sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Situs nuklir Korea Utara diduga masih aktif beroperasi

Setiap aktivitas baru di situs tersebut akan menggarisbawahi kegagalan KTT kedua antara AS dan Korea Utara di Hanoi.

Valerie Dante
Valerie Dante Rabu, 17 Apr 2019 16:38 WIB
Situs nuklir Korea Utara diduga masih aktif beroperasi

Pekan lalu, sebuah gambar satelit menunjukkan pergerakan di situs nuklir utama Korea Utara, Yongbyon. Menurut sebuah think tank asal Amerika Serikat, aktivitas di situs nuklir itu dikaitkan dengan dugaan adanya pemrosesan kembali bahan radioaktif menjadi bahan bakar bom.

Setiap aktivitas baru di situs tersebut akan menggarisbawahi kegagalan KTT kedua antara AS dan Korea Utara di Hanoi, Vietnam, pada akhir Februari.

Karena Presiden AS Donald Trump dan pemimpin Korea Utara Kim Jong-un tidak berhasil mencapai kesepakatan, KTT tersebut dinilai gagal membuat kemajuan bagi proses denuklirisasi Korea Utara.

Centre for Strategic and International Studies pada Jumat (12/4) mengatakan, citra satelit dari Yongbyon memperlihatkan ada lima kereta khusus di dekat fasilitas pengayaan uranium dan laboratorium radiokimia di dalam situs nuklir tersebut.

Menurut mereka, kereta tersebut mengindikasikan adanya pergerakan berupa transfer bahan radioaktif.

"Di masa lalu, kereta sejenis itu telah dikaitkan dengan transfer bahan radioaktif atau kegiatan pemrosesan ulang," kata laporan itu. "Aktivitas yang terjadi saat ini, dilihat dari susunan yang ada, tidak mengesampingkan kemungkinan adanya kegiatan tersebut."

Jenny Town, ahli Korea Utara di think tank Stimson Center, mengatakan bahwa jika proses pemrosesan kembali sedang berlangsung, itu akan menjadi langkah besar, mengingat persetujuan Washington-Pyongyang tahun lalu terkait komitmen denuklirisasi Semenanjung Korea.

"Karena tidak ada perjanjian antara AS dan Korea Utara terkait Yongbyon, sangat menarik jika Pyongyang langsung melakukan aktivitas di situs nuklir itu, begitu cepat setelah KTT di Hanoi berakhir," ucapnya.

Sponsored

Trump telah bertemu dengan Kim Jong-Un dua kali dalam setahun terakhir untuk mencoba membujuknya menghentikan program senjata nuklir Korea Utara, tetapi sejauh ini kemajuannya masih sedikit.

KTT di Hanoi gagal setelah Trump menyatakan hanya akan mencabut sanksi terhadap Korea Utara jika Kim Jong-un menyerahkan semua senjata nuklir yang mereka miliki.

Dia menolak langkah denuklirisasi parsial yang ditawarkan oleh Kim Jong-un.

Meskipun Kim Jong-un, telah menangguhkan uji coba rudal dan nuklir sejak 2017, para pejabat AS mengklaim Korea Utara terus memproduksi material yang dapat digunakan untuk membuat bom.

Pada Maret, seorang pejabat senior Korea Utara memperingatkan bahwa Kim Jong-un akan mempertimbangkan untuk melakukan uji coba radal dan nuklir jika Washington tidak memberi kelonggaran terkait sanksi.

Pekan lalu, Kim Jong-un mengatakan kegagalan di Hanoi meningkatkan risiko yang dapat menghidupkan kembali ketegangan antara AS-Korea Utara.

Dia menegaskan hanya tertarik untuk bertemu Trump lagi jika AS datang dengan sikap yang sesuai. Kim Jong-un memberi waktu sampai akhir 2019 bagi AS untuk memberi kelonggaran sanksi.

Pada Senin (15/4), Trump dan Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo, menepis tuntutan Kim Jong-un.

Menlu Pompeo menuturkan bahwa Kim Jong-un harus menepati janjinya untuk melepaskan senjata nuklirnya sebelum itu.

Sebuah studi oleh Pusat Keamanan dan Kerjasama Internasional Stanford University yang dirilis menjelang KTT di Hanoi mengungkapkan Korea Utara terus memproduksi bahan bakar bom pada 2018.

Studi itu menilai Pyongyang kemungkinan telah menghasilkan cukup banyak bahan bakar bom pada tahun lalu untuk menambahkan sebanyak tujuh senjata nuklir ke gudangnya.

Para ahli memperkirakan ukuran arsenal nuklir Korea Utara kini antara 20 dan 60 hulu ledak.

Sumber : The Guardian

Berita Lainnya
×
tekid