sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

RUU ekstradisi Hong Kong dicabut, demo berhenti?

Pencabutan sepenuhnya RUU ekstradisi diumumkan oleh Kepala Eksekutif Hong Kong Carrie Lam pada Rabu (4/9).

Khairisa Ferida
Khairisa Ferida Rabu, 04 Sep 2019 18:40 WIB
RUU ekstradisi Hong Kong dicabut, demo berhenti?

Kepala Eksekutif Hong Kong Carrie Lam mengumumkan penarikan sepenuhnya RUU ekstradisi yang telah memicu protes besar-besaran kurang lebih selama tiga bulan terakhir. Langkah ini memenuhi salah satu tuntutan para pemrotes.

Pada Juni, Lam telah lebih dulu mengumumkan penangguhan RUU yang membuka jalan bagi ekstradisi para tersangka ke China daratan setelah lebih dari 1 juta orang turun ke jalan untuk menentangnya. Bagaimanapun, itu tidak cukup memuaskan para demonstran.

Dalam pidato yang disiarkan pada Rabu (4/9), Lam mengatakan bahwa pemerintah akan secara resmi menarik penuh RUU demi menghilangkan kekhawatiran publik.

"Setelah lebih dari dua bulan keresahan sosial jelas bahwa banyak orang tidak puas dengan RUU. Ini mencakup isu politik, ekonomi dan sosial," kata Lam.

Selain itu, perempuan berusia 63 tahun itu juga menyatakan bahwa dua pejabat senior akan bergabung dengan penyelidikan terhadap polisi. Ini merupakan tuntutan lainnya dari para demonstran.

Protes, disebut Lam, telah mengejutkan dan membuat masyarakat kota itu sedih serta kekerasan telah mendorong Hong Kong ke arah situasi yang sangat berbahaya.

"Tidak peduli bagaimanapun ketidakpuasan masyarakat terhadap pemerintah atau masyarakat, kekerasan bukanlah cara untuk menyelesaikan masalah," ujar Lam.

"Saat ini menghentikan kekerasan adalah prioritas utama, mempertahankan hukum dan membangun kembali aturan di masyarakat. Pemerintah akan dengan tegas menangani kekerasan dan tindakan ilegal."

Sponsored

Anggota parlemen pro-Beijing Michael Tien menuturkan, "Saya percaya bahwa penarikan RUU ini  ... mungkin sudah terlambat karena gerakan telah berkembang."

Memang, penarikan sepenuhnya RUU ekstradisi sekarang hanya salah satu dari lima tuntutan utama pemrotes. Selain itu, mereka juga menyerukan penyelidikan independen terhadap tuduhan kebrutalan polisi dalam menghadapi unjuk rasa, pembebasan demonstran yang ditahan, serta reformasi politik dan demokrasi.

Senada dengan Michael Tien, Adam Ni, seorang peneliti China di Macquarie University di Sydney menilai bahwa penarikan sepenuhnya RUU ekstradisi sedikit terlambat.

"Tidak ada jalan untuk kembali. Jika ini dilakukan lebih awal mungkin itu akan membuat perbedaan pada sentimen publik, tetapi jika seperti ini, saya rasa ini akan memiliki efek minimal pada sentimen publik dan bagaimana mereka memandang pemerintahnya serta penguasa di Beijing," tutur Ni.

Aktivis Hong Kong Joshua Wong mentwit, "Kegagalan Carrie Lam yang berulang-ulang dalam memahami situasi telah membuat pengumuman ini tidak berdampak - Dia perlu memenuhi seluruh tuntutan: Setop penuntutan (terhadap demonstran), setop memanggil kami perusuh, penyelidikan independen terhadap polisi dan pemilu yang bebas!." 

Tidak akan mengundurkan diri

Pada Selasa (3/9), Lam membantah berniat mundur setelah rekaman pertemuannya dengan sekelompok pebisnis bocor pada Senin (2/9) malam. Dalam rekaman itu dia disebut mengatakan akan mundur jika punya pilihan.

"Jika saya punya pilihan, hal pertama yang akan saya lakukan adalah mundur, setelah membuat permintaan maaf mendalam," kata dia berdasarkan rekaman yang diperoleh Reuters.

Dalam rekaman yang sama pula, Lam menegaskan bahwa RUU ekstradisi itu bukan sesuatu yang diperintahkan atau dipaksakan oleh pemerintah pusat.

Pengumuman penarikan sepenuhnya RUU ini mungkin upaya meredam protes jelang 1 Oktober, di mana China memperingati Hari Nasional-nya. Meski demikian, tetap saja tidak ada jaminan. 

"Sifat gerakan protes telah berubah selama 13 minggu terakhir," kata Ni. "Dia (Lam) harus mengambil langkah lebih lanjut, seperti menyiapkan penyelidikan independen terhadap polisi. Jika dia tidak mengambil langkah lebih lanjut, maka kita akan menyaksikan protes berlanjut."

Hong Kong dikembalikan ke China pada 1997 setelah lebih dari 150 tahun dikuasai Inggris. Kota itu semi-otonom di bawah prinsip "Satu Negara, Dua Sistem" dan belakangan sebagian kalangan khawatir bahwa China berusaha mengejar kontrol yang lebih besar atas Hong Kong. (CNN dan BBC)

Berita Lainnya
×
tekid