PM Trudeau: Kanada masuki gelombang kedua Covid-19

Perdana Menteri Justin Trudeau pada Rabu (23/9) mengatakan, Kanada akan memasuki gelombang kedua pandemik coronavirus jenis baru. Dia memperingatkan bahwa situasi di negara itu bisa bertambah buruk.

Ketika Kanada menerapkan lockdown atau karantina wilayah pada 13 Maret, ada 47 kasus Covid-19 baru yang dikonfirmasi per harinya. Namun, pada Selasa (22/9), negara tersebut mencatat lebih dari 1.000 kasus baru per harinya.

"Kami tidak dapat mengubah angka hari ini atau bahkan besok, itu semua ditentukan apa yang kita semua lakukan dua pekan lalu," kata dia. "Tetapi yang bisa kita ubah adalah posisi kita pada Oktober dan saat memasuki musim dingin nanti," jelas dia

PM Trudeau mendesak warga Kanada untuk tetap memakai masker dan mengunduh aplikasi Covid-19 buatan pemerintah yang dapat memberi tahu seseorang jika mereka melakukan kontak dekat dengan orang yang dinyatakan positif.

"Bersama-sama, kita dapat mengendalikan gelombang kedua ini," sambungnya.

Dia menyatakan, pemerintahannya akan melakukan segala cara untuk mendukung warga Kanada dan ekonomi nasional selama pandemik berlangsung.

Dua pemimpin partai oposisi tidak dapat menyaksikan langsung pidato Trudeau pada Rabu karena mereka baru-baru ini dinyatakan positif Covid-19. Kanada telah mengalami lonjakan kasus infeksi dalam beberapa hari terakhir.

Gubernur jenderal menyebut pandemik sebagai krisis kesehatan masyarakat paling serius yang pernah dihadapi Kanada. Lebih dari 9.000 warga telah meninggal dalam enam bulan terakhir dan pemerintah mengatakan dampak Covid-19 terhadap ekonomi nasional lebih buruk daripada krisis keuangan pada 2008.

Untuk mengatasi dampak pandemik terhadap ekonomi, terutama bisnis kecil, pemerintah berencana memperpanjang Subsidi Upah Darurat Kanada hingga musim panas mendatang.

Selain itu, pemerintahan Trudeau juga mengatakan, akan mengenakan pajak kepada perusahaan internet besar yang beroperasi di negara tersebut.

Trudeau kembali memenangkan pemilu pada 2019, tetapi partainya tidak memiliki mayoritas kursi di parlemen dan harus bergantung pada setidaknya satu partai oposisi untuk tetap berkuasa (Washington Post)