sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Soal negosiasi dengan Korea Utara, AS siap lebih fleksibel

DK PBB bertemu pada Rabu atas permintaan Amerika Serikat untuk membahas isu terkait Korea Utara.

Valerie Dante
Valerie Dante Kamis, 12 Des 2019 13:02 WIB
Soal negosiasi dengan Korea Utara, AS siap lebih fleksibel

Duta Besar Amerika Serikat untuk PBB Kelly Craft mengatakan, Washington siap untuk mengambil langkah konkret dan lebih fleksibel demi mencapai kesepakatan denuklirisasi dengan Korea Utara. Hal itu dia sampaikan dalam rapat Dewan Keamanan PBB (DK PBB) pada Rabu (11/12) di New York.

DK PBB bertemu pada Rabu atas permintaan AS yang menjabat sebagai presiden selama periode Desember. Para negara anggota khawatir Pyongyang dapat melanjutkan uji coba nuklir dan rudal jarak jauh, yang ditangguhkan sejak 2017, karena terhambatnya perundingan denuklirisasi dengan Washington.

"AS siap untuk mengambil langkah konkret menuju perjanjian denuklirisasi. Kami siap untuk lebih fleksibel dalam menangani masalah ini," kata Dubes Craft. "Dan kami menyadari perlunya kesepakatan yang seimbang yang mencakup kepentingan seluruh pihak."

Dia menambahkan, Korea Utara pun perlu mengambil langkah yang berani dan membuat keputusan untuk bekerja sama dengan AS.

Pemimpin Korea Utara Kim Jong-un memberikan Presiden Donald Trump tenggat hingga akhir 2019 untuk menunjukkan fleksibilitas dalam perundingan denuklirisasi.

Craft mengatakan bahwa DK PBB harus siap bertindak jika Korea Utara terus melakukan langkah-langkah yang dinilai sebagai provokasi serius.

"Tindakan provokasi itu dapat berarti potensi Korea Utara meluncurkan rudal balistik jarak jauh yang dirancang untuk menyerang AS," tutur dia.

Dia tidak merinci mengenai kemungkinan tindakan perlawanan yang akan diambil oleh DK PBB.

Sponsored

Duta Besar Korea Utara untuk PBB Kim Song pada Sabtu (7/12) menyatakan, denuklirisasi sudah keluar dari meja perundingan dengan AS dan pembicaraan panjang dengan Washington tidak lagi diperlukan.

Pascauji coba terbaru Korea Utara pada Minggu (8/12), Trump memperingatkan bahwa Pyongyang berisiko kehilangan segalanya jika melanjutkan sikap permusuhan. Trump dan Kim Jong-un telah tiga kali bertemu sejak Juni 2018, tetapi belum ada kemajuan signifikan menuju denuklirisasi.

Sanksi perlu dihapus

Sekutu Korea Utara, China dan Rusia, yang merupakan negara anggota pemegang hak veto di DK PBB, telah lama mengatakan bahwa badan itu perlu mengapresiasi Pyongyang setelah Kim Jong-un pada 2018 berjanji akan mengupayakan denuklirisasi.

Korea Utara telah berada di bawah sanksi AS sejak 2006 atas program rudal balistik dan program nuklirnya.

Duta Besar China untuk PBB Zhang Jun pada Rabu mengatakan bahwa sangat penting bagi DK PBB untuk meringankan sanksi terhadap Korea Utara dalam upaya mendukung perundingan Washington-Pyongyang.

Sementara itu, Duta Besar Rusia untuk PBB Vassily Nebenzia menilai, kemajuan dalam perundingan denuklirisasi tidak dapat terjadi jika Pyongyang dipaksa untuk menyetujui sebuah kondisi tanpa mendapat manfaat yang jelas di masa depan.

"Tidak mungkin mereka akan menyetujui sesuatu tanpa ada imbalan sebagai balasan," kata dia.

Berbeda dengan Rusia dan China, Duta Besar Prancis untuk PBB Nicolas de Riviere menegaskan bahwa situasi saat ini sama sekali tidak membenarkan penghapusan sanksi atau peringanan kebijakan terhadap Korea Utara. Duta Besar Inggris untuk PBB Karen Pierce menyetujui pernyataannya.

Setidaknya, delapan anggota DK PBB telah mendesak diadakannya rapat untuk membahas pelanggaran HAM di Korea Utara. Hal tersebut memicu Pyongyang untuk memperingatkan bahwa mereka akan menganggap langkah seperti itu sebagai provokasi serius.

Berita Lainnya
×
tekid