sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Repatriasi eks-simpatisan ISIS mitigasi ancaman teror

Para eks-simpatisan dinilai dapat membantu pemerintah membuat peta teror dan mencegah potensi ancaman lanjutan.

Valerie Dante
Valerie Dante Jumat, 27 Sep 2019 16:04 WIB
Repatriasi eks-simpatisan ISIS mitigasi ancaman teror

Pengamat hubungan internasional dari Universitas Indonesia, Agung Nurwijoyo, menyatakan bahwa repatriasi WNI eks-simpatisan ISIS merupakan tindakan preventif penyebaran ancaman teror.

"Pemerintah perlu merepatriasi para eks-simpatisan untuk mencegah mereka menjadi Foreign Terrorist Fighters (FTF) di tempat lainnya," kata dia dalam diskusi "Bicara Terorisme" di The Habibie Centre, Jakarta, pada Jumat (27/9).

Dia menekankan bahwa langkah mitigasi perlu diambil agar ancaman terorisme tidak bertransformasi menjadi bentuk baru.

"Terorisme adalah sesuatu yang tidak dapat diprediksi, oleh karena itu dibutuhkan langkah-langkah mitigasi pemerintah, salah satu yang penting merupakan repatriasi para eks-simpatisan," jelas dia.

Agung menjelaskan bahwa para eks-simpatisan justru dapat membantu pemerintah membuat peta teror dan mencegah potensi ancaman lanjutan.

Terkait repatriasi, Agung menyatakan, pemerintah perlu melakukan proses asesmen yang ketat. Menurut dia, mesti dibedakan antara militan ISIS yang ditahan di penjara di Al-Hasakah dan simpatisan yang berada di kamp Al-Hol.

"Bukan berarti simpatisan memiliki paparan radikalisme yang rendah. Maka itu pertama-tama harus dilakukan asesmen untuk melihat paparan radikalisme mereka setinggi apa," tutur dia. "Itu merupakan bagian dari proses deradikalisasi yang umumnya dilakukan oleh Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT).

Selain itu, lanjut Agung, pemerintah Indonesia perlu bekerja sama dengan aktor-aktor utama dalam konflik di Suriah untuk melakukan proses repatriasi dan asesmen. Dia menjelaskan bahwa pasukan militer Suriah, Free Syrian Army (FSA) yang didukung Turki, pasukan Kurdi, Syrian Democratic Forces (SDF) yang didukung Amerika Serikat dan ISIS merupakan pihak-pihak utama dalam konflik di negara itu.

Sponsored

"Terkait proses asesmen secara khusus, Indonesia sebaiknya bekerja dengan SDF yang menangani kamp Al-Hol," jelas Agung.

Selain sebagai bentuk mitigasi ancaman terorisme, peneliti dari The Habibie Centre, Nurina Vidya Hutagalung, menyebut bahwa repatriasi WNI eks-simpatisan ISIS merupakan isu kemanusiaan.

Pasalnya, isu repatriasi tidak bisa mengabaikan fakta bahwa terdapat sejumlah masalah di kamp Al-Hol. Beberapa di antaranya merupakan terbatasnya tenda, minimnya ketersediaan air bersih dan kamar mandi.

"Jumlah pengungsi selalu bertambah, seharusnya kamp itu hanya mampu menampung 20.000 orang tetapi kini ditempati oleh lebih dari 70.000 orang," jelas Nurina.

Selain itu, bantuan makanan dan dana tidak tentu, serta fasilitas kesehatan pun terbatas.

Berita Lainnya
×
tekid