sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Sanksi AS kembali, krisis ekonomi dan politik Iran terancam kian parah

Mulai Selasa (7/8) pukul 12.01, sanksi atas Iran yang dicabut rezim Obama sebagai bagian dari kesepakatan nuklir, kembali diberlakukan.

Khairisa Ferida
Khairisa Ferida Selasa, 07 Agst 2018 11:53 WIB
Sanksi AS kembali, krisis ekonomi dan politik Iran terancam kian parah

Ketika Donald Trump (72) menarik Amerika Serikat (AS) dari kesepakatan nuklir Iran pada 9 Mei 2018, dia juga mengatakan bahwa AS akan menerapkan kembali sanksi tegas terhadap Teheran.

Dan mulai Selasa (7/8) pukul 12.01, sanksi atas Iran yang dicabut rezim Barack Obama sebagai bagian dari kesepakatan nuklir 2015, kembali diberlakukan.

Sanksi akan membatasi atau bahkan melarang beberapa kegiatan, seperti kemampuan pemerintah Iran untuk membeli atau memperoleh uang kertas dolar AS, perdagangan logam mulia termasuk emas, penjualan atau transfer grafit dan logam seperti aluminium dan baja dari dan ke Iran, serta transaksi tidak spesifik terkait dengan rial.

Selain itu, pejabat AS mengatakan, tarif akan diberlakukan bagi sektor otomotif Iran dan negara itu tidak lagi dapat membeli pesawat pabrikan AS, sementara AS tidak lagi bisa mengimpor karpet atau makanan tertentu dari Iran. 

Itu belum semuanya. Pada 4 November 2018, sanksi akan menghantam ekspor minyak dan sektor energi Iran, lembaga keuangan yang bekerja dengan Bank Sentral Iran, operator-operator pelabuhan dan sektor pembuatan kapal, asuransi, dan financial messaging. 

Tujuan dari sanksi tersebut, menurut pejabat senior AS adalah untuk melumpuhkan ekonomi Iran hingga rezim Iran mengakhiri dukungannya terhadap terorisme dan memulai perundingan untuk mengakhiri program nuklirnya.

Pada 30 Juli, Trump sempat mengatakan bahwa dia bersedia bertemu tanpa syarat dengan Presiden Iran Hassan Rouhani. Namun, 'tawaran' Trump tersebut ditolak dengan segera dan tegas oleh Teheran.

Belakangan, rakyat Iran di lebih dari 80 kota, termasuk Teheran, turun ke jalan-jalan untuk memprotes krisis ekonomi. Adapun nilai rial merosot 80% hanya dalam kurun satu tahun. 

Sponsored

Meski pemerintah Trump mengatakan bahwa sanksi bermaksud untuk membantu rakyat Iran dengan cara memaksa rezim mengubah 'gaya'nya, namun tidak diragukan lagi bahwa rakyat Iran pula yang paling parah terkena dampak sanksi.

Kelak, rakyat Iran akan berjuang untuk membeli barang-barang penting seperti makanan dan obat-obatan, sementara upah mereka turun. Banyak pekerja di sektor otomotif, industri yang menjadi target sanksi AS, kemungkinan juga akan kehilangan pekerjaan.

"Kami berharap bahwa rezim Iran akan berpikir serius tentang konsekuensi perilaku mereka terhadap rakyat mereka sendiri. Kami bersama dengan rakyat Iran yang merindukan peluang ekonomi, transparansi, keadilan, dan kebebasan yang lebih besar," ujar seorang pejabat senior pemerintah AS.

Kembalinya sanksi sejatinya telah memperparah kesengsaraan ekonomi Iran, mendorong peringatan bahwa Negeri Para Mullah itu tengah berada di tebing krisis ekonomi dan politik.

Pada Senin (6/8), Presiden Rouhani menyebut pemberlakuan sanksi sebagai 'perang psikologis' yang dirancang untuk membantu sekutu Trump dalam pemilu paruh waktu yang akan berlangsung dalam waktu dekat. Dia meyakinkan rakyat, pemerintahannya mampu mencegah tekanan AS. Meski demikian itu hanya mungkin dilakukan jika faksi yang berbeda di dalam negeri bersatu.

Bagaimanapun kecemasan mendalam sulit dihilangkan.

"Anda tidak dapat menggambarkan skala krisis yang dihadapi negara ini. Hidup terus berjalan, namun persoalannya adalah bagaimana kita akan menjalaninya. Inflasi dan depresiasi mata uang telah membuat hidup begitu mahal, seolah-olah Anda bahkan harus membayar oksigen untuk yang Anda hirup," ujar Homeira (31), lulusan manajemen, yang tinggal di Chalus, Iran utara.

Dia menambahkan, "Yang lebih buruk dari semua ini adalah Anda tidak punya hak untuk mengatakan apapun sebagai protes. Banyak yang berpikir harus ada revolusi lain, namun saya yakin revolusi lain justru akan memperburuk keadaan. Kita perlu memperbaiki situasi saat ini."

Mohammad Eslami (34), direktur internasional dari Shenasa Venture Capital mengatakan, fluktuasi nilai tukar telah membuatnya "sangat sulit untuk memiliki rencana investasi."

Eslami mengatakan daya beli masyarakat biasa cenderung menurun lebih jauh di bawah sanksi. "Ini akan membuat hidup lebih sulit," ia memperkirakan. Menurutnya, sanksi AS akan menjadi tantangan bagi Rouhani dan politisi moderat lainnya

"Jika pemerintahan Rouhani menunjukkan keinginan nyata untuk mengalahkan korupsi, meningkatkan transparansi, dan merestrukturisasi ekonomi, mereka akan mengubah ancaman menjadi peluang."

Secara internal, banyak tokoh Iran percaya bahwa tekanan dari AS terutama ditujukan untuk memancing perubahan rezim. Mantan presiden Mohammad Khatami mengatakan bahwa upaya untuk merekayasa perubahan rezim akan terbukti sia-sia selama rakyat percaya pada reformasi.

 

Sumber: Vox dan The Guardian

Berita Lainnya
×
tekid