanan dan medis.

Pemilu lebih awal

Para pedemo turun ke jalan-jalan di seluruh negeri untuk menyerukan perbaikan sistem politik yang didirikan setelah invasi yang dipimpin Amerika Serikat pada 2003.

Pengunjuk rasa melampiaskan amarah mereka pada elite yang berkuasa, yang mereka tuduh menjarah kekayaan negara. Selain itu, mereka juga menargetkan Iran dan kelompok militan syiah yang didukung Teheran.

Dalam pernyataannya, Abdul Mahdi membedakan antara pengunjuk rasa damai, yang menurut dia telah mengubah demonstrasi menjadi "festival rakyat" yang menyatukan bangsa, dan "penjahat" yang disebutnya memanfaatkan para demonstran sebagai perisai manusia ketika menyerang pasukan keamanan.

PM Abdul Mahdi dikabarkan telah bertatap muka dengan para pejabat tinggi keamanan pada Sabtu (2/11).

Sebelumnya, pada Kamis, Presiden Barham Salih menuturkan bahwa PM Abdul Mahdi bersedia mengundurkan diri begitu para pemimpin politik menyetujui penggantiannya. Dia juga menyerukan UU pemilu yang baru dan menekankan dia akan mendukung pemilu lebih awal setelah itu diberlakukan.

Dalam pertemuan dengan para kepala serikat pekerja kemarin, Salih mengatakan bahwa UU pemilu yang baru akan diajukan ke parlemen pekan ini.

Pernyataan Abdul Mahdi tidak menyinggung soal pengunduran diri. Sekalipun UU pemilu yang baru dengan cepat disetujui, proses penyelenggaraan pemilu dan pembentukan pemerintahan baru dapat menelan waktu berbulan-bulan.

Sementara itu, Amnesty International pekan lalu melayangkan kritik terhadap pasukan keamanan karena menggunakan jenis granat air mata.

"Semua bukti menunjuk ke pasukan keamanan Irak yang mengerahkan granat level militer terhadap para pemrotes di Baghdad ... Kurangnya pertanggungjawaban atas pembunuhan dan cedera yang melanggar hukum oleh pasukan keamanan, yang bertanggung jawab atas sebagian besar korban bulan lalu, mengirim pesan bahwa mereka dapat membunuh dan melukai dengan bebas dari hukuman. Pihak berwenang harus mengendalikan polisi, memastikan segera, tidak memihak, investigasi yang efektif dan menuntut mereka yang bertanggung jawab. "

Abdul Mahdi mengungkapkan bahwa pasukan keamanan berada di bawah perintah tegas untuk tidak menggunakan amunisi atau senjata mematikan lainnya terhadap pengunjuk rasa.

Pada Sabtu, polisi menggunakan tembakan langsung dan gas air mata untuk mencoba membubarkan pengunjuk rasa dan membuka jalan menuju pelabuhan Umm Qasr tetapi itu gagal memaksa mereka untuk pergi.

Gelombang protes di Irak dilaporkan telah menelan lebih dari 250 korban jiwa.

Sumber : Al Jazeera

Berita Lainnya
×
tekid