sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Polisi India bantah tembak demonstran anti-UU Kewarganegaraan

Polisi menegaskan mereka tidak menembak siapa pun, baik dengan peluru tajam atau peluru karet.

Valerie Dante
Valerie Dante Selasa, 17 Des 2019 18:04 WIB
Polisi India bantah tembak demonstran anti-UU Kewarganegaraan

Pada Selasa (17/12), polisi membantah menargetkan demonstran dalam protes yang menentang UU Kewarganegaraan yang baru di Ibu Kota New Delhi, India. Mereka menegaskan tidak menembak siapa pun, baik dengan peluru tajam atau peluru karet.

Pernyataan polisi muncul setelah setidaknya tiga orang mengaku ditembak dalam bentrokan yang terjadi antara polisi dan pedemo di Jamia Millia Islamia University pada Minggu (15/12). Polisi mengklaim, luka-luka yang mereka derita disebabkan oleh ledakan tabung gas air mata yang rusak.

Seorang juru bicara rumah sakit mengatakan dua orang dirawat dengan luka tembak. Laporan medis milik salah seorang pasien yang dilihat BBC menunjukkan bahwa korban, yang tidak terlibat dalam unjuk rasa, meyakini dia ditembak di bagian paha.

Laporan itu hanya mengonfirmasi adanya objek asing yang tertancap di paha dan telah ditangani oleh dokter. Pria yang terluka itu mengaku dia melihat polisi menembaknya.

Pemerintah Perdana Menteri Narendra Modi mengklaim bahwa UU Kewarganegaraan akan menyelamatkan umat agama minoritas seperti Hindu dan Kristen dari penganiayaan di tiga negara tetangga India yaitu Afghanistan, Bangladesh, dan Pakistan dengan jalan menawarkan mereka kewarganegaraan.

Namun, banyak yang menilai UU Amendemen Kewarganegaraan (CAA) sebagai hukum yang diskriminatif dan bagian dari agenda nasionalis Hindu untuk memarginalkan 200 juta warga muslim yang merupakan minoritas di India.

Polisi menyebut telah menangkap 10 orang dalam bentrokan pada Minggu. Di tengah kritik penggunaan kekuatan berlebihan di area kampus Jamia Millia, polisi menambahkan bahwa tidak ada mahasiswa yang ditahan.

Menurut polisi, penduduk yang tinggal di dekat kampus bergabung dalam unjuk rasa dan ikut menyerang petugas keamanan.

Sponsored

Wakil Rektor Jamia Millia Najma Akhtar mengatakan bahwa 200 orang terluka. Angka itu jauh berbeda dari penyataan polisi yang menyebut, hanya 39 mahasiswa yang terluka dan 30 petugas cedera.

Polisi mengaku telah bertindak dengan pengekangan maksimum dan menggunakan kekuatan minimum.

Setidaknya enam orang tewas sejak protes anti-UU Kewarganegaraan pecah di Negara Bagian Assam pada Kamis (12/12).

Amarah masyarakat India atas UU Kewarganegaraan baru menyebar ke seluruh negeri, dengan protes dilaporkan terjadi di lebih dari 12 universitas pada Senin (16/12).

Para mahasiswa di New Delhi, Chennai, dan Varanasi memprotes pemerintah dan menentang kebrutalan polisi. Demonstrasi tersebut juga merupakan bentuk dukungan mereka bagi para mahasiswa Jamia Millia.

Rekaman video yang beredar pada Senin disebut mempertontonkan bagaimana mahasiswa melemparkan batu ke arah pasukan keamanan dalam bentrokan di Lucknow. Sementara petugas dilaporkan memukul mereka dengan tongkat.

Di Kolkata, puluhan ribu orang bergabung dengan demonstrasi yang dipimpin oleh Ketua Menteri Mamata Banerjee dan Partai Kongres Trinamool.

Pembelaan Modi

Pada Senin, PM Modi menulis serangkaian twit untuk membela UU Kewarganegaraan baru. Dia mengatakan, hukum itu disahkan kedua majelis parlemen dengan meraih dukungan luar biasa.

Modi menyebut, UU tersebut menggambarkan budaya inklusif, harmoni, kasih sayang, dan pesaudaraan India.

"Saya ingin meyakinkan sesama warga India bahwa CAA tidak memengaruhi golongan agama apa pun yang dianut warga negara India," twit dia.

Menanggapinya, Rahul Gandhi, eks rival Modi dalam Pemilu 2019, menyebut UU tersebut sebagai senjata polarisasi massa oleh kaum fasis.

UU Kewarganegaraan baru India mengubah hukum kewarganegaraan lama yang berusia 64 tahun, yang melarang imigran ilegal mendapat status warga negara.

Selain itu, UU Kewarganegaraan baru juga mempercepat proses mendapatkan kewarganegaraan India untuk umat Hindu, Sikh, Buddha, Jain, Parsi, dan Kristen yang berasal dari tiga negara tetangga. Mereka hanya perlu tinggal atau bekerja di India selama enam tahun untuk memenuhi syarat mengajukan permohonan kewarganegaraan.

Para kritikus menyebut, UU tersebut eksklusif dan merupakan bagian dari agenda untuk menyingkirkan muslim. Menurut mereka, hukum itu melanggar prinsip-prinsip yang diabadikan dalam konstitusi India. Mereka menegaskan bahwa kepercayaan atau agama tidak dapat dijadikan tolok ukur mendapat status kewarganegaraan.

Pemerintah, yang dipimpin oleh Partai Bharatiya Janata (BJP), membela diri dengan menyebut bahwa mereka hanya berusaha memberikan perlindungan kepada orang-orang yang melarikan diri dari penganiayaan atas nama agama.

Sumber : BBC

Caleg Pilihan
Berita Lainnya
×
tekid