sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Rusia: Presiden Ukraina manfaatkan konflik untuk kepentingan politik

Rusia menegaskan bahwa Ukraina telah melanggar kedaulatan wilayahnya dengan melintasi Selat Kerch tanpa pemberitahuan.

Valerie Dante
Valerie Dante Selasa, 18 Des 2018 19:00 WIB
Rusia: Presiden Ukraina manfaatkan konflik untuk kepentingan politik

Ketegangan antara negara bekas Uni Soviet, Ukrania dan Rusia, meningkat akibat penangkapan tiga kapal Angkatan Laut Ukraina oleh Rusia di jalur perairan yang menghubungkan Laut Azov dan Laut Hitam. 

Selain itu, Rusia juga menahan 24 pelaut yang ada dalam kapal-kapal tersebut.

Moskow menyebut dua kapal perang kecil dan satu tugboat atau kapal tunda milik Ukraina menginvasi Laut Azov yang merupakan perairan teritorial Rusia pada Minggu (25/11).

Ketegangan dengan Rusia mengakibatkan Presiden Ukraina Petro Poroshenko menerapkan hukum darurat perang yang berlaku selama 30 hari di sejumlah wilayah Ukraina per 28 November.  

Rusia menilai tindakan Ukraina ini berlebihan karena konflik kedua negara tetangga ini tidak melibatkan perang atau pun kekuatan militer.

Menurut Duta Besar Rusia untuk Indonesia Lyudmila Vorobieva, Presiden Poroshenko mengambil langkah tersebut demi mengamankan posisinya jelang pemilihan umum yang rencananya akan berlangsung pada 31 Maret 2019. 

Dubes Vorobieva menuturkan, Ukraina memberlakukan hukum darurat perang di 10 wilayah yang sangat anti-Poroshenko.

Jika hukum darurat militer ini berlanjut, maka Poroshenko dapat membatalkan pemilu di daerah-daerah tersebut.

Sponsored

Ada pun sejumlah daerah tersebut meliputi wilayah yang berbatasan dengan Azov dan Laut Hitam, serta sebagian perbatasan dengan Transnistria dan Moldova.

"Sudah jelas bahwa insiden ini telah sengaja diprovokasi oleh Ukraina dan digunakan oleh Poroshenko untuk mencoba mengendalikan situasi sebelum pemilu di Ukraina," ungkap Dubes Vorobieva dalam konferensi pers di kediamannya di Kuningan, Jakarta, pada Selasa (18/12).

Diplomat Rusia itu menegaskan bahwa penahanan kapal dan pelaut Ukraina dilakukan semata-mata karena mereka melanggar hukum.

Dubes Vorobieva menjelaskan bahwa sudah menjadi praktik umum bagi kapal Ukraina atau pun kapal Rusia yang hendak melewati Selat Kerch untuk memberitahu penjaga pantai Rusia terlebih dahulu.

"Kemudian akan ada pasukan Rusia yang memberi arah kapal itu untuk melewati Selat Kerch. Hal ini sudah dilakukan ribuan kali oleh Ukraina dan selama ini tidak pernah ada masalah," jelasnya.

Namun, kali ini Ukraina tidak memberi tahu pihak Rusia untuk membimbing mereka melalui Selat Kerch. Akibatnya, mereka dihentikan oleh FSB Border Service.

"Jadi dapat dilihat bahwa tindakan kapal-kapal Ukraina ini memang tidak sesuai dengan praktik umum yang biasa dilakukan, dan konflik ini sebenarnya hanya panas akibat provokasi dari sisi Ukraina," tegasnya.

Hingga kini Rusia masih menyita tiga kapal dan menahan 24 pelaut Ukraina. Para pelaut, tutur Dubes Vorobieva, akan menghadapi persidangan.

Vorobieva mengaku tidak mengetahui hukuman yang akan dijatuhkan kepada para pelaut Ukraina. "Mereka (24 pelaut) melanggar hukum kita. Tentu mereka akan diperlakukan seperti kriminal lainnya."

Dubes Vorobieva kembali menekankan bahwa pemerintahnya terbuka untuk berdialog dan mencari jalan keluar dengan Ukraina terkait ketegangan di Laut Azov ini.

Berita Lainnya
×
tekid